• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Konsep

2.3.4 Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat didedikasikan untuk menjadi wadah pemberdayaan masyarakat. Harapan yang ingin dicapai tentu saja agar masyarakat tak lagi sekedar menjadi objek tetapi juga berperan sebagai subjek pembangunan. Dalam penelitian ini Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dapat memberdayakan masyarakatnya melalui pengelolaan parkir diwilayahnya, dimana pemberdayaan masyarakat merupakan konsep penting dalam penelitian ini.

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang berarti “pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga “mempunyai kuasa”.Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan

keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang relative terus berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan. (Isbandi, 2000)

Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memendirikan masyarakat.

Dalam konsep perberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka dalam Mardikanto (2012:51) manusia adalah subjek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.

Sedangkan menurut Sumodiningrat dalam Mardikanto (2012:52), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.

Implementasi pemberdayaan sesungguhnya merupakan upaya holistik yang menyangkut semua aspek kehidupan yang ada dan yang terjadi di masyarakat. Untuk memudahkan dalam pemahaman dan implementasinya,

pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kegiatan / aktivitas atau potensi yang perlu dikembangkan dalam masyarakat. Berdasarkan fokus ini menurut Anwas (2013:115) maka pemberdayaan dapat diimplementasikan dengan fokus sebagai berikut :

1. Pemberdayaan sektor pendidikan

Pendidikan merupakan sektor penting dalam mengubah perilaku kearah yang lebih baik. Perilaku masyarakat menurut Benyamin Bloom (dalam Anwas 2013:115) dapat dikategorikan dalam tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang dimanifestasikan dalam perilaku manusia.Pemberdayaan hakikatnya adalah mengubah perilaku masyarakat. Mengubah perilaku ini dimulai dari mengubah cara berpikir (mind set) dari pengetahuan dan pemahamannya, selanjutnya diharapkan memiliki sikap yang positif untuk berubah, selanjutnya diwujudkan dalam perilaku nyata sebagai bentuk usaha untuk mengubah perilaku kearah yang lebih baik. Perubahan perilaku ini diarahkan ke arah yang lebih baik menuju pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan. Pemberdayaan sektor pendidikan memiliki 4 tingkat yaitu: pendidikan tingkat anak-anak, pendidikan tingkat remaja, pendidikan tingkat dewasa, dan pendidikan tingkat lansia.

2. Pemberdayaan sektor kesehatan

Menciptakan masyarakat yang sehat, bukan tanggung jawab pemerintah saja. Kesehatan merupakan tanggung jawab semua individu dan masyarakat.Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat tentang kesehatan

sesungguhnya disebabkaan oleh kebiasaan diri yang kurang bisa menjaga kesehatan diri dan lingkungannya. Penanganan masalah kesehatan dengan cara pengobatan merupakan upaya setelah terjadi. Jika setelah diobati, pertanyaan selanjutnya apakah penyakit tersebut akan kambuh kembali atau menajdi menular kepada anggota keluarga dan amsyarakat lainnya. Penanganan kesehatan yang paling tepat adalah upaya pencegahan melalui kegiatan pemberdayaan smayarakat. Potensi yang ada dalam masyarakat dioptimalkan agar mereka tidak terserang berbaagai jenis penyait dan hidup sehat serta bahagia.

Menjaga kesehatan diri, keluarga, dan dirinya adalah sangat bergantung pada diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dalam sektor kesehatan harus dimulai dari membangun kesadaran untuk mengubah kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan.

Penyebab masalah kesehatan tersebut selanjutnya diupayakan melalui berbagai kegiatan. Dimulai dengan membangun kesadaran akan pentingnya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Upaya memberikan penyadaran ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai cara. Penyadaran dalam lingkup nasional atau wilayah yang luas dapat memanfaatkan media masa baik cetak maupun elektronik. Penyadaran juga dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat.

