Belalang yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya dihancurkan hingga ukurannya menjadi lebih kecil dan menjadi tepung (Gambar 8). Belalang utuh yang telah mati dibuang bagian sayap dan kakinya, kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada belalang. Setelah bersih, belalang dikeringkan dengan cara dijemur menggunakan cahaya matahari. Setelah kering, belalang dihancurkan menggunakan blender hingga bentuknya menjadi tepung. Belalang yang telah menjadi tepung disimpan dalam suhu ruang.
Gambar 8. Diagram alir pembuatan tepung belalang b. Ekstraksi tepung belalang
Ekstrak dapat diperoleh dengan cara ekstraksi bubuk dengan pelarut organik, yaitu mencampur bahan yang akan diekstrak dengan pelarut organik selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat terhadap residu bahan yang diekstrak terlebih dahulu dikeringkan atau dikurangi kandungan air dalam bahan (Houghton dan Raman 1998).
Belalang yang akan diuji aktivitas antimikrobanya harus diubah terlebih dahulu menjadi bentuk cair dengan proses ekstraksi (Gambar 9). Pelarut yang dipakai dalam penelitian ini antara lain air, etanol, heksan, dan etil asetat. Tepung belalang sebanyak 25 gram dalam erlenmeyer ditambahkan dengan pelarut sebanyak 100 ml. Kemudian di-shaker
menggunakan rotary shaker selama 72 jam pada suhu ruang. Tepung belalang disaring hingga dihasilkan supernatan yang dilanjutkan dengan proses pemekatan menggunakan
Diblender
Dicuci/dibersihkan
Dikeringkan Dibuang sayap dan kakinya
Tepung Belalang Belalang
Disimpan di suhu ruang
rotavapor. Suhu yang digunakan untuk memekatkan ektrak dengan pelarut etanol, etil asetat, dan heksan adalah 40 °C, sedangkan ekstrak dengan pelarut air menggunakan suhu 45 °C. Ekstrak dihembus dengan gas N2 untuk menghilangkan pelarut yang masih tersisa pada ekstrak. Sebelum siap untuk digunakan, ekstrak disterilisasi terlebih dahulu menggunakan membran filter untuk mendapatkan ekstrak yang steril. Ekstrak disimpan dalam refrigerator sebelum digunakan.
Gambar 9. Diagram alir ekstraksi tepung belalang c. Persiapan kultur uji
Setelah ekstrak yang akan diuji siap, dilakukan persiapan kultur bakteri yang akan diuji dimana bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. coli dan S. aureus. Sebelum digunakan, dilakukan pewarnaan gram terhadap bakteri uji dengan tujuan untuk mengetahui keseragaman kultur bakteri uji dan juga menghitung total kultur bakteri uji untuk mengetahui jumlah total bakteri awal dengan menggunakan media NA.
Satu ose kultur bakteri uji dioleskan pada kaca objek yang telah dibersihkan kemudian difiksasi panas sehingga terbentuk preaparat. Selanjutnya preparat tersebut diteteskan dengan zat warna kristal violet selama 1 menit, kemudian preparat dibilas dengan air mengalir dan dikeringudarakan. Setelah kering, preparat bakteri diteteskan iodium selama dua menit, kemudian dibilas air mengalir dan dikeringkan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu etanol 95 % tetes demi tetes selama 30 detik, kemudian segera dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan. Preparat selanjutnya diteteskan safranin selama 30 detik, dibilas dengan air mengalir, dan ditiriskan. Setelah kering, preparat diamati di bawah mikroskop. Bakteri yang termasuk dalam gram positif akan menunjukkan warna biru keunguan, sedangkan kelompok bakteri gram negatif berwarna merah (Madigan et al. 2000).
Ditambah pelarut (1 : 4)
Di-shaker selama 3 hari Disaring Dipekatkan Dihembus gas N2 Sterilisasi Tepung Belalang Supernatan Ekstrak
Tahap persiapan kultur bakteri dapat dilihat pada Gambar 10. Sebanyak satu ose bakteri uji ditumbuhkan dalam media NB 10 ml dan diinkubasi 24 jam pada suhu 37 °C. Kultur bakteri ini digunakan sebagai kultur kerja pada pengujian. Suspensi bakteri ditumbuhkan dengan menggunakan media NA pada seri pengenceran 105– 108 dan diinkubasi 24 jam pada suhu 37 °C. Koloni bakteri yang tumbuh antara 25-250 dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah koloni (cfu/ml) =
Keterangan: n = jumlah cawan
d = pengenceran pada cawan pertama
Gambar 10. Diagram alir persiapan kultur uji d. Metode difusi sumur
Ekstrak belalang dilakukan pengujian secara kualitatif terlebih dahulu dengan menggunakan metode difusi sumur. Tahapan ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya aktivitas penghambatan pada belalang. Kultur mikroba yang akan diuji harus disegarkan terlebih dahulu dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair Nutrient Broth (NB) sebanyak 10 ml secara aseptik, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Kultur bakteri yang diuji sebesar 0,1 % atau 200 µl suspensi bakteri dalam 200 ml media NA steril. Setelah bakteri dicampur dengan media, dituang ke dalam cawan sekitar 25 ml untuk setiap cawannya. Setelah campuran media dan kultur uji membeku, tiap-tiap cawan dibuat dua lubang dengan diameter ± 5 mm. Setiap sumur dimasukkan 60 µl larutan ekstrak belalang. Setelah ditetesi dengan ekstrak belalang, cawan diinkubasi dengan posisi tidak dibalik pada suhu 37 °C selama 24 jam.Aktivitas penghambatan dihitung berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur, yaitu selisih antara diameter zona bening dengan diameter sumur. Tahap ini dilakukan duplo dengan dua kali ulangan.
