• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan dan Kebijakan Sektor Kehutanan

2.2.2. Pembangunan Wilayah

Pembangunan adalah lebih dari pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat sebagai proses multidimensi yang tercakup dalam penambahan proses pembangunan ekonomi, proses-proses pembangunan sosial yang menyangkut aspek distribusi dari pembangunan serta proses pembangunan politik atau administrasi yang menyangkut perubahan dalam pengaruh dan kekuatan kelompok dan individu, semua proses begitu komplek dan saling terkait dan tergantung. Perencanaan regional dapat dilihat sebagai usaha untuk mengarahkan pembangunan di wilayah tersebut, dimana pembangunan regional dapat dilihat sebagai proses pembangunan di daerah tertentu (Glasson, 1978).

Sementara itu, Tjokroamidjojo (1990) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi berarti pembangunan yang komprehensif dari suatu wilayah yang utuh atau menyeluruh dalam suatu negara, atas dasar hal tersebut pembangunan regional memiliki dua aspek pokok. Pertama, adanya masalah spesial yang terkait dengan wilayah atau sektor ekonomi tertentu. Kedua, semua wilayah dari suatu negara harus memenuhi atau mencapai tujuan tertentu sebagai bagian dari pertumbuhan nasional atau kebutuhan persyaratan wilayah.

39

Pembangunan wilayah tidak hanya penting untuk wilayah tersebut tetapi juga bagi pembangunan nasional secara keseluruhan. Kesenjangan pembangunan dapat mengakibatkan efek balik yang menimbulkan kerugian (disadvantageous) pada wilayah lainnya. Karena itu Robock (1996) dalam Sudharto (1999) menyatakan bahwa tujuan pembangunan wilayah secara umum meliputi tiga hal berikut: (1) mengurangi disparitas pendapatan regional, (2) pertumbuhan regional yang berimbang, dan (3) membantu daerah yang tidak beruntung.

Pertumbuhan regional adalah hasil dari berbagai faktor, yaitu sebagian faktor internal dan ekternal. Perdagangan khususnya ekspor adalah mesin pertumbuhan oleh karena itu, laju pertumbuhan regional berhubungan langsung kepada ekspor dasar. Teori ekspor dasar (export base theory) antara lain menyatakan pertumbuhan regional ditentukan oleh ekploitasi sumberdaya alam dan pertumbuhan ekspor regional yang dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari wilayah atau negara lain.

Satu keterbatasan dasar dari strategi pembangunan regional adalah bahwa tidak ada model yang universal. Kebijakan nasional dan strateginya harus bervariasi untuk masing-masing negara tergantung pada tingkat kemajuan pembangunan negara, sistem politik, nilai sosial dan tujuannya, bentuk geografis sumberdaya dan potensi pembangunan, ketersediaan teknik dan data ekonomi dan beberapa faktor lainnya. Disamping itu teknologi adalah faktor dinamik yang secara operasi bersambung sebagai kendala dalam pembangunan regional (Robock, 1966 dalam Sudharto, 1999).

Ada beberapa teknik analisis regional yang dapat membantu dalam konversi teori formal kedalam model operasional. Beberapa teknik ini diterapkan dalam

40

berbagai cabang analisis ekonomi (input-output, program linier, cost–benefit analysis dan econometric models), dengan cara yang cukup khusus dalam

ekonomi regional (Richardson, 1979).

2.2.3. Investasi

Investasi adalah setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi untuk memproduksi output di masa yang akan datang, dalam hal ini investasi tidak hanya berupa penambahan persediaan fisik modal tetapi juga menyangkut investasi sumberdaya manusia (Dornbusch, 1996). Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik mengartikan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang.

Investasi dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan, sedangkan investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumahtangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2003). Menurut BI dan BPS, investasi dibedakan atas investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial lebih ditujukan kepada investasi dalam bentuk pemilikan instrumen finansial seperti penyertaan, pemilikan saham, obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial dalam bentuk investasi fisik (kapital atau barang modal), termasuk pula inventori (persediaan).

Menurut Pass and Lowes (1994), investasi mempunyai dua pengertian yaitu pengeluaran untuk pembelian surat-surat berharga (financial securities) seperti

41

efek dan saham, disebut juga investasi keuangan, dan pengeluaran modal untuk pembelian aset fisik seperti pabrik, mesin dan peralatan (investasi tetap) dan persediaan, yang disebut investasi fisik atau riil. Dalam analisis ekonomi, istilah investasi khususnya dihubungkan dengan investasi fisik. Investasi fisik menciptakan aset baru yang akan menambah kapasitas produksi suatu negara, sementara investasi keuangan hanya memindahkan kepemilikan dari aset yang sudah ada dari seseorang atau lembaga kepada yang lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa investasi mewajibkan sejumlah konsumsi saat ini ditunda, sehingga sumberdaya untuk membiayai konsumsi ini dapat bebas digunakan untuk keperluan lain. Pengeluaran investasi adalah salah satu komponen dari permintaan agregat dan suntikan ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional. Dalam analisis pendapatan nasional, investasi dalam menyediakan barang sosial, seperti jalan raya, rumah sakit dan sekolah dilakukan oleh pemerintah yang termasuk dalam pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran investasi biasanya diartikan hanya terdiri dari pengeluaran investasi swasta.

Konsep pertumbuhan berimbang menjelaskan bahwa investasi harus dilaksanakan serentak di semua sektor baik pertanian maupun industri. Artinya, penerapan konsep pertumbuhan berimbang membutuhkan investasi yang sangat besar (big push investment) untuk menjalankan roda pembangunan dan itu tidak mungkin dilaksanakan oleh negara berkembang seperti Indonesia yang pada umumnya mengalami kelangkaan modal. Oleh karena itu, kelompok penganut pertumbuhan tidak berimbang mengatakan bahwa investasi seyogyanya dilakukan pada sektor andalan yang akan menghasilkan kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi lebih lanjut.

42

Teori Keynes (1936) mengemukakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif yang terdiri dari permintaan konsumsi dan investasi menentukan tingkat keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Jika volume investasi yang diperlukan tidak terpenuhi maka harga permintaan agregat akan turun, lebih rendah daripada harga penawaran agregat. Volume investasi tergantung pada efisiensi marginal dari modal dan suku bunga. Efisiensi marginal dari modal merupakan tingkat hasil yang diharapkan dari aktiva modal baru. Bilamana harapan laba tinggi, pengusaha menginvestasi lebih besar. Suku bunga juga merupakan faktor lainnya dari investasi. Jadi investasi dapat dinaikkan melalui peningkatan efisiensi marginal dari modal atau penurunan suku bunga. Walaupun kenaikan investasi biasanya menyebabkan kenaikan pekerjaan, ini bisa tidak terjadi jika pada waktu yang sama kecenderungan untuk mengkonsumsi turun. Sebaliknya, naiknya kecenderungan berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada pekerjaan tanpa kenaikan investasi (Jhingan, 2003; Pressman, 2000).

Dokumen terkait