• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.8. Pembelajaran IPA SD

2.1.8.1Hakikat Pembelajaran IPA SD

Pembelajaran IPA pada hakekatnya mencakup beberapa aspek antara lain: a) faktual, b) keseimbangan antara proses dan produk, c) aktif melakukan investigsi, d) berfikir deduktif dan induktif, dan e) pengembangan sikap. Dalam pembelajaran IPA siswa perlu dilatih keterampilan proses, yaitu proses bagaimana produk IPA tersebut ditemukan. Oleh karena itu dalam pembelajaran seyogyanya diciptakan agar siswa selalu aktif untuk ingin tahu sehingga pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam sekitar. Dengan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data yang masih perlu digene-ralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang esensial (Muslichach, 2006:22).

Agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara optimal, dalam pembelajaran guru perlu memperhatikan karaktristik anak SD. Menurut Piaget dalam Trianto (2007:14-16), memaparkan perkembangan kognitif anak dapat dibedakan sejalan dengan usianya. Terdapat empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu : a) sensori motor (lahir sampai 2 tahun), b) praopersional (2-7 tahun), c) operasi kongkrit (7-11 tahun), dan d) operasi formal (11 tahun sampai dewasa). Umumnya usia anak SD di Indonesia berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun. Maka dapat disimpulkan tahap perkembangan kognitif anak SD meliputi tahap akhir praoperasional sampai awal opersionl formal.

Menurut Muslichah (2006:38), pada tahap tersebut umumnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu yang kuat, senang bermain, mengatur dirinya sendiri

sehingga suka coba-coba, memiliki dorongan kuat untuk berprestasi, belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan apa yang ia bisa kepada temannya. Senada dengan penjelasan tersebut Usman (2006:6-11), memaparkan pada siswa kelas rendah perkembangan kognitifnya sebagian masuk pada periode pra-operasional dengan tahap intuitif. Pada masa intuitif anak gemar meniru, mampu menerima khayalan, penilaian terhadap dunia luar masih egosentris dan dapat becerita tentang hal-hal fantasi. Sedangkan dikelas tinggi anak sepenuhnya sudah masuk dalam periode opersional kongkrit. Pada periode tersebut penilaian anak terhadap dunia luar tidak hanya dipandang dari segi dirinya sendiri tetapi juga dilihat dari segi orang lain dan sudah menunjukkan sikap kritis dan rasional.

Berdasarkan karakteristik anak SD menurut Usman (2006:12), model belajar yang cocok adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by doing), model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biaya yang sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Menurut piaget dalam Usman (2006:12), mengatakan bahwa pengalaman langsung mendorong peranan penting dalam mendorong laju perkembangan kognitif anak. Efisiensi pengalaman langsung tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan obyek dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki struktur kognitif yang menjadi prasyaratnya yakni perkem-bangan kognitif yang bersifat hirarkis dan integratif.

Menurut Muslichach (2006:37), peran guru adalah sebagai fasilitator. Guru perlu menciptakan kondisi dan menyediakan sarana agar siswa dapat

mengamati dan memahami obyek. Dengan demikian siswa dapat menemukan konsep dan membangunnya dalam struktur kognitifnya.

Dari konsep di atas penulis berasumsi bahwa pembelajaran IPA bagi anak SD sebaiknya menerapkan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung (Learning by doing) kepada siswa karena hal ini akan mengena pada ingatan siswa. Selain dengan pengalaman langsung, penggunaan metode dan media juga sangat mendukung dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penggunaan metode dan media yang menarik dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran karena siswa merasa senang.

2.1.8.2Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran IPA

Teori belajar sangat beraneka ragam. Setiap teori mempunyai landasan sebagai dasar perumusan. Teori belajar yang mendasari pembelajaran IPA diantaranya yaitu teori belajar kognitif dan teori belajar konstruktivisme.

Teori belajar kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget dan Robert Gagne. Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai suatu proses terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam upaya memperoleh atau mengubah pemahaman dan struktur kognitif. Memperoleh pamahaman berarti menangkap makna suatu obyek atau situasi yang dihadapi. Sedangkan struktur kognitif adalah persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan yang mempengaruhi ide-ide, perasaan, tindakan dan hubungan sosial (Sumiati dan Asra, 2008:47). Senada hal tersebut menurut Winataputra (2008:3.4), teori kognitif memandang belajar merupakan proses internal yang tidak dapat dapat diamati secara langsung. Perilaku belajar seseorang tidak dipengaruhi oleh faktor

dari luar (eksternal), melainkan dipengaruhi oleh cara-cara bagaimana terjadi proses informasi di dalam diri seseorang (internal). Adapun perubahan tingkah laku yang tampak merupakan refleksi dari perubahan persepsi diri terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkan.

Menurut Piaget, setiap individu mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Umur Ciri Pokok Perkembangan

Sensorimotor 0-2 tahun Terbentuknya kepermanenan obyek Praoperasional 2-7 tahun Penggunaan simbol/bahasa, konsep

intuitif, egosentris/sentrasi

Opersi Kongkret 7-11 tahun Berpikir logis, desentrasi, reversibel Operasi Formal 11 tahun ke atas Hipotesis, abstrak, deduktif dan

induktif, logis (Suprijono, 2010:23)

Gagne dalam Winataputra (2008: 3.30), mendefinisikan belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari ling-kungan menjadi beberapa pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru. Menurut Gagne ada sembilan tahap proses kognitif yang terjadi dalam belajar yaitu a) perhatian, b) pengharapan, c) membangkitkan ingatan, d) persepsi seleksi, e) penyimpanan dalam memori jangka panjang, f) respon, g) umpan balik, h) penilaian, dan i) retensi.

Sedangkan menurut teori belajar konstruktivisme, belajar merupakan proses membangun atau membentuk makna, pengetahuan, konsep, dan gagasan melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Penerapan teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu melalui melalui sistem belajar kooperatif (Ormrod dalam Winataputra, 2008:6.10).

Senada dengan hal tersebut Isjoni (2009:46) memaparkan dalam proses pembelajaran siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Menurut Suprijono (2010:31), pengetahuan menurut konstruk-tivisme bersifat subjektif. Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Tanpa interaksi dengan objek, sese-orang tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan. Keberhasilan belajar tergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” dari apa yang telah dilakukan, dilihat dan didengar (West dan Pines dalam Sutarno, 2009: 8.8)

Resnick dalam Isjoni (2009:50) menyebutkan ada tiga askpek pembe-lajaran sesuai teori konstruktivisme. Pertama, pembepembe-lajaran adalah suatu proses membentuk ilmu dan bukan penyerapan ilmu. Kedua, individu menggunakan pengetahuan yang ada untuk membentuk pengetahuan baru. Ketiga, pembelajaran bergantung kepada situasi tempat.

2.1.8.3 Tujuan Pembelajaran IPA SD

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdikanas, 2008:148), Tujuan Pembelajaran IPA di SD/MI adalah agar peserta didik memiliki kemam-puan sebagai berikut :

a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasar-kan keberadaan, keindahan, dan keteraturan dalam ciptaan-Nya.

b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, meme-cahkan masalah, dan membuat keputusan.

e) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Dokumen terkait