PT Rekayasa Industri (REKIND) merupakan salah satu perusahaan milik negara (BUMN). Didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 12 Agustus 1981, untuk mengembangkan kemampuan nasional ke tingkat dunia didalam bidang rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji-coba operasi (EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia. Sejak berdiri pada tahun 1981, PT REKIND telah mengimplementasikan berbagai kegiatan pengembangan masyarakat. Implementasi CSR dilakukan oleh PT REKIND tak lama setelah Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diberlakukan, yaitu dengan membuat Departemen CSR yang berada pada Divisi Legal and Corporate Communications dibawah Corporate Stategy Unit. Departemen CSR memiliki visi dalam menjalankan tugasnya, yaitu untuk menjadi Perusahaan EPCC (Engineering Procurement Construction Commisioning) termaju yang bertanggung jawab secara sosial di Indonesia. Selain itu, implementasi CSR PT REKIND pun dipengaruhi oleh Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL), sehingga bidang-bidang CSR yang diprioritaskan oleh CSR PT REKIND sama dengan bidang-bidang dalam PKBL yaitu bidang pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, bencana alam, kegiatan sosial, lingkungan hidup, pengembangan usaha kecil dan konversi.
Sebagai sebuah perusahaan EPCC yang selalu berhubungan dengan banyak pihak, PT REKIND harus membangun hubungan yang baik dengan stakeholders di setiap tempat menjalankan proyeknya. Upaya membangun hubungan baik ini salah satunya dengan mengimplementasikan CSR. Implementasi CSR PT REKIND dilaksanakan di Head Office dan di setiap lokasi proyek dengan berbagai macam program sesuai kebutuhan di wilayah tersebut. PT REKIND memiliki dua pandangan terhadap CSR, yaitu sebagai upaya memenuhi kewajiban (compliance) dan karena adanya dorongan tulus dari dalam (internal driven). PT REKIND memandang CSR tidak sekedar diimplementasikan karena
menghormati peraturan yang ada, tetapi telah menempatkan CSR sebagai bagian dari Tata Nilai Budaya perusahaan dan business process perusahaan.
Implementasi CSR yang dilakukan oleh PT REKIND apabila dikaitkan dengan teori menurut Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (2006), adalah model atau pola CSR dengan keterlibatan langsung perusahaan. Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Hal ini dapat dilihat dari scope pekerjaan Departemen CSR yang meliputi kegiatan assestment, program designing, implementation, post implementation evaluation and documentation.
Menurut Wibisono (2007), CSR memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu tahap perencanaan, implementasi, evaluasi dan pelaporan. PT REKIND melalui keempat tahapan tersebut dalam mengimplementasikan CSR. Pada tahap perencanaan PT REKIND telah memiliki kesadaran untuk mengimplementasikan CSR dalam menjalankan usahanya, memiliki kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan CSR, membentuk Departemen CSR dan memiliki pedoman untuk mengimplementasikan CSR secara efektif dan efisian. Pada tahap pelaksanaan PT REKIND selalu melakukan survey sebelum menetapkan program CSR apa yang akan dijalankan, survey dilakukan dengan atau tanpa melibatkan masyarakat. Setelah survey akan dilakukan perencanaan program dengan melibatkan masyarakat, selanjutnya sosialisasi program, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Tahap evaluasi dilakukan setiap bulan dan setelah selesai melaksanakan program CSR di lokasi proyek dan akhir tahun dalam Annual Report. Pelaporan dilakukan setelah pelaksanaan program CSR di lokasi proyek, setiap tahun dengan membuat Annual Report, serta mengkomunikasikan program melalui Bulletin, DVD audio visual, news, company profile, rekind updates, dl
Pada tahun 2006 hingga tahun 2008 PT REKIND mendapatkan proyek untuk membangun tangki kilang minyak di Kelurahan Lomanis, Cilacap. Selama menjalankan proyek tersebut PT REKIND mengimplementasikan CSR di wilayah tersebut, program yang dijalankan di wilayah tersebut yaitu pemberian bantuan 7
(tujuh) buah gerobak sampah, pemberian bibit Rosella, pembuatan kolam untuk budidaya belut, penyelesaian pembangunan pos ronda, penyelesaian pembangunan mushola, pemberian bantuan sumur dan pompa, serta Gebyar REKIND.
