• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Mashlahah

C. Pembiayaan Murabahah

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah

Menurut Tarek Al-Diwany, sebagaimana dikutif oleh Sjadeini .,Istilah pembiayaan pada intinya berarti I Belive, I Trust, “saya percaya” atau “saya menaruh kepercayaan”. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul mall menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut terus digunakan dengan benar adil dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan imbalan atau bagi hasil, termasuk pemberian surat berharga customer yang dilengkapi dengan note purchasing agreement (NPA) dan pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.

Murabahah merupakan produk pembiayaan perbankan syariah yang dilakukan dengan mengambil bentuk transaksii jual-beli (ba’iatau sale). Namun murabahah bukan transaksi jual beli biasa antara satu pembeli dan satu penjual saja sebagaimana yang kita kenal dalam dunia bisnis perdagangan diluar

perbankan syariah. Pada perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari pemasok barang dan setelah kepemilikian barang itu secara yuridis berada ditangan bank, kemudian bank tersebut menjualnya kepada nasabah dengan menambahkan suatu mark-up/margin atau keuntungan dimana nasabah harus diberi tahu oleh bank berapa harga beli bank dari pemasok dan menyepakati berapa besar mark up/margin atau keuntungan yang ditambahkan ke atas harga beli bank tersebut. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit (Sjahdeini, 2014)

Undang Undang No. 21 tentang perbankan syariah memberikan definisi tentang murabahah dalam penjelasan pasal 19 ayat (1) huruf d, Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

2. Landasan Syariah Murabahah a. Al-qur’an

a) QS. Al-Baqarah, ayat: 275

َنِم ُنَٰ َطۡي ذشلٱ ُه ُطذبَخَتَي يِ ذ

لَّٱ ُموُقَي اَمَك ذ

لَِّإ َنوُموُقَي َ

لَّ ْاَٰوَبِ رلٱ َنو ُلُكۡأَي َنيِ ذلَّٱ ِّۚ ِ سَم ۡ لٱ

Terjemahnya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.”

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa yang dilarang oleh Allah adalah Riba sedangkan jual beli adalah halal. Proses jual beli adalahaktivitas yang sering sekali kita lakukan. Untuk itu, proses ini harus dilakukan dengan adil, seimbang, terbuka dan tidak menghalangi keuntungan orang lain. Perniagaan bertujuan agar sama-sama untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia. Untuk itu, prinsip dasar ekonomi islam adalah menghindari riba karena haram dan melakukan jual beli sebagai transaksi ekonomi yang halal dan diperbolehkan oleh Allah SWT.

b) QR. An-nisa, ayat:29

َنوُكَت ن َ أ ٓ ذ

لَِّإ ِلِطَٰ َب ۡلٱِب مُكَنۡيَب مُكَلََٰوۡمَأ ْآوُلُكۡأَت َلَّ ْاوُنَماَء َنيِ ذلَّٱ اَهُّيَأََٰٓي ِّۚۡمُك َسُفن َ

أ ْآوُلُتۡقَت َ

لََّو ِّۚۡمُكنِ م ٖضاَرَت نَع ًةَرَٰ َجِت اٗميِحَر ۡمُكِب َن َكَ َ ذللَّٱ ذنِإ

Terjemahnya:

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu... ” (Q.S An-Nisa: 29)

Lafaz tijaratan dapat pula dibaca tijaratun, ungkapan ini merupakan bentuk istisna monqoti’, seakan-akan dikatakan. “janganlah kalian menjalankan usaha yang menyebabkan perbuatan yang diharamkan tetapi berniagalah menurut peraturan yang diakui oleh syariat, yaitu perniagaan yang dilakukan suka sama suka diantara pihak pembeli dan pihak penjual. (Tafsir Ibnu Kasir,2001:38)

b. Al-Hadis

Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasullullah SAW bersabda, “sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

“Rasullullah Saw bersabda, “Terdapat tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).( M. Ali Hasan, 2004)

Dalam jual beli, dibolehkan memilih akan melanjutkan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya suatu hal, khiar dibagi menjadi 3 macam berikut ini: 1. Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya, selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majelis), Khiar majelis dapat dilakukan dalam berbagai jual beli. 2. Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu yang baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seorang berkata, “saya jual rumah ini dengan harga Rp. 100.000.000,- dengan syarat khiar selama 3 hari”.

