• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 GAMBARAN UMUM

4.2.4 Pembentukan Destana

Pembentukan program destana mengacu pada Perka BNPB No 1 Tahun 2012. Kegiatan-kegiatan dalam pembentukan Destana yang dilakukan oleh BPBD Sleman dimulai dari tahap perekrutan peserta, rakornis hingga gladi lapang.

Kegiatan diikuti oleh perwakilan semua unsur masyarakat desa sehingga semuanya dapat terwakili. Kepala Desa Glagaharjo Bapak “ST” menjelaskan bahwa:

“Destana itu ada struktur ketua sekretaris bendahara saksi ini saksi itu macem-macemlah kaitannya dengan itu, terus itu ditindaklanjuti oleh dusun masing-masing, maka ada namanya dusun yang punya forum PRB.” (03/03/2020)

Kepala Seksi Mitigasi BPBD Sleman Bapak “JL” juga memberikan penjelasan tentang pembentukan destana yaitu bahwa:

“untuk pembentukan destana itu yang pertama kita memfasilitasi beberapa pertemuan, nek ndak salah itu kita menfasilitasi 9 kali pertemuan untuk rapat koordinasi pokjanya. Kita minta ke desa untuk menyediakan personil pokjanya itu jumlahnya 30 orang, 30 orang itu nanti diberi SK oleh kepala desa untuk menjadi pokja destana, nah tugasnya adalah mewujudkan semua indikator yang ada disana sesuai Perka No 1 Tahun 2012, salah satu indikatornya 1 harus punya peta risiko, ke-2 harus menyusun RPB desa, karena dengan adanya RPB di desa itu bisa menganggarkan di APBDes, nah salah satu dasar hukum untuk bisa mengeluarkan APBDes mestinya harus ada perdes. Nah itu mereka itu diajak untuk membuat indikator-indikator tersebut, dari BPBD itu memfasilitasi narasumber plus pendamping fasilitatornya yang memfasilitasi mereka untuk mewujudkan semua indikator tersebut. Kegiatan-kegiatan yang ada nanti diakhiri dengan 1 gladi lapang, jadi gladi lapang itu adalah untuk menguji coba rencana kontinjensi yang disusun. Karena rencana kontinjensi ini adalah sebagai guidance pada saat terjadi bencana. Apabila terjadi darurat bencana ya ini sebagai guidancenya apa-apa yang harus dilakukan di dalam rencana kontinjensi akan dilaksanakan menjadi rencana operasi, karena rencana operasi kalau tidak ada guidance rencana kontinjensi, pada saat kondisi darurat panik, nyusun kan ngga mungkin, makanya harus sudah dipersiapkan. Di dalam pertemuan-pertemuan itu kan pokja itu diajak untuk menggali semua potensi yang ada nanti dituangkan ke dalam rencana kontinjensi punya kapasitas apa saja.” (09/03/2020)

Penjelasan tersebut selaras dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sleman, Bapak “HD” bahwa:

“proses pembentukannya kita menyiapkan desa tersebut kita latih, rakornis pertemuan di dalam ruangan selama 7 hari. Tujuh hari kita bentuk tim

siaganya, disana ada ketua, sekretaris, bendahara kemudian bidang-bidang yang dibutuhkan oleh desa tersebut misalnya bidang data informasi, bidang mitigasi, bidang kesehatan, bidang evakuasi, dan keamanan, bidang logistik, bidang dapur umum, bidang rekon. Nah itukan bidang-bidang itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan di desa tersebut. Kemudian mereka kita buat tim kita latih, kita beri peningkatan kapasitas tentang kebencanaan, bagaimana mengkaji kajian risikonya disana kita lihat peta kerentanannya di mana saja, peta kapasitasnya dimana saja, terus kemudian langkah-langkah apa yang dilakukan untuk pengurangan risiko bencana. Jadi kami rakornis itu 7 hari di dalam kelas diberi pembekalan, kemudian membuat rencana kontinjensi untuk penanganan ancaman yang ada di desa. Kemudian nanti dibuat skenario gladinya, ada gladi lapang kita buat skenario sesuai dengan rencana kontinjensi yang telah dibuat. Kita melatih 30 orang aja karena dana terbatas ya. Nanti 30 orang itu terdiri dari pamong desa, ada linmas, kemudian ada karang taruna, ada ibu-ibu pkk, ada kelompok perempuan, kemudian gapoktan atau gabungan kelompok tani itu, ada relawan, 30 orang itu dari beberapa komuninas yang ada, dari semua unsur masyarakat terwakili. Artinya kalau mereka sudah dilatih harapannya mereka bisa mendiseminasikan atau menularkan ilmunya itu kewarga di sekitar. Pada saat gladi itu kami kan melibatkan 200 orang, mereka kita biayai semua 200 orang semua makan kita biayai.” (12/03/2020)

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan tersebut, maka alur pembentukan Destana dapat digambarkan sebagai berikut.