Tahapan selanjutnya dalam pemberdayaan kesehatan dapat diberikan apresiasi atau reward kepada anggota masyarakat yang dinilai menonjol dalam menunjukan keberdayaannya disektor kesehatan. Menurut Suyono dalam

Anwas(2013:123), tahapan reward dalam pemberdayaan penting dilakukan sekalipun prestasinya masih sederhana guna memberikan motivasi kepada dirinya dan juga anggota masyarakat yang lain. Pada akhirnya diharapkan tahapan pemberdayaan sektor kesehatan ini menjadi sebuah budaya hidup sehat dalam keluarga dan masyarakat. Dengan sehat, berbagai aktivitas dapat dilakukan termasuk kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan meraih kesejahteraan. 3. Pemberdayaan sektor usaha kecil

Pemberdayaan usaha kecil tidak hanya dilakukan terhadap masyarakat yang telah memiliki usaha. Pemberdayaan dalam aspek ini justru yang utama adalah bagaimana masyarakat didorong untuk mampu mengambangkan berbagai usahanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.Menurut Freire dalam Anwas(2013:125), dengan teori penyadaran menjelaskan bahwa pada setiap individu sesungguhnya terhadap potensi untuk berkembang dengan demikian seseungguhnya dalam setiap anggota masyarakat memiliki potensi untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pendapatannya. Dalam hal ini agen pemberdayaan ditutuntut memiliki dan menerapkan kompetensi untuk analisis kebutuhan dan potensi sasaran. Selanjutnya agen pemberdayaan dituntut untuk menanamkan jiwa kewirausahaan.

Pemberdayaan usaha kecil yang utama adalah bagaimana membangun SDM yang tangguh. Mereka perlu dibina mulai dari proses produksi hingga pasca produksi yang benar dan efisien. Mereka perlu didorong untuk menciptakan berbagai inovasi produknya yang memiliki daya saing. Kemampuan mendorong

berpikir dan berperilaku inovatif sangat diperlukan. Keterampilan dan kemampuan lainnnya yang sangat diperlukan oleh pelaku usaha kecil adalah aspek managerial, pengelolaan keuangan, pemasaran, kerjasama yang saling menguntungkan. Pengusaha kecil juga perlu mendapatkan pencerahan tentang perbankan, sehingga mereka bisa mengakses penambahan modal usaha. Untuk itu diperlukan kegiatan pelatihan dan pendampingan secara kontinyu. Tenaga instruktur dapat melibatkan instansi terkait di pemerintahan, dunia usaha, atau masyarakat diwilayah tersebut yang memiliki pengalaman relevan dengan usaha kecil tersebut.

Pemberdayaan usaha kecil diarahkan agar menjadikan pelaku usaha mampu meningkatkan wawasan dan kemampuannya, sehingga meninggalkan kebiasaan menjadi budaya baru dalam berbisnis yang menguntungkan. Upaya mengubah perilaku ini diperlukan proses, oleh karena itu diperlukan upaya pendampingan secara kontinyu. Agen pemberdayaan perlu memiliki kompetisi dalam melakukan pendampingan, merintis kerja sama dengan pihak terkait, serta menanamkan jiwa kewirausahaan. Dengan demikian diharapkan pelaku usaha kecil memiliki kemampuan yang kompetitif, mampu bersaing, dan mandiri, sehingga pendapatannya bisa meningkat dan kesejahteraanya secara bertahap dapat meningkat pula.

4. Pemberdayaan sektor pertanian

Pemberdayaan petani diarahkan dari mulai proses produksi, pemeliharaan, panen, pasca panen, serta pemasaran. Pemberdayaan petani ini diarahkan pada

usaha pertanian. Usaha pertanian adalah suatu industri biologis yang memanfaatkan materi dalam proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem mulai dari subsistem praproduksi, produksi, panen, dna pasca panen serta distribusi dan pemasaran. Bentuk pemberdayaan bisa dilakukan melalui berbagai metode, sesuai dengan permasalahan dan potensi klien, berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Metode pemberdayaan tersebut misalnya : kursus tani, pelatihan, demonstrasi hasil inovasi pertanian, atau kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

5. Pemberdayaan berbasis potensi wilayah

Kebutuhan dan potensi yang ada di masyarakat menjadi pertimbangan utama dalam kegiatan pemberdayaan. Potensi yang ada di masyarakat untuk bisa diberdayakan terdiri dari potensi yang dimiliki individu, potensi kelompok, dan juga potensi yang dimiliki oleh alam, sosial, dan budaya yang ada disekitar wilayah tempat tinggal mereka.Setiap individu memiliki kebutuhan dan potensi berbeda. Potensi individu yang dikembangkan cenderung beragam lain halnya dengan potensi wilayah yang memiliki kesamaan bagi individu yang ada di wilayah tersebut.

