• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Formulasi

2.2.3 Media pembawa

Bahan pembawa merupakan bahan yang dicampurkan dengan organisme dilengkapi dengan bahan tambahan untuk memaksimalkan kemampuan bertahan hidup di penyimpanan disebut dengan formulasi. Adapun fungsi dasar dari formulasi adalah untuk stabilisasi organisme selama produksi, distribusi dan penyimpanan, mengubah aplikasi produk, melindungi agen dari faktor lingkungan yang dapat menurunkan kemampuan bertahan hidupnya serta meningkatkan aktivitas dari agen untuk mengendalikan organisme target. Formulasi terdiri dari dua tipe, yaitu produk berbentuk padatan (tepung dan butiran) serta berbentuk suspensi (berbahan dasar minyak atau air, dan emulsi) (Jones & Burges, 1998).

Jenis media pembawa ada dua, yaitu media pembawa organik dan media pembawa anorganik. Media pembawa organik berbahan dasar materi yang berasal dari makhluk hidup, berupa limbah sisa ataupun hasil aktivitas makhluk hidup. Contohnya adalah pupuk kandang kotoran sapi, limbah sisa pengolahan tebu (molase dan blotong). Media pembawa anorganik adalah suatu bahan yang berbahan dasar dari senyawa kimia buatan, contohnya adalah talek. Media pembawa organik terbagi lagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk padat dan bentuk cair. Media pembawa organik padat contohnya adalah pupuk kandang kotoran hewan dan blotong. Sedangkan media pembawa organik cair contohnya adalah limbah tetes tebu atau molase, air kelapa dan limbah cair tahu.

Giyanto et. al. (2009) menyatakan bahwa limbah cair organik sangat berpotensi sebagai media perbanyakan agen hayati karena mengandung komposisi nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba seperti karbohidrat, protein, air, asam amino, lemak, garam-garam mineral dan nutrisi lainnya.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

Beberapa sumber air limbah antara lain adalah (Kusputranto, 1985) : a Air limbah rumah tangga (domestic wastes water)

bAir limbah kota praja (municipal wastes water) c Air limbah industri (industrial wastes water)

Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain : (Kusnoputranto, 1985).

a. Kandungan Zat Padat

Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. TDS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut dalam air.

b. Kandungan Zat Organik

Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada 20ºC).

c. Kandungan Zat Anorganik

Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.

d. Gas

Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

e. Kandungan Bakteriologis

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform. (MPN/Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.

f. pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.

g. Suhu

Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.

1) Limbah cair industri tahu

Produksi agen antagonis seperti P. fluorescens dan B. subtilis tidak hanya dapat dilakukan pada media laboratorium saja. Sifat saprofitik yang dimiliki agen antagonis tersebut memungkinkan penggunaan media alternatif dari limbah organik cair. Limbah organik cair banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai media alternatif seperti limbah cair peternakan dapat dijadikan media untuk pertumbuhan bakteri P. fluorescens, limbah air beras dapat dijadikan media alternatif bagi Bacillus subtillis B12 (Ahmadi, 2007), dan limbah cair tahu, tetes dapat dijadikan media untuk pertumbuhan bakteri P.diminuta (Prabowo, 2014).

Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Nuraida (1985) menyatakan bahwa jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industry tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpalan (Dhahiyat, 1990:8).

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino (EMDI-Bapedal, 1994) dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997a). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi (Tay, 1990; BPPT, 1997a; dan Husain, 2003) yang apabila ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

Limbah industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

Suhu buangan industri yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1991) yang mencapai 40% - 60% protein, 25% - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1994). Bertambah lama bahan-bahan organik ini volumenya semakin meningkat, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme didalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga BPPT (1997a).

Pada umumnya konsentrasi ion hydrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/L. Sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah oksigen (O2), hydrogen sulfide (H2S), ammonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam dengan pH 4-5 (BPPT, 1997a), pada keadaan asam ini akan terdapat zat-zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk.

2) Limbah cair tebu atau molase

Bahan sisa dari industri gula banyak dijumpai hasil utamanya. Dari berbagai bahan sisa yang dihasilkan industri gula, molase merupakan bahan dasar yang berharga

sekali untuk industri dengan fermentasi. Molase adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Molase merupakan produk limbah dari industri gula dimana produk ini masih banyak mengandung gula dan asam-asam organik, sehingga merupakan bahan baku yang sangat baik untuk industri pembuatan etanol. Bahan kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40% - 55% (http://www.whfoods.com, 2008).

Molase masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat menghasilkan etanol dalam proses fermentasi, biasanya pH molase berkisar antara 5,5 - 6,5. Molase yang masih mengandung kadar gula sekitar 10% - 18% telah memberikan hasil yang memuaskan untuk pembuatan etanol (Simanjuntak, 2009).

Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas 2 dan "Black Strap". Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut "Dark" diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah "Dark". Dan molase kelas terakhir, "Black Strap" diperoleh dari kristalisasi terakhir. Warna "Black Strap" memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi julukan demikian. "Black Strap" ternyata memilki kandungan yang berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potassium, dan besi. "Black Strap" memilki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena terdiri dari glukosa dan fruktosa (http://www.bioetanolindo.com, 2007). Glukosa dan fruktosa memiliki kandungan C yang dibutuhkan sebagai nutrisi bakteri. Hasil dari penelitian Wulan, (2006) menunjukkan bahwa rasio optimum C:N:P adalah 100:10:1 dengan laju pertumbuhan bakteri sebesar 9,1 x 1011 per jam. Konsorsium bakteri yang digunakan adalah P. aeruginosa, P. fluorescens, B. subtilis, B. coagulans, dan Aeromonas hydrophilla.

Limbah walaupun telah dibuang dan manfaatnya telah berkurang tetapi masih memiliki kandungan nutrisi yang masih dapat dimanfaatkan dengan pengolahan

khusus. Pengolahan tersebut bermacam-macam, dapat berupa pengolahan secara fisik, pengolahan mekanik, pengolahan kimiawi, maupun pengolahan biologis.

Penentuan pengolahan dilakukan berdasarkan kebutuhan penggunaan limbah dan kandungan pada limbah. Bahan baku molase mengandung beberapa komponen yang disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 komponen kandungan dalam molase (Toharisman dan Santoso, 1999)

No. Kandungan Kisaran Rata-rata

1. Air 17-25 20

2. Senyawa organik

Sukrosa Glukosa Fruktosa Gula reduksi lain

Protein kasar Asam amino 30-40 4-9 5-12 1-5 2.5-4.5 0.3-0.5 35 7 9 3 4 0.4 3. Senyawa anorganik K2O CuO MgO Na2O Fe2O3 SO3 Cl 4.80 1.20 0.98 0.10 0.12 1.90 1.80 P2O5

SiO2 tak terlarut

0.60 0.60

4. Wax, phospholipid, dan sterol 0.40

5. Vitamin (µ/g)

Biotin (H) Cholin (B4) Asam folat (B komplek)

Niacin (B komplek) Asam pantothenat (B komplek)

Pyridoxine (B6) Thiamine (B1) 2 8.80 0.35 23 40 2.50 4 0.80

Dokumen terkait