• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.9. Pola Pemboran

Fragmentasi batuan dapat juga dipengaruhi oleh pola pemboranyang diterapkan. Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan mendapatkan lubang-lubang tembaksecara sistematis. Pola pemboran yang bisa diterapkan pada tambang terbuka bisanya ada tiga macam pola pemboran yaitu:

a) Pola pemboranbujur sangkar (square drill pattern)

Pola pemboran ini adalah dimana jarak antara burden dan spasi sama panjang yang membentuk bujur sangkar. Keuntungan pola ini dalam penerapannya dilapangan adalah lebih mudah melakukan pemboran dan untuk pengaturanlebih lanjut. Akan tetapi kerugiannya adalah volume batuan yang tidak terkena didaerah pengaruh peledakan cukup besar sehingga fragmentasi batuan hasil peledakan kurang seragam. Biasanya pola peledakan ini dikombinasikan dengan pola peledakan V Delay Pattern.

Keuntungan pola pemboran bujur sangkar adalah:

1. Lebih mudah dalam penempatan titik yang akan dibor,karena jarak spacing dan burden yang sama antara lubang.

2. Mudah dalam pengerjaan dilapangan.

24 Kerugian pola bujur sangkar:

1. Energi peledakan tidak terdistribusi secara optimal danpada hasil peledakan masih ditemukan bongkahan batuan.

2. Secara teoritis, semakin banyak lubang ledak semakin banyak pula bahan peledak dan detonator delaynya. Berikut adalah gambar pola pemboran bujur sangkar pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pola Pemboran Bujur Sangkar b) Pola pemboran persegi panjang (rectangular drill pattern)

Pola pemboran persegi panjang dimana ukuran spacing dalam satu baris lebih besar dari jarak burden yang membentuk pola persegi panjang.Untuk mendapatkan fragmentasi yang baik, pola ini kurang tepat karena daerah yang tidak terkena pengaruh peledakan cukup besar, dapat dilihat pada gambar 2.3.

FREEFACE

Gambar 2.3 Pola Pemboran Persegi Panjang

25

c) Pola pemboran selang-seling (staggered drill pattern)

Dalam pemboran selang seling lubang tembak dibuat seperti zig zag sehingga membentuk pola segi tiga. Dimana jarak spacing besarnya sama atau lebih besar dari pada jarak burden. Pada pola ini daerah yang tidak terkena pengaruh peledakan cukup kecil dibandingkan dengan pola yang lainya. Namun pada penerapan di lapangan pola ini cukup sulit dalam melakukan pemboran dan pengaturan lebih lanjut. Tetapi untuk menperbaiki fragmentasi batuan hasil peledakan maka pola ini lebih cocok untuk digunakan.

Keuntungan dari pola selang seling ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan keseimbangan yang baik sehingga volume batuan yang tidak terkena pengaruh ledakan sangat kecil.

2. Delay yang digunakan tidak terlalu banyak, karena dalam satu baris lubang ledak diberi nomor delay yang sama.

3. Jumlah lubang bor yang digunakan juga lebih sedikit dibandingkan dengan pola yang lain.

4. Energi yang dihasilkan terdistribusi lebih optimal dalan batuan.

Kerugian dari pola selang seling adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam penempatan titik bor, karena titik bor yang dibuat tidak sejajar dengan baris yang berdekatan.

2. Dan lebih sulit dalam pengaturannya dilapangan. Pemboran selag seling dapat dilihat pada gambar 2.4.

26 FREEFACE

BARIS 1 BARIS 2 BARIS 3 B S

S = B

BARIS 4

Gambar 2.4 Pola Pemboran Selang-Seling 2.1.10 Diameter lubang bor

Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.

Pemilihan diameterlubang tembak tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan. Pemilihan ukuran diameter lubang tembak secara tepat akan memperoleh hasil fragmentasiyang baik dan seragam.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan diameter lubang tembak yaitu sebagai berikut:

a) Ukuran fragmentasi yang diinginkan.

b) Bahaya getaran yang akan ditimbulkan.

c) Biaya bahan peledak yang akan dibutuhkan.

Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil,sehingga jarak antar lubang tembak dan jarak kebidang bebas haruslah kecil juga. Dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghacurkan

27

batuan, begitu juga sebaliknya. Pengaruh energi peledakan pada pola pemboran dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pemboran

Pada gambar 2.5 menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan.