Pemberdayaan didasarkan pada potensi wilayah (alam, sosial, budaya) sekitar masyarakat. Jika daerah memiliki potensi alam atau sumber daya alam yang baik untuk dikembangkan, maka kegiatan pemberdayaan mengacu pada potensi tersebut. Begitu pula potensi lingkungan sosial dan budaya dapat

dikembangkan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan usaha memanfaatkan sumber daya alam, sosial, dan budaya yang dimiliki menjadi awal yang baik untuk mendorong masyarakat aktif dalam pembangunan. Menggali potensi tersebut pada tahap ini perlu mempertimbangkan budaya dan kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Dengan cara ini pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah dilakukan dan dapat diterima oleh masyarakat. Di sisi lain budaya dan kearifan lokal akan tetap lestari.

6. Pemberdayaan Daerah Bencana

Secara geografis wilayah Indonesia berada di antara lempengan besar Indo-Australia dan Eurasia. Indonesia juga terletak di antara sabuk pegunungan aktif Pasifik dan pegunungan Mediterani dan di antara dua samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Pasifik.Letak geografis tersebut secara alamiah menyebabkan sering terjadi fenomena alam yang berpotensi menimbulkan gempa tektonik, gempa vulkanik, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir, dan bentuk-bentuk fenomena alam lainnya. Fenomena alam tersebut dapat mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi, sehingga disebut bencana alam.

Pemberdayaan masyarakat di daerah bencana diarahkan pada upaya meningkatkan kemampuan masyarakat baik sebelum bencana (pra), pada saat bencana terjadi (doing), dan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana terjadi (pasca). Pemberdayaa sebelum bencana merupakan upaya penyadaran kepada individu dan masyarakat akan bahaya bencana. Bencana alam dapat terjadi kapanpun. Yang sangat perlu ditumbuhkan kesadaran kritis dari individu dan

masyarakat terhadap bahaya bencana, serta kesadaran bahwa pada diri setiap manusia memiliki potensi meminimalisir resiko bencana.

7. Pemberdayaan Kaum Disabilitas

Disibalitas (disability) merupakan istilah atau payung generik bagi individu keterbatasan, gangguan dalam beraktivitas tertentu. Keterbatasan tersebut baik pada fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi keterbatasan tersebut. Secara umum keterbatasan tersebut dapat digolongkan menjadi : keterbatasan dalam melihat (tuna netra), keterbatasan dalam mendengar (tuna rungu), keterbatasan tubuh (tuna daksa), dan keterbatasan dalam daya tangkap (tuna grahita), serta penderita keterbatasan lebih dari satu (tuna ganda).

Penanganan penyandang disabilitas saat ini masih terkesan diskriminatif dan cenderung bersifat belas kasihan (charity). Penanganan disabilitas seharusnya menggunakan pendekatan human right, dimana hak-hak dan potensi mereka sebagai individu mendapat tempat yang sama dengan lainnya. Penyandang disabilitas merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan sebagai subyek pembangunan. Dengan demikian pendekatan dalam kaum disabilitas adalah melalui pemberdayaan sesuai dengan potensi, minat, bakat dan kebutuhannya.

Dalam pengembangan potensi / bakat penyandang disabilitas, perlu dimulai dengan analisis kebutuhan, potensi / bakat, minat yang dimiliki masing-masing individu. Hasil analisis ini akan menjadi acuan bentuk dan jenis pelatihan

apa yang cocok untuk penyandang disabilitas tersebut. Secara umum penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang bisa dioptimalkan. Kemampuan dan keterampilan tersebut dapat dilatih secara bertahap dan bekesinambungan kepada penyandang disabilitas. Tujuan pendidikan dan pelatihan ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan akibat kelainan yang diderita serta menumbuhkan kemandirian untuk hidup dimasyarakat.

8. Pemberdayaan Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan alam, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Undang-undang No. 47 Tahun 2007, menegaskan bahwa setiap perusahaan yang mengelola sumber daya alam memiliki kewajiban menyisihkan dari sebagian keuntungannya untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat disekitarnya.