Zona penghambatan (d = 2r) yang diukur adalah diameter zona bening dikurangi dengan diameter sumur. Semakin lebar diameter penghambatan, maka aktivitas senyawa antimikroba semakin besar. Ekstrak yang menunjukkan penghambatan paling besar akan dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya. Tahap pengujian dan contoh hasil pengujian aktivitas antimikroba dengan metode sumur dapat dilihat pada Gambar 11.
e. Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Setelah ekstrak belalang diketahui memiliki aktivitas antimikroba, ditentukan konsentrasi hambat minimum (MIC) untuk menentukan kisaran konsentrasi yang akan digunakan dalam aplikasi. Perhitungan konsentrasi ekstrak belalang menggunkan rumus:
M1V1 = M2V2 Keterangan:
M1 = konsentrasi ekstrak awal (100 %) V1 = volume ekstrak yang ditambahkan (ml) M2 = konsentrasi ekstrak yang dikehendaki V2 = volume total saat inkubasi (10 ml) Ekstrak belalang Pengenceran dalam pelarut hingga konsentrasi 60 % Kultur bakteri
Inokulasi 200 µl suspensi bakteri ke 200 ml media NA
Penuangan 25 ml media berisi bakteri ke dalam cawan dan tunggu hingga media membeku
Pembuatan lubang ±5 mm
Penuangan @ 60 µl ekstrak ke dalam lubang
Inkubasi pada 37°C selama 24 jam
Tahap pengujian aktivitas penghambatan dapat dilihat pada Gambar 12 dimana ekstrak belalang terpilih ditambah ke dalam tabung berisi inokulum bakteri uji yang telah dicampur dengan media NB. Selanjutnya kultur diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam. Subkultur ditumbuhkan pada media NA pada inkubasi 0 jam dan setelah inkubasi 24 jam dengan kisaran pengenceran antara 101 - 107. Penurunan jumlah pertumbuhan bakteri ditentukan dengan menghitung selisih jumlah koloni yang tumbuh setelah 0 jam dengan jumlah koloni yang tumbuh pada 24 jam, kemudian dibagi dengan jumlah koloni yang tumbuh pada 0 jam. Nilai konsentrasi ekstrak belalang yang menunjukkan penurunan jumlah bakteri sebesar 90 % merupakan nilai konsentrasi hambat minimal (MIC). Tahapan untuk penentuan MIC dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram alir penentuan MIC
Penghitungan jumlah ekstrak belalang yang diambil untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan: Contoh M2 = 10 %
100 % x V1 = 10 % x 10 ml V1 = 1 ml
Adapun kombinasi konsentrasi yang digunakan dalam penentuan MIC dapat dilihat pada Diinkubasi pada suhu
37 °C selama 48 jam Diambil 1 ml NA NA Ditumbuhkan dalam cawan
Ekstrak belalang terpilih
Ditambahkan dalam media NB
Ditumbuhkan dalam cawan Vorteks
Diinokulasi dengan bakteri uji sebanyak 1 ml tiap tabung (105 CFU/ml)
Diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam
Dihitung
Dihitung Diinkubasi pada suhu
37 °C selama 48 jam Diambil 1 ml
Tabel 2. Kombinasi konsentrasi penentuan MIC Konsentrasi ekstrak (%) (M2) Ekstrak yang ditambahkan (ml) (V1) Kultur (ml) NB (ml) Volume total saat inkubasi (ml) (V2) 6 0,6 1 8,4 10 7 0,7 1 8,3 10 10 1 1 8 10 20 2 1 7 10 Keterangan: VNB = V2 - Vkultur - V1 (ml) f. Aplikasi pada bakso
Konsentrasi yang digunakan pada saat aplikasi di bakso yaitu beberapa kali dari nilai konsentrasi yang didapat dari uji dengan MIC. Pada tahap akhir, bakso kontrol dibandingkan dengan bakso yang ditambahkan dengan ekstrak belalang. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi bakso antara lain daging segar, tepung, garam, bawang putih, merica, bumbu penyedap, dan es. Pengawet alami pada produk pangan dapat berupa bubuk, ekstrak, fraksi, dan mikrokapsul (Naufalin dan Herastuti 2012).
