• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar di mana di dalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa. Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. 10

Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” itu sebabnya Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai suatu produk jadi,

melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Dengan demikian matematika sebaiknya diberikan kepada siswa dalam bentuk kegiatan untuk mengkonstruksi konsep matematika, tidak dalam bentuk suatu produk jadi yang siap pakai. Freudenthal mengenalkan istilah “guided reinvention” sebagai proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru. Selain itu, tidak menempatkan matematika sekolah sebagai suatu sistem tertutup (closed system) melainkan sebagai suatu aktivitas yang disebut matematisasi.11

Pernyataan freudenthal bahwa “matematika merupakan sua tu bentuk aktivitas manusia” melandasi pengembangan pendidikan matematika realistik (realistic mathematics education). Pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa pendidikan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich reaseren” yang berarti “untuk dibayangkan ” atau “to imagine”. 12

Suatu masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai

11Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Jakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 20. 12

masalah realistik. Dalam pendidikan matematika realistik, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran (a source for learning). Perhatian pada pengetahuan informal (informal knowledge) dan pengetahuan awal (pre knowledge) yang dimiliki siswa menjadi hal yang sangat mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang realistik. Pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi suatu pengetahuan formal (matematika) melalui proses pemodelan. Secara umum, dalam pendidikan matematika realistik dikenal dua macam model, yaitu “model of” dan “model for”. 13

Treffers merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistik, yaitu :

a. Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permaalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan.

b. Penggunaan Model Untuk Matematisasi Progresif

Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan

(bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Hal yang perlu dipahami dari kata “model” adalah bahwa model tidak merujuk pada alat peraga. Model merupakan suatu alat “vertikal” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.

c. Pemanfaatan Hasil Konstruksi Siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam pendidikan matematika realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan stategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan kontruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika. Karakteristik ketiga dari pendidikan matematika realistik ini tidak hanya bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.

d. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara

simultan. Kata “pendidikan” memiliki implikasi bahwa proses yan g berlangsung tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai untuk mengembangkan potensi alamiah afektif siswa. e. Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. 14

Penulis mengakui bahwa ia tertarik dengan hal tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik merupakan suatu teori dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus di hubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik :

1) Memahami masalah kontekstual, pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa untuk dipahami terlebih dahulu.

2) Menjelaskan masalah kontekstual, pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah.

3) Menyelesaikan masalah kontekstual, siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri dalam proses memecahkan masalah.

14

4) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, pada tahap ini guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya.

5) Menyimpulkan, dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.

Dokumen terkait