CSR hendaknya dilakukan dalam bentuk pemberdayaan. Potensi dan kebutuhan yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat yang perlu dibangun dan diberdayakan. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mau dan mampu membangun dirinya, meningkatkan kualitas kehidupannya kearah yang lebih baik. CSR harus diarahkan untuk menggali potensi-potensi yang ada di masyarakat untuk dikembangkan. Potensi tersebut bisa dari sumber daya manusia, potensi sumber daya alam, potensi budaya, dan juga potensi sosial kemasyarakatan. Potensi tersebut selanjutnya dibina melalui berbagai kegiatan yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya kualitas lingkungan dan

masyarakat bisa meningkat, meningkatkan kemandirian, dan pada akhirnya kesejahteraannya juga meningkat.

Sasaran utama CSR diarahkan untuk membangun sumber daya manusia. Mengubah perilaku masyarakat kearah yang lebih baik. Membangun sarana fisik dalam masyarakat dapat dilakukan bersama-sama membangun SDMnya.

9. Pemberdayaan Perempuan

Masih terbatasnya peran perempuan ini menurut Suyono dalam Anwas (2013:150) terkait dengan kemiskinan dalam keluarga-keluarga di Indonesia. Realitas dalam masyarakat atau keluarga miskin biasanya sumber penghasilan keluarga mengandalkan suami.Peran istri terbatas mengurus anak atau rumah tangga di rumah.Padahal keluarga kurang beruntung itu umumnya berpendidikan rendah, keterampilannya juga rendah.Kondisi ini semakin tidak berdaya akibat mereka tidak memiliki modal usaha apalagi jaringan (networking) untuk mengembangkan usaha ekonomi keluarganya.Untuk mendongkrak keterpurukan keluarga-keluarga seperti ini sangat perlu peran serta perempuan. Para istri dari keluarga miskin perlu diberdayakan untuk membantu suaminya dalam mencari nafkah di keluarganya.

Diperlukan langkah-langkah lebih positif dengan langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunity) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita dalam Mardikanto, 2012:53). Dengan demikian, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat,

tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.

Subejo dan Narimo dalam Mardikanto (2012:12) mengemukakan bahwa, terminologi masyarakat kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development), yaitu proses dimana usaha-usaha orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat, menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan memungkinkan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Raharjo dalam Mardikanto, 2012)

Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, Mardikanto (2012:113) menambahkan pentingnya bina kelembagaan :Bina Manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini, dilandasi oleh pamahaman bahwa tujuan pembangunan adalah untuk perbaikan mutu hidup / kesejahteraan manusia. Disamping itu, manusia menempati unsur yang unik sebab, selain sebagai salah satu sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku atau pengelola manajemen itu sendiri. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah keberdayaan (kemampuan dan perbaikan posisi-tawar) masyarakat.

Bina Usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan, sebab, bina manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan

kesejahteraan tidak akan laku, dan bahkan menambahkan kekecewaan. Sebaliknya hanya bina manusia yang mampu (dalam waktu dekat / cepat) memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan kesejahteraan yang akan laku atau memperoleh dukungan dalm bentuk pertisipasi masyarakat.

Bina Lingkungan dinilai penting, karena pelestarian lingkungan (fisik) akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan investasi maupun operasi (utamanya yang terkait dengan tersedianya bahan baku). Pengertian lingkungan tidak hanya lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tetapi, dalam praktek perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan kehidupan.

Bina Kelembagaan dinilai sangat penting. Karena tersedianya dan efektifitas kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bina manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Hayami dan Kikuchi dalam Mardikanto (2012:116) mengartikan kelembagaan sebagai suatu perangkat umum yang ditaati oleh anggota suatu komunitas (masyarakat). Bina kelembagaan tidak cukup dengan pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan, tetapi jauh lebih penting dari pembentukannya, adalah seberapa jauh kelembagaan yang telah dibentuk itu telah berfungsi secara efektif.

Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat dengan memberikan motivasi, sarana, dan prasarana yang terkait dengan potensi kemampuan yang individu miliki, memberikan atau membuka

potensi kemampuan yang individu miliki menjadi tidak hanya berpotensi tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan tersebut.

Dokumen terkait