Dalam implementasi program CSR di Kelurahan Lomanis, mayoritas masyarakat hanya dilibatkan pada tahap pelaksanaan program saja. Sedangkan pada tahap perencanaan, PT REKIND hanya melibatkan beberapa pihak saja, yaitu pihak kelurahan, PKK kelurahan dan beberapa tokoh masyarakat. Menurut ibu AF, pada saat musyawarah PT REKIND sudah melakukan survey dan menetapkan program apa saja yang akan dijalankan sehingga dia hanya mengikuti saja apa yang sudah diputuskan (sosialisasi program). Karena menurut kebijaksanaan yang ada, Departemen CSR dapat melakukan survey dengan dan atau tanpa masyarakat. Pada tahap evaluasi maupun pelaporan juga dilakukan oleh staf CSR PT REKIND. Akan tetapi sebenarnya masyarakat juga diperkenankan untuk melakukan suatu monitoring dan evaluasi mengenai pelaksanaan program CSR di kelurahan Lomanis, hanya saja tidak diwajibkan. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengajukan pendapat mereka mengenai program CSR sebagai masukan dan perbaikan pelaksaan program. Partisipasi masyarakat tersebut menurut Arstein (1967) berada pada tingkatan partsipasi ke lima dari delapan tingkat, yaitu tingkat Placation. Pada tingkatan ini masyarakat dapat memberikan saran kepada PT REKIND, tetapi kewenangan menentukan tetap ada pada PT REKIND karena harus mengikuti prosedur dan kebijakan perusahaan.
Implementasi CSR yang dilakukan PT REKIND di Kelurahan Lomanis masih sebatas pemberian dari korporasi atau karitas. Program tersebut hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sesaat saja dan belum memberdayakan masyarakat secara penuh agar tercipta keberlanjutan program. Namun, implementasi CSR tersebut memiliki dampak terhadap citra perusahaan, karena telah membuat citra perusahaan di mata masyarakat menjadi sangat baik, meskipun tidak semua masyarakat mengenal PT REKIND, tapi mereka menganggap PT REKIND adalah perusahaan yang baik kepada masyarakat karena memberi bantuan kepada mereka.
Program CSR PT REKIND yang dilakukan di Kelurahan Lomanis tidak semua memberikan dampak terhadap program berkelanjutan di masyarakat, hanya program bantuan penyelesaian pos ronda dan pemberian gerobak saja yang memiliki dampak. Dampak program berkelanjutan dapat dilihat dari empat aspek, yaitu partisipasi, kinerja, kemandirian dan tata kelola.
Program penyelesaian pos ronda membantu membuat tradisi ronda malam masyarakat menjadi lebih baik dalam hal partisipasi warga dan kinerja warga dalam melakukan ronda, sehingga kemandirian warga dalam menjaga keamanan menjadi lebih baik lagi serta dapat membangun tata kelola dalam hal melakukan ronda menjadi semakin baik juga. Sementara itu, program pemberian bantuan gerobak sampah membantu membuat masyarakat memiliki kebiasaan dan aturan baru dalam hal membuang sampah rumah tangga. Dahulu sebelum program masyarakat harus membuang sampah sendiri-sendiri ke tempat pengolahan sampah dan tidak ada upaya bersama-sama mengumpulkan iuran untuk petugas pengumpul sampah, namun saat ini setelah memiliki gerobak masyarakat cukup menyimpan sampah didepan rumah dan akan diambil dua kali seminggu oleh petugas pengumpul sampah, serta masyarakat bersama-sama mengumpulkan iuran untuk petugas tersebut. Hal ini menyebabkan kemandirian masyarakat menjadi lebih baik dalam mengelola sampah rumah tangga, meningkatkan kinerja pengelola tempat pembuangan dan meningkatkan juga tata kelola dalam tempat pembuangan sampah.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pendekatan dan implementasi CSR yang dilakukan oleh PT REKIND dalam memberdayakan masyarakat masih sebatas pada tahap pelaksanaan program saja dan pada tingkat partisipasi Placation. Masyarakat dapat memberikan sarannya namun kewenangan memberikan keputusan masih dimiliki perusahaan sepenuhnya. Partisipasi masyarakat tersebut masih semu dan belum dapat dikatakan program yang berbasiskan pengembangan masyarakat. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pengembangan masyarakat menurut Ife (2002), yaitu prinsip pemberdayaan. Pemberdayaan mempunyai makna membangkitkan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan mereka untuk
meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka. Sedangkan pada kasus program CSR PT REKIND di Kelurahan Lomanis belum memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakatnya untuk menentukan sendiri arah program menurut kebutuhan dan kemampuannya.
Bukti belum dapat dikatakan program yang berbasiskan pada prinsip pengembangan masyarakat juga dapat dilihat dari dampak yang terjadi pada masyarakat. Dari berbagai program yang dilaksanakan, hanya dua program saja yang berdampak pada terciptanya program berkelanjutan di masyarakat, sedangkan sisanya tidak berdampak karena kurangnya upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dan hanya sekedar pemberian korporasi saja. Sedangkan umumnya program yang telah berbasiskan pengembangan masyarakat akan terjaga keberlanjutannya dan dapat berdampak pada terciptanya program berkelanjutan di masyarakat.