• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANTU DIAGNOSIS

Dalam dokumen Referat Duh Tubuh (Halaman 49-53)

Dapat dibagi menjadi pemeriksaan langsung dan pemeriksaan biakan.

Pemeriksaan langsung: kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

Pemeriksaan biakan: bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dektrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37ºC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi

Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

PENGOBATAN

Dengan cara menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi, topikal, dan sistemik.

Topikal meliputi: 1). larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari, 2). nistatin: berupa krim, salap, emulsi, 3). amfoterisin B, 4). grup azol antara lain: Mikonazol 2% berupa krim atau bedak, Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, Tiokonazol, bufonazol, isokonazol, Siklopiroksolamin 1% larutan, krim, Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.1

Sistemik meliputi: 1). Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus, 2). Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik, 3). Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal, 4). Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.1

Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya, seperti: 1). mengurangi penggunaan gula, 2). minum teh Pau d’Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan, 3). memakai bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease inhibitor, 4). kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) dapat dilarutkan dengan air, 5). memakai kapsul laktobasilus (asidofilus).4

PENCEGAHAN

Tidak ada cara untuk mencegah terpajan pada Candida. Obat-obatan tidak biasa dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan:

1). Penyakit tersebut tidak begitu bahaya

2). Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati penyakit tersebut 3). Ragi dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat-obatan.

Memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan terapi antiretroviral (ART) adalah cara terbaik untuk mencegah jangkitan kandidiasis.

PROGNOSIS

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

BAB V KESIMPULAN

Duh tubuh adalah suatu gejala dimana keluarnya cairan atau sekret dari uretra, baik cairan serosa ataupun mukosa tidak berupa darah ataupun urin. Duh bisa bersifat fisiologi ataupun patologis contoh pada uretritis gonore ataupun non spesifik (uretritis non-gonore).

Uretritis gonore akut merupakan salah satu penyakit hubuungan seksual yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae yang menyerang uretra pada laki-laki, paling sering ditemukan dan mempunyai insiden yang cukup tinggi.

Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan penyebab terbanyak infeksi menular seksual (IMS) dan penyebab IGNS yang tersering. Kuman ini ditemukan di uretra dari 25% sampai 60% kasus pria dengan UGN, 4% - 35% pria dengan gonore, dan pada 0-7% pada pria dengan uretritis asimtomatis

Spesies Mycoplasma adalah salah satu mikroorganisme yang paling kecil, hidup bebas, dan mempunyai kemampuan untuk berkolonisasi di saluran pernapasan dan urogenital pada manusia. Yang disebut sebagai genital

Mycoplasmal organism meliputi M. hominis dan Ureaplasma sp.

Organisme-organisme ini dapat ditemukan pada saluran urogenital bagian bawah pada individu yang aktif secara seksual. Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab urethritis non-spesifik dan sering bersamaan dengan Chlamydia trachomatis.

Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering

menyerang traktus urogenitalis bagian bawah pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan.

Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal vagina 3,8 – 4,2) berubah menjadi bersifat basa.

Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga dari empat gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat, pH vagina > 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis. Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marcelo JB, Fabio M, Valdir M. Prevalence of Neisseria Gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis infection in men attending STD clinics in Brazil. Dalam : Revista da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical. Volume 43. 2011 Diunduh dari:

http://ncbi.nlm.nih.govll

2. Djuanda, A. editor. Trikomoniasis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI. 2010:384-385.

3. Djajakusuma, TS. Trikomoniasis. Dalam: Daili, SF, dkk, editor. Infeksi Menular Seksual. Balai Penerbit FKUI. Edisi ketiga. Jakarta. 2009 : 179-188.

4. Males Genitalia and Hernia. Dalam: Bickley, L.S Bates, Guide to Physical Examination. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins. 2009:501-503.

5. Murtiastutik D. Infeksi Chlamydia Pada Pria. Dalam : Barakbah J, Lumintang H, Martadihardjo S, Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008 : 117 – 125.

6. Murtiastutik, D. Trikomoniasis vaginalis. Dalam : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2008 : 65-71

7. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrheae and Other Venereal Disease. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill. 2008: 1993-2000.

8. Martin, David H. Urethritis in Males. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, et al, eds. Sexually Transmitted Disease. 4th ed. New York: McGraw-Hill. 2008.

9. Departemen of Health and Human Disease: Centers for Disease Control and Prevention. Gonorrhea and Related Species. [online].2007 [cited 2007 November 27]; [7 screens]. Available from URL:http//www.cdc.gov/std/pubs.htm.

10. Hakim, Lukman. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Dalam: Infeksi Menular Seksual. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005

11. NN.Penyakit Gonore in info sehat. Available at :

http://www.infosehat.com/content.php?s=sid=950. Accessed on juni 2011.

12. Nasution MA, Zuliham. Penatalaksanaan Gejala Duh Tubuh Uretra in Cermin dunia

kedokteran 1992; 80. Available at :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fles37penatalaksanaanGejalaDuhTubuhUretra.p df/37_penatalaksanaan. Accessed on juni 2011.

Dalam dokumen Referat Duh Tubuh (Halaman 49-53)

Dokumen terkait