2.1.11 Baik Buruknya Hasil Peledakan

Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh mutu lubang bor :

1. Keteraturan Tata Letak Lubang Bor.

Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi yang sudah direncanakan. Untuk itu, lubang-lubang bor dirancang dengan pola yang teratur, sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama (lihat gambar 2.6)

28

Gambar 2.6 Ketidakteraturan Tata Letak 2. Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran

Hal ini perlu dicermati terutama dalam pemboran miring, pada pemboran miring maka posisi alat borakan sangat menentukan. Walaupun tata letak lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka dasar lubang bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh :Struktur batuan, Keteguhan batang bor, Kesalahan collaring, Kesalahan posisi alat bor. Berikut gambar penyimpangan arah dan sudt pemboran pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran

29 b. Kedalaman dan Kebersihan Lubang Bor

Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan di bor sebaiknya akan diteliti terlebih dulu agar kedalaman masing-masing lubang bor dapat ditentukan. Setelah dilakukan pemboran material bisa masuk kedalam lubang yang mengakibatkan kedangkalan lubang bor. Kedalaman lubang bor dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kedalaman dan Kebersihan Lubang Bor 2.1.12 Umur Dan Kondisi Mesin Bor

Prestasi kerja suatu alat sangat ditentukan oleh manajemen peralatan, kondisi kerja dan kondisi alat itu sendiri. Alat yang baru tidak akan produktif apabila managemen dan skedullingnya tidak tepat, lebih-lebih untuk alat yang umur pakainnya sudah cukup lama (5 tahun).

Alat yang sudah lama digunakan untuk pemboran, kemampuannya akan semakin menurun seiring berjalannya waktu. Sehingga penurunan kemampuan alat bor akan berpengaruh terhadap kecepatan pemboran. Umur mata bor dan

30

batang bor ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan pemboran.

2.1.13 Keterampilan Operator

Keterampilan seorang operator dalam mengoperasikan mesin bor sangat berpengaruh terhadap produktivitas mesin bor. Semakin terampil seorang operator, maka akan semakin tinggi produktivitasnya dalam pengoperasian mesin bor, begitu juga sebaliknya.

2.1.14 Geometri Peledakan

Richard L Ash(1963) menyebutkan yang termasuk kedalam geometri peledakan adalah: Burden, spacing, stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, Panjang kolom isian dan tinggi jenjang.

1. burden

burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan bidang bebas terdekat kemana arah perpindahan material akan terjadi. Pada penentuan jarak burden ada beberapa factor yang harus diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, densitas batuan, densitas bahan peledak yang akan di pakai dan kondisi geologi pada daerah tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak yang di gunakan maka jarak burden akan semakin besar karena bahan peledak yang di gunakan semakin banyak tiap lubangnya sehingga energi yang di timbulkan semakin besar. Sedangkan jika densitas batuan semakin besar maka diperlukan jarak burden yang semakin kecil agar energi ledak dapat bekonsentrasi secara maksimal. Struktrur geologi daerah juga diperlikan sebagai factor koreksi terhadap burden. Jarak burden yang baik adalah jarak

31

dimana energi ledakan bisa menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai deangan fragmentasi yang di rencanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang, bongkahan, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.

Rancangan menurut Richard L Ash KB = KBstd × AF1 × AF2

Sehingga didapatkan ukuran burden sebagai berikut:

B = KB ×De

Spacing adalah jarak antara lubang-lubang tembak yang berdekatan, terangkai dalam satu baris (row), diukur sejajar dengan jenjang (pit wall) dan tegak lurus burden.Spacing merupakan fungsi dari burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu.

Rancangan menurut Richard L Ash

S = KS × B………(2.2) (Saptono. 2006)

32 Keterangan:

KS = spacing Ratio (1.00-2.00) B = Burden

Jika ukuran Spacing lebih kecil dari burden maka cenderung mengakibatkan stemming ejection lebih dini, gas hasil ledakan disemburkan ke udara bebas (atmosfer) bersamaan dengan noise dan air blast. Sebaliknya, jika jarak spacing terlalu besar diantara lubang tembak maka fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk.

3. Stemming (T)

Stemming adalah bagian lubang tembak yang tidak diisi bahan peledak tetapi diisi oleh material pemampat seperti pasir, cutting hasil pemboran dan tanah liat. Stemming berfungsi untuk mengurung gas yang terbentuk akibat reaksi detonasi bahan peledak didalam lubang tembak dan untuk menjaga keseimbangan tekanan (stress balance) sehingga gelombang tekan merambat kearah bidang bebas dahulu daripada ke arah pemampat. Stemming merupakan kunci sukses untuk fragmentasi yang baik. Pengungkungan akan membuat energi bahan peledak optimal dari lubang ledak, material dan panjang stemming yang tepat diperlukan untuk membuat energi horizontal dan vertikal bahan peledakan yang sesuai. Rancangan menurut Richard L Ash.