3. Khiar aib, artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang akan dibeli, seperti orang berkata, “saya beli mobil ini seharga sekian, bila mobil ini cacat akan saya kembalikan”. (Hendi, 2008:84)

3. Jenis Murabahah

Ada dua jenis murabahah dalam perbankan syariah diantaranya sebagai berikut (Herman, 2015):

a. Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order)

Nurhayati dan Wasilah (2012) menjelaskan, dalam jenis murabahah

penjual pembeli

Produsen Supplier

dengan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Hal ini dikarenakan untuk menghindari persediaan barang yang menumpuk dan tidak efisien, sehingga proses pengadaan barang dipengaruhi oleh proses jual (Wiroso, 2011)

Gambar 2.1 Skema Murabahah dengan pesanan

(5) (1) (4) (2)

(3)

Sumber data: Wiroso 2011 Keterangan:

(1) Melakukan akad Murabahah

(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier produsen

(3) Barang diserahkan dari produsen

(4) Barang diserahkan pada pembeli

(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

b. Murabahah tanpa pesanan, murabahah jenis ini tidak mengikat

Wiroso (2011) Penjual dengan murabahah tanpa pesanan melakukan pengadaan barang tanpa adanya pemesan atau pembelian dari pelanggan dan perhatian utama dari pengadaan persediaan ini adalah pemenuhan nilai persediaan minimum sesuai kebijakan perusahaan, dengan memperhatikan

biaya pengiriman dan termasuk kelangkaan barang.

Gambar 2.2 Skema Murabahah tanpa pesanan

Sumber data :Wiroso 2011 Keterangan:

(1) Melakukan akad murabahah (2) Barang diserahkan kepada pembeli (3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

4. Rukun dan Syarat Murabahah a. Rukun Jual Beli Murabahah

Menurut Widodo (2015) rukun transaksi murabahah, yaitu:

1) Penjual (Ba’i). Penjual dalam hal ini adalah lembaga keuangan Syariah, dapat berupa Bank Syariah, BPRS, BMT yang disebut juga dengan istilah KJKS.

2) Pembeli (Musytari) pembeli yang dimaksud disini adalah nasabah, baik berlaku sebagai pembeli ataupun selaku dagang. Para pihak yang berakad dipersyaratkan harus cakap menurut hukum. Dalam pengertian hukum syara’ harus sudah baliqh, dan dalam kaitannya dengan hukum perdata sebagai hukum positif, yang bersangkutan minimal harus berusia 21 tahun atau orang yang sudah menikah.

3) Barang yang menjadi objek jual-beli (Mabi’). Barang-barang yang menjadi objek jual-beli dipersyaratkan harus jelas dari segi sifat, jumlah, jenis yang akan diperjualbelikan termasuk halalan thoyiban, dan tidak tergolong pada barang yang haram atau ang mendatangkan mudharat. Selain itu sifat barang harus bernilai.

Objek murabahah dipersyaratkan telah menjadi milik dan dalam penguasaan si penjual. Kepemilikan mana bisa bersifat faktual/fisikal, dapat pula bersifat konstruktif. Menurut DSN, bank atau BMT harus memiliki terlebih dahulu aset yang dijualkan kepada nasabah.

4) Harga barang (tsaman). Harga barang dan keuntungan harus disebutkan secara jelas jumlahnya dan dalam mata uang apa (rupiah atau mata uang/valuta asing). Demikian juga cara pembayarannya, apakah harus dibayar secara tunai atau tangguh.

Jika dibayar secara tangguh haruslah jelas waktunya berapa lama, dan waktu pembayarannya. Dalam konteks pembiayaan, harga jual barang adalah batas maksimal pembiayaan yang disebut plafon atau limit.

5) Kontrak/akad (sighat/ijab kabul). Kontraknya dalam praktek dapat dibuat secara tertulis dibawah tangan, namun bisa pula dibuat oleh dan dihadapan notaris (secara notarial), perjanjian notarial adalah perjanjian otentik. Dibandingkan perjanjian dibawah tangan, perjanjian notarial sangat kuat karena tidak memerlukan

pembuktian lagi, sementara perjanjian dibawah tangan tidak demikian.

b. Syarat Jual Beli Murabahah

Menurut Rifa’i (2004) yang harus dipenuhi dalam transaksi jual beli murabahah ini diantaranya adalah:

1) Harus digunakan untuk barang-barang yang halal, barang najis tidak sah diperjualbelikan dan barang bukan larangan Negara

2) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

3) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas

barang sesudah pembelian

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang