• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN ASURANSI KECELAKAAN DIRI OLEH PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE

Berisikan permasalahan khusus dalam penulisan skripsi ini yaitu menganai pemberian asuransi kecelakaan diri. Kemudian akan

dipaparkan mengenai hak tertanggung yang melakukan peristiwa tabrakan dan tidak dapatnya hak tersebut diberikan serta memaparkan upaya yang dapat dilakukan jika perusahaan asuransi melakukan wanprestasi.

BAB V : PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran-saran yang ditarik berdasarkan hasil analisa data, dimana berdasarkan kesimpulan ini kemudian diberikan saran-saran yang dianggap dapat memberikan masukan untuk semua pihak, minimal dapat memperluas wacan dan wawasan berpikir pembaca.

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri dengan masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penulisan ini. Melihat fenomena perkembangan asuransi yang begitu pesat, Mengingat banyak kasus yang terjadi saat ini dimana pelaku dari kecelakaan ditolak klaim asuransinya. Untuk membuktikan keaslian dari skripsi ini, dilakukan penelusuran baik judul atau isinya saya lakukan riset di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, belum pernah ada penulisan mengenai “Tinjauan Yuridis Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan”. Jika ada kesamaan, hal itu pastilah dilakukan dengan tidak sengaja dan tentunya dilakukan dengan pendekatan masalah yang berbeda, seperti :

1. Judul skripsi “Aspek Hukum Pembayaran Ganti kepada Korban Kecelakaan Penumpang dan Kecelakaan Lalu Lintas oleh PT. (PERSERO) Asuransi Jasa Raharja” ditulis oleh Tedi Amat NIM 860200128 Fakultas Hukum USU.

2. Judul skripsi “Prosedur Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Kecelakaan pada P. Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967” ditulis oleh Fitriani Efalina NIM 920200060 Fakultas Hukum USU.

3. Judul skrpsi “Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Kecelakaan Diri (personal accident) Bagi Pelajar di Kotamadya Medan (Studi pada PT. Jasaraharja Putera Cabang Medan)

Dari penelusuran tersebut dapat dikatakan bahwa skripsi ini asli karya ilmiah saya yang ditulis sendiri. Penulisan ini juga dilengkapi adanya kutipan-kutipan dari beberapa sumber yang disebutkan di atas dengan tidak bermaksud untuk mengurangi manfaat, tujuan, dan keaslian dari penulisan ini.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari risiko, baik menyangkut jiwa maupun harta benda. Munculnya risiko mengenai bentuk dan kapan risiko itu terjadi tidak dapat diduga sebelumnya. Terhadap risiko yang muncul seseorang bisa menghindari, menghadapi, mengalihkan maupun membaginya terhadap orang atau lembaga lain. Konsep pengalihan risiko (risk transfering) dan pembagian risiko (risk sharing) inilah yang melahirkan lembaga pertanggungan, atau yang lebih dikenal dengan asuransi. Dalam konteks Indonesia, mengenai lembaga pertanggungan (asuransi) sudah diatur sejak sebelum kemerdekaan, yaitu dalam Burgerlijke Wetboek (BW) atau lebih kita kenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kemudian secara khusus mengenai pertanggungan, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).12

Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance.13 Asuransi berasal dari bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance” yang berarti tanggungan.14

12

Khotibul Umam, Memahami dan Memilih Produk Asuransi, (Yogyakarta; Pustaka Yustisia, 2011) Hal 1

13

J.C.T. Simorangkir, Rudy Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009) Hal 182

14

I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum : Inggris-Indonesia (Jakarta; Sinar Grafika, 2006), Hal 75.

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa belanda disebut

Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law,

sedangkan dalam praktek-praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi (Asurantie).

Ada dua pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu perististiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.15

Menurut Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian Dalam perjanjian asuransi terdapat dua pihak yang mana pihak pertama sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak kedua atau pihak lainnya akan mendapat penggantian suatu kerugian yang bisa saja akan diderita akibat adanya suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum dapat ditentukan kapan terjadinya. Pihak kedua atau pihak yang ditanggung tersebut wajib membayar sejumlah uang kepada pihak pertama. Uang akan tetap menjadi milik penanggung apabila dikemudian hari ternyata kejadian yang dimaksud itu terjadi.

untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung ruginya salah satu pihak.16

Akan tetapi pengaturan yang memasukkan asuransi ke dalam kategori perjanjian untung-untungan dirasa kurang tepat, karena dalam suatu perjanjian untung-untungan pihak-pihak secara sadar dan sengaja melakukan atau menjalani suatu kesempatan untung-untungan dimana prestasi timbal balik tidak seimbang, sedangkan dalam asuransi hal tersebut tidak ada. Namun demikian ada juga sarjana yang mengatakan bahwa pengaturan tersebut sudah sesuai. Hal ini Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup (liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).