T = KT × B...( 2.3) (Saptono. 2006)

KT = Steming Ratio (0.75-1.00)

33 4. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang tembak dibawah rencana lantai jenjang. Pemboran lubang tembak sampai batas bawah dari lantai bertujuan agar seluruh permukaan jenjang bisa secara full face setelah dilakukan peledakan, jadi untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-tonjolan (toe) yang sering mengganggu operasi pengeboran berikutnya dan menghambat kegiatan pemuatan dan pengangkutan. Secara praktis Subdrilling dibuat antara 20 % sampai 40 % Burden.

Rancangan menurut Richard L Ash

J = KJ × B………(2.4)

(Saptono. 2006)

KJ = Subdrilling ratio (0.30) 5. Kedalaman Lubang Ledak (H)

Kedalaman lubang tembak adalah penjumlahan dari dimensi tinggi isian bahan peledak, stemming dan subdrilling. Jika arah lubang tembak vertikal maka kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari tinggi jenjang dan subdrilling. Kedalaman lubang tembak dapat dicari dengan menggunakan rumus:

H = KH × B………...( 2.5)

(Saptono. 2006) Keterangan:

H = Kedalaman lubang ledak (m) KH = Nisbah Kedalaman Lubang KH = 1.50 – 4.00

34

Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring.

B = burden sebenarnya (true burden) B’ = burden semu (apparent burden)

 = Sudut kemiringan kolom lubang ledak.

6. Tinggi Jenjang (L)

Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau ditentukan kemudian setelah parameter serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Pertimbangan lainnya adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.

Rancangan menurut Richard L Ash

L = H - J ...( 2.6 ) (Saptono. 2006)

Keterangan:

L = Tinggi jenjang (m)

35 7. Volume peledakan

Volume peledakan dapat dicari dengan menggunakan rumus:

V = B × S × L……….(

2.7)(Saptono. 2006) Keterangan:

V = Volume peledakan (m3) B = Burden (m)

S = Spacing (m) L = Tinggi jenjang (m) 2.1.15 Efisiensi Kinerja Alat

Merupakan tingkat prestasi kerja alat yang digunakan untuk melakukan produksi dari waktu yang tersedia. Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui empat tingkat ketersediaan alat dibawah ini, yaitu :

1. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)

Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanik yang sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan mekanik (MA) menunjukan ketersediaan alat secara nyata karena adanya waktu akibat masalah mekanik. (Partanto : 1996 ).

Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah :

�� = + 100% ………. ( 2.8 )

Dimana :

W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator untuk melakukan kegiatan pemboran.

36

R =Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.

2. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)

Ketersediaan fisik menunjukan kesiapan alat untuk beroperasi didalam seluruh waktu kerja yang tersedia. (Partanto :1996).

Persamaan dari ketersediaan fisik adalah :

�� = + ++ 100% ………. ( 2.9 )

Dimana :

S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan padahal alat tersebut siap beroperasi.

(W+R+S)=Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.

3. Penggunaan Yang Efektif (EU)

Penggunaan efektif menunjukan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif yang sebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja. (Partanto : 1996).

Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:

= ( + + )x100% ……… ( 2.10 )

37

4. Pemakaian Ketersediaan (use of availability, UA)

Ketersediaan penggunaan menunjukan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan.

penggunaan. Efektif EU sebenarnya sama dengan pengertian efesiensi kerja.

(Partanto : 1996 ).

Persamaan dari ketersediaan penggunaan adalah:

UA = + x 100% ……… ( 2.11 )

Penilaian ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kemampuan alat bor untuk menyediakan lubang ledak. Kesediaan alat dikatan sangat baik jika persen ≥90%. dikatakan sedang jika berkisar antara 70% - 80%, dikatakan buruk jika persen kesediaan alat ≤70%. Kinerja mesin Bor sangat mempengaruhi dalam kegiatan penambangan ataupun peledakan batuan, karena apabila kinerja mesin bor tidak sesuai dengan yang diharapkan akan sangat berpengaruh dalam kegiatan peledakan. Karena tanpa lubang ledak sebuah peledakan tidak akan mungkin terjadi. Adapun Fungsi dari pemboran tersebut adalah untuk membuat lubang sebagai tempat bahan peledak. dalam pembuatan lubang ledak ini mesin bor digerakkan oleh compresor, dan kompresor digerakkan oleh bahan bakar minyak. Jika kinerja suatu mesin bor itu bagus maka akan mendapatkan hasil yang maksimal tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan.

