• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Pembentukan dan pengendalian biofilm E. tarda

Pembentukan biofilm dilakuan pada bakteri uji Edwarsella tarda yang dibentuk pada dua lempeng permukaan padat yaitu sisik ikan gurame yang dianalogikan sebagai permukaan biotik dan plastik PVC dianalogikan sebagai permukaan abiotik pada lingkungan akuakultur. Perhitungan jumlah sel E. tarda yang dibentuk pada sisik ikan gurame dan PVC dilakukan pada rentang waktu yang berbeda yaitu hari ke-1, ke-3, dan ke-5.E. tardamampu membentuk biofilm pada permukaan sisik ikan gurame pada hari ke-1 sebesar 3,6 x 1011 CFU/lempeng dan permukaan plastik PVC sebesar 2,4 x 1011CFU/lempeng. Pada rentang hari ke-3 terlihat adanya peningkatan sel biofilm, pada permukaan sisik ikan sebesar 5,7 x 1013 CFU/lempeng dan pada permukaan plastik PVC sebesar 13,2 x 1013CFU/lempeng.Peningkatan jumlah sel biofilm dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi pada media. Pada hari ke-5 jumlah sel biofilm mengalami penurunan, pada permukaan sisik ikan sebesar 5 x 1012CFU/lempeng dan pada permukaan plastik PVC sebesar 10,4 x 1012CFU/lempeng. Adanya penurunan jumlah sel biofilm pada sisik dan PVC pada hari ke-5 diduga karena sel biofilm yang baru terlepas dari sel yang lebih tua membentuk sel planktonik dan beberapa sel yang mengalami kematian karena ketersediaan nutrisi yang berkurang. Sel-sel yang terlepas dari biofilm dapat disebabkan oleh penurunan ketersediaan nutrisi, sifat hidrofobik biofilm, dimana sifat ini akan meningkat seiring dengan usia sel pada biofilm

a Kloramfenikol b

Kloramfenikol

(Donlan, 2002). Terbatasnya nutrien mengharuskan bakteri menyesuaikan diri dalam memperoleh sumber energi, misalnya terjadinya rounding (sel menjadi bulat) dan dwarfing (mengecil ukuran dan volume) pada morfologi sel bakteri (Silitongaet al, 2012).

Menurut Gunardi (2010), pembentukan sel biofilm dimulai dari beberapa bakteri yang hidup bebas (sel planktonik) melekat pada suatu permukaan kemudian memperbayak diri dan membentuk satu lapisan tipis (monolayer) biofilm. Pada saat ini pembelahan akan berhenti selama beberapa jam dan sel planktonik mengalami transisi menjadi sel planktonik dengan fenotip biofilm. Sel biofilm berbeda secara metabolik dan fisiolik dari sel planktoniknya. Selanjutnya sel biofilm akan menghasilkan EPS yang akan melekatkan mereka pada suatu permukaan dan melekatkan diri satu sama lain untuk membentuk suatu mikrokoloni. Jika sel-sel terus melanjutkan pertumbuhannya dan membentuk lapisan yang makin menebal, maka mikroba yang melekat pada permukaan terdalam akan kekurangan zat-zat nutrisi dan terjadi akumulasi produk buangan yang bersifat toksik. Untuk mengatasi masalah ini mikrokoloni akan berkembang menjadi bentuk jamur yang mempunyai saluran atau pori-pori yang dapat dilewati oleh nutrisi dan produk metabolit dari semua sel.

Biofilm dapat tumbuh diberbagai permukaan, termasuk batu dan air, gigi, makanan, pipa, alat-alat medis dan jaringan implant. Biofilm biasanya ditemukan pada substrat padat yang terendam atau terkena sebagian oleh larutan air, meskipun mereka dapat pula berbentuk seperti tikar yang mengambang pada permukaan cairan dan juga pada permukaan daun, terutama pada iklim dengan kelembaban tinggi. Akibat sumber daya yang cukup untuk pertumbuhan, biofilm dengan cepat tumbuh menjadi makroskopis (Anonim, 2010).