Alur Pembentukan Destana

Gambar 4. 3 Alur Pembentukan Destana Sumber: Data primer diolah, 2020 Berjumlah 30 orang

dari perwakilan

semua unsur

masyarakat yang

diberi SK oleh kepala desa untuk menjadi pokja Destana Perekrutan peserta BPBD Sleman melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat untuk mewujudkan indikator-indikator Destana Rakornis Mencakup 3 kegiatan yaitu gladi ruang, gladi posko dan gladi lapang

Dalam tahapan pembentukan Destana, BPBD Sleman menfasilitasi kurang lebih 9 kali pertemuan dengan 3 tahap pembentukan. Alur pembentukan Destana yang ditunjukkan pada gambar 4.3 dijelaskan dalam uraian berikut ini.

4.2.4.1 Tahap Perekrutan Peserta

Pada tahap pertama dilakukan perekrutan peserta untuk kegiatan pembentukan Destana berjumlah 30 orang yang diberi SK oleh kepala desa untuk menjadi pokja Destana. Peserta yang mengikuti kegiatan tersebut mewakili semua unsur masyarakat diantaranya dari pamong desa, linmas, karang taruna, PKK, kelompok perempuan, gapoktan atau gabungan kelompok tani, relawan dan sebagainya.

4.2.4.2 Tahap Rakornis

Tahap kedua adalah kegiatan rakornis atau rapat koordinasi teknis. Tujuan kegiatan rakornis ini adalah untuk koordinasi penyusunan rencana-rencana penanggulangan bencana di suatu daerah/wilayah serta pengkajian risiko bencana agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan saat pra bencana, pada saat bencana, dan pasca bencana. Kegiatan dilakukan selama 7 hari dimana peserta yang mengikuti kegiatan tersebut akan diberi pembinaan dan pendampingan oleh BPBD Sleman sehingga mereka dapat mewujudkan indikator-indikator Destana. Kegiatan yang dilakukan oleh peserta selama rakornis antara lain pengenalan program penanggulangan bencana dan Destana oleh BPBD Sleman, diskusi kerentanan dan potensi bencana serta kapasitas apa saja yang dimiliki oleh desa/kelurahan, diskusi dan pembuatan peta kerentanan, ancaman dan kapasitas, diskusi penyusunan rencana penangulangan

bencana dan rencana aksi komunitas (RPB dan RAK), pengembangan sistem komunikasi dan penyusunan rencana kontijensi sesuai jenis bencana yang berpotensi mengancam desa/kelurahan tersebut. BPBD Sleman akan memfasilitasi narasumber dan fasilitator untuk memberikan pemahaman tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam hal kebencanaan.

4.2.4.3 Tahap Gladi

Dari seluruh rangkaian kegiatan rakornis selama 7 kali pertemuan tersebut, kegiatan akan diakhiri dengan gladi. Kegiatan Gladi Ruang (TTX/Table Top Exercise) merupakan latihan di dalam ruangan dengan tujuan untuk menguji kemampuan setiap bidang operasi dan peran para pihak dalam kedaruratan yang didasarkan pada rencana kontinjensi. Kegiatan Gladi Posko (Command Post Exercise) adalah kegiatan yang diikuti oleh setiap unsur pemangku kepentingan yang terlibat dalam rencana kontinjensi sesuai bidang operasi masing-masing. Gladi posko bertujuan untuk memastikan setiap peserta mengetahui/memahami peran masing-masing dan bagaimana mekanisme dan tata cara koordinasi antar instansi/lembaga maupun antar bidang operasi. Kegiatan gladi yang terakhir adalah Gladi Lapang (Field Training Exercise) yang bertujuan untuk menguji/evaluasi perencanan bidang operasi dan menguji coba rencana kontinjensi dan rencana evakuasi yang telah disusun sehingga masyarakat akan memahami bagaimana praktik penanganan bencana dan peran mereka saat keadaan darurat bencana. Pada kegiatan gladi lapang ini melibatkan warga

masyarakat sebanyak 200 peserta yang secara keseluruhan kegiatan tersebut didanai oleh BPBD Sleman.

Dokumen terkait