38

2.1.16 Produksi Mesin Bor Secara Aktual di Lapangan

Untuk perhitungan produktivitas kemampuan mesin bor dilapangan dilakukan menggunakan alat stopwatch untuk mengetahui berapa waktu edar mesin bor untuk menyelesaikan satu lubang bor dengan kedalaman yang di inginkan:

1. Menggunakan alat stopwatch

Pada proses menghitung cycle time mesin bor kegiatan yang dilakukan adalah:

a. menghitung waktu pemboran dari muka tanah sampai kedalaman tertentu.

b. Menghitung waktu saat melakukan penyambungan batang bor.

c. Menghitung waktu saat melepas batang bor, menghembus cutting, dan mengangkat batang bor dari kedalaman tertentu sampai ke permukaan.

d. Menghitung waktu saat terjadi hambatan dan waktu mengatasi hambatan saat melakukan pemboran.

e. Menghitung berapa waktu pindah mesin bor untuk pindah ke lubang yang lain dan mempersiapakan kembali mesin bor hingga siap untuk melakukan pemboran kembali.

39 2.1.17 Estimasi Produksi Mesin Bor

Produktivitas suatu mesin bor untuk penyediaan lubang ledak menyatakan berapa volume atau berat batuan yang dapat dicangkup oleh lubang ledak dalam waktu tertentu, sehingga produktivitas mesin bor dinyatakan dalam volume atau berat persatuan waktu (m3/jam, ton/jam). Produktivitas mesin bor ini sangat dipengaruhi oleh :

1. Waktu edar pemboran (cycle time)

Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh mesin bor untuk menyelesaikan satu lubang bor dengan kedalaman, termasuk adanya hambatan-hambatan yang terjadi selama kegiatan pemboran berlangsung.

Persamaan waktu edar pemboran untuk batang bor tunggal yaitu :

Ct = Bt + St + At + Dt + Pt ………. ( 2.12 ) Keterangan :

Ct = waktu edar (menit)

Bt = waktu pemboran dari muka tanah sampai kedalaman tertentu (menit) St = waktu menyambung batang bor (menit)

At = waktu melepas batang bor, menghembus cutting, dan mengangkat batang bor dari kedalaman tertentu sampai ke permukaan (menit)

Dt = waktu untuk mengatasi hambatan (menit)

Pt = waktu pindah ke lubang yang lain dan mempersiapkan alat bor hingga siap untuk melakukan pemboran (menit)

40 2. Kecepatan pemboran (gross drilling rate)

Merupakan perhitungan laju pemboran rata-rata (kotor) untuk satu lubang bor dan sudah termasuk waktu untuk mengatasi hambatan.

Gdr = H / Ct ………. ( 2.13 )

Keterangan : Gdr = kecepatan pemboran (meter/menit) H = kedalaman lubang tembak (meter) Ct = waktu edar pemboran (menit) 3. Efisiensi kerja alat bor

Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam persen. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk kerja pemboran.

Eff = W

+ + 100% ……… ( 2.14 )

Keterangan :

EU = Efisiensi kerja alat bor (%)

W = Jam kerja alat, yaitu waktu yang dibebankan kepada operator suatu alat yang dalam kondisi dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap waktu mengatasi hambatan hambatan yang ada, waktu untuk pulang pergi permukaan kerja, waktu pindah tempat permukaan kerja, waktu pelumasan dan pengisian bahan bakar, serta waktu hambatan akibat keadaan cuaca (jam)

41

R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang digunakan untuk perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan, termasuk juga waktu penyediaan suku cadang serta waktu perawatan (jam)

S = Jumlah jam menunggu alat, yaitu jumlah jam suatu alat yang tidak dapat pergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap beroperasi (jam)

4. Volume batuan yang diledakan

Volume peledakan dapat dicari dengan menggunakan rumus pada persamaan ( 2.10 ).

5. Volume Setara

Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan yang diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitung dengan persamaan (Richad L Ash, 1963).