Pada penelitian ini jenis permukaan padat yang digunakan untuk penempelan biofilm E. tarda adalah sisik ikan gurame dianalogikan sebagai permukaan biotik dan plastik PVC dianalogikan sebagai permukaan abiotik dan tidak memiliki perbedaan jumlah sel yang signifikan pada masing-masing permukaan.

Biofilm dikendalikan dengan senyawa antimikroba BAL terpilih yaitu PG7. Produksi senyawa antibakteri diperoleh pada jam ke-27 karena pada saat ini BAL

berada pada fase stasioner dan mikroba memproduksi senyawa antimikroba yang diduga mampu menurunkan jumlah sel biofilm yang melekat pada lempeng sisik dan PVC. Penurunan jumlah sel biofilm dipengaruhi oleh umur koloni bakteri biofilm. Pembentukan dan penurunan rata-rata jumlah sel biofilm E. tarda pada sisik ikan dan plastik PVC sebelum dan sesudah kontak 1 jam dengan senyawa antimikroba ekstrak kasar BAL PG7 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4. Pembentukan dan penurunan rata-rata Jumlah Sel BiofilmEdwardsiella tardapada Sisik Ikan dan Plastik PVC sebelum dan setelah kontak 1 jam dengansenyawa antimikrobaekstrak kasar BAL PG 7

Permukaan lempeng

Rata-rata jumlah sel CFU/lempeng sebelum dan setelah kontak dengan senyawa ekstrak kasar BAL

Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 sebelum setelah sebelum setelah sebelum setelah Sisik 3,6 x 1011 6,6 x 109 5,7 x 1013 4,9 x 1011 3 x 1012 3 x 1010

PVC 2,4 x 1011 5,5 x 109 13,2 x 1013 5,2 x 1011 10,4 x 1012 4,7 x 1010

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sel biofilm masing-masing mengalami penurunan sebesar 18%baik pada permukaan sisik ikan maupun plastik PVC. Hasil tersebut cenderung rendah dan diduga belum mampu mengendalikan sel biofilm, hal tersebut bisa terjadi karena resistensi biofilm terhadap senyawa antimikroba. Struktur dasar dan fisiologik dari biofilm membuat biofilm secara alami resisten agen antimikroba, antibiotik, desinfektan, maupun germisida. Faktor-faktor yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap resistensi biofilm adalah penurunan penetrasi dari antimikroba dan ekspresi gen resistensi yang spesifik dimana biofilm terbungkus dalam matriks Extracellular Polymeric Subtances (EPS) yang dihasilkannya sendiri serta memperlihatkan adanya perubahan fenotip dari sel planktonik seperti karakteristik resistensi, hal tersebut membuat sel biofilm sulit untuk dikendalikan (Gunardi, 2010). Menurut Yunus (2000), semakin lama umur sel biofilm semakin sulit untuk dikendalikan. Pada penelitian ini umur biofilm adalah 1, 3, dan 5 hari yang cenderung singkat namun mengalami penurunan sebesar 18%. Hal tersebut mungkin terjadi karena biofilm sulit untuk dikendalikan. Pernyataan ini didukung dengan membandingkan hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Mayasari et al (2013), yang juga menggunakan ekstrak kasar senyawa antimikroba BAL dalam mengendalikan sel biofilm Streptococcus agalactiae pada permukaan sisik ikan nila dan plastik PVC menunjukkan penurunan sebesar 15%. Selain itu, penurunan biofilm E. tarda yang cenderung rendah yaitu 18%, mungkin juga disebabkan oleh waktu kontak ekstrak kasar senyawa antimikroba BAL terhadap biofilm yang cenderung cepat yaitu 1 jam. Sitepu et al (2013), juga melakukan penelitian yang sama yaitu pengendalian biofilm Mycobacterium fortuitum menggunakan ekstrak kasar senyawa antimikroba BAL dengan waktu kontak selama 30 menit dan mengalami penurunan sebesar 13%. Perbedaan waktu kontak yang berbeda juga menghasilkan penurunan jumlah sel biofilm yang berbeda, sehingga dapat dinyatakan bahwa waktu kontak ekstrak kasar senyawa antimikroba dengan permukaan padat tempat penempelan biofilm juga memiliki pengaruh terhadap penurunan jumlah sel biofilm.

BAB 5

Dokumen terkait