16

dikarenakan pembayaran uang asuransi selalu digantungkan kepada peristiwa yang tidak pasti (onzekker voorval), dengan terjadinya hal tersebut itu maka dibayar uang asuransi.

Hanya saja dengan perkembangan asuransi saat ini walaupun tidak terjadi

onzekker voorval, pihak penanggung wajib membayar uang asuransi sesuai dengan persetujuan atau kesepakatan mereka yang telah dituangkan ke dalam perjanjian. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya kebebasan berkontrak para pihak yang dianut dalam hukum perdata, maka dari itu asuransi tersebut sudah mengandung unsur menabung (saving) dimana tertanggung memperoleh kembali premi yang sudah dibayarnya dengan persetujuan yang mereka lakukan baik sebagai penanggung maupun sebagai tertanggung.

Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.17

Pengaturan asuransi yang umum dan luas terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu

17 Abbas Salim,

persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diterima olehnya karena kejadian yang tidak pasti.18

Berdasarkan defini tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut :19

1. Pihak-pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Pemegang wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantiann jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan. 2. Status pihak-pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan.

3. Obyek asuransi

Obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.

18

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2006) Hal 8.

19

Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

4. Peristiwa asuransi

Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

5. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Apabila terjadi evenement yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi sedangkan apabila tidak terjadi evenement premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.

Selain dari pengertian-pengertian asuransi yang telah diuraikan di atas, dapat juga dilihat rumusan asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Pasal 1 angka (1) disebutkan “asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatakan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Menurut Abdul Muis, bahwa definisi pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut memberikan definisi asuransi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pasal 246 KUHD, dimana dari definisi di atas tercakup di dalamnya unsur-unsur yang lebih dikembangkan lagi seperti penegasan asuransi itu adalh perjanjian antara dua pihak atau lebih, dan lebih diuraikan tentang jenis-jenis kerugian serta ditegaskan adanya asuransi kerugian dan asuransi jiwa.20

Untuk memahami lebih lanjut Abdulkadir Muhammad membuat perbandingan antara rumusan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD :21

1. Definisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”. Asuransi jiwa dibuktikan oleh kalimat “memberikan pembayaran yang

20

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, (Medan; Fakultas Hukum USU, 2005) Hal 4.

21 Abdulkadir Muhammad,

didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”, bagian ini tidak ada dalam Pasal 246 KUHD.

2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini terdapat dalam bagian kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”, bagian ini tidak terdapat dalam pasal 246 KUHD.

3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi obek asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang an jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi pasal 246 KUHD.

4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenement berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak terdapat dalam Pasal 246 KUHD.

Dasar hukum asuransi banyak tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan. Pengaturan mengenai asuransi ini sangat penting karena menjadi suatu dasar pelaksanaan usaha asuransi di Indonesia. Berikut beberpa pengaturan mengenai asuransi :

1. Pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) terdapat dua cara pengaturan mengenai hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab IX dan pengaturan yang bersifat khusus terdapat

dalam Buku I Bab X, Buku II Bab IX dan X.Rincian isi bab-bab tersebut adalah sebagai berikut :22

a. Buku I titel IX (sembilan) : mengatur tentang asuransi pada umumnya, b. Buku I titel X (sepuluh) ini dibagi dalam bebearapa bagian yaitu :

1) Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran diatur dalam pasal 287-298 KUHD;

2) Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah di atur dalam pasal 299-301 KUHD;

3) Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa diatur dalam pasal 302-308 KUHD.

c. Buku II titel IX (sembilan) : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Diatur dalam pasal 592-685 KUHD, d. Buku II titel IX (sembilan) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :

1) Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi;

2) Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan;

3) Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya;

4) Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung;

5) Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen;

22 Djoko Prakoso,) Hal 5-6.

6) Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.

e. Buku II titel X (sepuluh) : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan pedalaman diatur dalam pasal 689-695 KUHD.

f. Buku I titel X (sepuluh) dan buku II titel X (sepuluh) pengaturannya bersifat secara ringkas saja, tidak seperti yang diatur dalam buku I titel IX (sembilan) yang pengaturannya cukup luas.

Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) meliputi substansi sebagai berikut :23

a. Asas-asas asuransi; b. Perjanjian asuransi; c. Unsur-unsur asuransi;

d. Syarat-syarat (klaususula) asuransi e. Jenis-jenis asuransi.

2. Pengaturan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 Tanggal 11 Februari 1992,

23 Abdulkadir Muhammad,

mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi pidana dan administratif.24

Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undangn perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.25

B. Fungsi dan Tujuan Asuransi

Manusia di dalam hidupnya pasti akan menemui atau menghadapi risiko. Risiko tersebut bisa terjadi pada dirinya maupun benda yang dimilikinya. Risiko yang terjadi terhadap suatu benda tentu akan berkurangnya atau hilangnya nilai benda tersebut. Oleh sebab itu banyak cara yang dilakukan manusia untuk mengatasi risiko tersebut agar berkurangnya nilai dari benda yang dimilikinya dapat dicegah.

Menurut Sri Rejeki Hartono, asuransi atau pertanggungan adalah suatu guna menanggulangi adanya risiko.26

24

Ibid, Hal 19.

25

Ibid.

26 Sri Rejeki Hartono,

Op.Cit., Hal 13.

Dari pengertian tersebut berarti bahwa secara luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko. Pertanggungan mempunyai tujuan yang utama yaitu mengalihkan risiko yang ditimbulkan

peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian.

Menurut Gunanto “risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau sebahagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan karena suatu kejadian di luar kuasa manusia, kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain”. Sedangkan risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian financial atau kemungkinan terjadinya kerugian.27

Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam, ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai risiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi, akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misal risiko kecelakaan, kematian, kerugian material dikarenakan gempa, banjir atau bencana alam lainnya (acts of Gods). Tak seoragpun mengetahui secara pasti kapan risiko itu akan terjadi.28

1. Pengalihan Risiko

Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tujuan asuransi adalah sebagai berikut :

Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya akan mempengaruhi perjalanan hidu seseorang atau ahli

27

Bagus Irawan, Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, (Bandung; Alumni, 2007) Hal 105.

28 Kun Wahyu Wardana,

warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Asuransi sebagai alat pengalihan risiko artinya asuransi dapat dipakai sebagai salah satu wahana unik mengadakan pengalihan risiko, dimana risiko pihak yag satu (tertanggung) dialihkan kepada pihak lain (penanggung) yang peralihannya dilakukan dengan suatu perjanjian.29

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil-alih beban risiko (ancaman bahaya) dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaannya atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penangguang) sejak itu pula risiko beralih keada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.30

2. Pembayaran Ganti kerugian

Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh

29

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., Hal 12.

30

terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian.

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance), tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian, asuransi ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi ini bertujuan melindu ngi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh, dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung. Mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN) yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.

Wirjono Projodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan (perkumpulan koperasi). Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (omderlinge verzekering) atau asuransi usaha bernama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.31

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, melainkan hanya mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuranoleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya misalnya bantuan upacara bagi anggotanya yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit, serta cacat tetap.32

C.Jenis-Jenis Asuransi 31 Ibid, Hal 15. 32 Ibid.

KUHD (kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dalam pasal 247 merinci asuransi dalam 5 Jenis yaitu :

1. Asuransi terhadap Kebakaran;

2. Asuransi yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah; 3. Asuransi jiwa;

4. Asuransi di lautan dan perbudakan;

5. Asuransi pengangkutan darat dan sungai-sungai serta di perairan-perairan pedalaman.33

Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengatur tentang jenis asuransi yang poin 1, poin 2, dan poin 3 di atas, sedangkan jenis asuransi yang poin 4 dan 5 diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dari jenis-jenis asuransi yang disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dapat dilakukan penggolongan besar sebagai berikut :

1. Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran dan asuransi pertanian

2. Asuransi jiwa

3. Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai34

Jika diperhatikan dalam jenis-jenis asuransi pada pasal 247 KUHD dengan perkembangan saat ini terdapat perbedaan. Perkembangan pertanggungan

Dokumen terkait