Veq = V / Nx(H) ………. ( 2.15 ) Keterangan : Veq = volume setara (m3/m)

V = volume batuan yang diledakkan (m3) H = kedalaman lubang bor (m)

6. Produktivitas alat bor

Produktifitas suatu mesin bor untuk penyediaan lubang ledak menyatakan berapa volume atau berat batuan yang dapat dicakup oleh lubang ledak dalam waktu tertentu, sehingga produktifitas mesin bor dinyatakan dalam volume atau berat per satuan waktu (m2/jam, ton/jam). Ini dengan anggapan bahwa seluruh

42

volume cakupan lubang ledak itu akan terbongkar ketika diledakkan. Produktifitas mesin bor dipengaruhi oleh geometri dan pola pemboran, kecepatan pemboran, efesiensi kerja, dan volume setara.

P = Veq x Gdr x Eff x 60 ……… ( 2.10 ) Keterangan : P = produktivitasi alat bor (m3//jam)

Veq = volume setara (m3/m)

Gdr = kecepatan pemboran (meter/menit) 60 = konversi dari menit ke jam

2.2 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini ada kerangka konseptual yang akan membantu penulis dalam penyempurnaan tugas akhir ini yang meliputi:

2.2.1 Input

Input dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari sumber yaitu :

1. Data primer yaitu data – data yang di peroleh dari kegiatan lapangan yang bersumber dari pangamatan langsung,wawancara dan observasi di lapangan seperti data lubang bor, kedalaman lubang bor, kecepatan pngeboran, dan data cycle time pemboran.

2. Data sekunder yaitu data-data yang di ambil dari instansi perusahaan, peta topografi, peta geologi, data rencana pemboran, data dari alat bor, spesifikasi mesin bor, waktu kerja mesin bor dan operator dan literatur dari buku-buku penunjang dan berbagai pihak yang menguasai bidang yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini.

3.

43 2.2.2Proses

Proses dilakukan dengan menghitung produktivitas mesin bor yang dilaksanakan dan yang idealnya. Evaluasi produktivitas alatbor yaitu dengan menghitung cycle time pada alat bor. Serta meningkatkan kinerja alat bor sehingga mendukung proses pemboran dan dapat meningkatkan efisiensi kerja.

2.2.3 output

Output atau hasil dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui kapasitas produktivitas optimal alat bor yang digunakan dalam kegiatan pemboran. Baik itu produktivitas yang aktual dan produktivitas yang ideal.

Gambar 2.9 Kerangka Koseptual

44 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian terapan, dimana hasil penelitian ini hanya di gunakan untuk objek tempat dimana dilakukan penelitian,sehingga hasil penelitian dapat di gunakan atau di aplikasikan oleh perusahaan atau instansi tempat penulis melakukan penelitian.

Menurut sutrisno hadi (1985),penelitian terapan ini di golongkan dalam penggolongan menurut pemakaiannya yaitu penelitian penerapan yang lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penulis melakukan penelitian di lokasi penambangan Andesit PT. Koto Alam Sejahtera, Jorong Pauh Anok, Nagari Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten 50 Kota Provinsi Sumatera Barat.

Kabupaten Lima Puluh Kota diapit oleh empat Kabupaten dan satu Provinsi yaitu: Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Pasaman serta Provinsi Riau. Adapun batas-batasnya sebagai berikut:

1. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

2. Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung.

3. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman.

4. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Propinsi Riau.

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Koto Alam Sejahtera dapat ditempuh menggunakan transportasi darat dalam waktu 4 jam dari Ibukota Sumatera Barat (Padang) melalui jalan raya Padang – Bukittinggi – Payakumbuh – Lokasi. Dari payakumbuh untuk mencapai lokasi tambang memerlukan waktu 1 jam, dengan kondisi jalan yang sangat bagus, dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4 atau roda 2.

Sumber: PT. Koto Alam Sejahetera

Gambar 3.1Peta Kesampaian Daerah

Secara geografis lokasi tambang PT. Koto Alam Sejahtra terletak pada 00° 25’ 28,71” LU - 00° 22’ 14,25” LS dan 100° 15’ 44,10” BT - 100° 50’

47,80” BT

Tabel 3.1

Koordinat Lokasi Tambang PT. Koto Alam Sejahtera

Sumber: PT. Koto Alam Sejahetera

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dan waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 14 maret 2018 sampai 30 april 2018.

3.3 Variabel Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian adalah:

perhitungan waktu cycle time, waktu kerja mesin bor, data lubang bor, kedalaman lubang bor, kecepatan pengeboran, dan produktivitas alat bor pada kegiatan

perhitungan waktu cycle time, waktu kerja mesin bor, data lubang bor, kedalaman lubang bor, kecepatan pengeboran, dan produktivitas alat bor pada kegiatan

Dokumen terkait