Menurut Wibowo (2006) pembuatan bakso terdiri dari beberapa tahap antara lain: 1. Pelumatan daging
Daging segar dipisahkan dari lemak dan uratnya. Setelah itu, daging dilumatkan. Pelumatan ini akan memudahkan pembentukan adonan, dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Daging dimasukkan meat grinder dan ditambahkan garam sehingga diperoleh daging yang lumat.
2. Pembuatan adonan
Setelah diperoleh daging lumat, daging lumat dibentuk menjadi adonan. Agar bakso yang dihasilkan baik, daging lumat dicampur dengan es batu dan tepung tapioka. Bumbu-bumbu kemudian ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Pembuatan adonan ini menggunakan food processor agar mudah dalam mencampur bahan-bahan dengan daging sehingga diperoleh adonan yang tercampur merata. Penggunaan es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Suhu ideal untuk ekstraksi protein adalah 4-5 0C, tetapi selama tidak lebih dari 20 0C sudah mencukupi. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan.
3. Pembentukan bola bakso
Setelah adonan diperoleh kemudian dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso menggunakan tangan. Ukuran bola bakso diusahakan seragam, tidak terlalu kecil tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan dalam pengendalian proses. Selain itu keseragaman ukuran juga ikut mempengaruhi mutu bakso.
4. Perebusan dan pengemasan
Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga matang. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air menandakan bakso tersebut sudah matang dan
perebusan dapat dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 10 menit. Setelah itu, bakso diangkat, ditiriskan, dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, bakso dikemas dalam kantong plastik HDPE. Bakso kemudian siap dianalisis. Proses pembuatan bakso dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram alir aplikasi ekstrak belalang pada bakso
Uji mikrobiologi yang dilakukan pada tahap aplikasi ini berdasarkan SNI 01-2332.3-2006 yang bertujuan untuk mengetahui kondisi bakso selama penyimpanan. Menurut SNI, sampel secara aseptik ditimbang sebanyak 25 gram kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik steril. Ke dalamnya ditambahkan 225 ml larutan pengencer, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan alat stomacher selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengencer 10-1. Dengan menggunakan pipet steril, 1 ml homogenat diambil dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 9 ml larutan pengencer untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya (10-3) dilakukan dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran 10-2 ke dalam 9 ml larutan pengencer. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Selanjutnya dapat dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5, dan seterusnya sesuai dengan kondisi sampel.
Setiap pengenceran 10-1, 10-2, dan seterusnya dipipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dilakukan duplo. Ke dalam cawan petri tersebut ditambahkan
Garam Dihancurkan 0 Jam Digiling 6 Jam 17 Jam Jam 20 Jam 24 Jam Daging segar
Es, merica, & bawang putih
Ditambah ekstrak
belalang Dibuat bulatan
Direbus
Bakso
Uji mikrobiologi
Tepung & bumbu penyedap
cawan yang sudah berisi sampel. Agar sampel dan media tercampur sempurna, dilakukan pemutaran cawan dengan gerakan membentuk angka delapan. Setelah agar menjadi padat, inkubasi cawan-cawan tersebut pada posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 35 0C.
Cawan yang mengandung jumlah 25-250 koloni dan bebas spreader dipilih untuk perhitungan. Pengenceran yang digunakan dan jumlah koloni dicatat kemudian perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
N= ∑ C
[(1x n1) + (0,1 x n2)] x (d) dengan:
N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per gram
∑ C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n1 : jumlah cawan pada pengencaran kedua yang dihitung d : pengenceran pertama yang dihitung
Analisis kuantitatif E. coli (BAM 2002)
Media untuk pertumbuhan E. coli adalah Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA). Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang diinginkan dipipet secara aseptik lalu diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media EMBA. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37 °C, koloni E. coli yang tumbuh akan berwarna hijau metalik keunguan.
Analisis kuantitatif S. aureus (BAM 2001)
Metode yang digunakan dalam uji ini adalah cawan sebar dengan menggunakan media spesifik yaitu Baird-Parker Agar (BPA). Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisis, media BPA yang sudah disterilkan dituang dalam cawan, dibiarkan memadat dan mengering. Sejumlah sampel dihancurkan kemudian diencerkan. Sebanyak 1 ml sampel dituangkan dan dibagi ke dalam 3 cawan yang berisi BPA sehingga masing-masing cawan berisi 0.3 ml, 0.3 ml, dan 0.4 ml sampel. Sampel tersebut secara aseptik disebar dalam cawan menggunakan hockey stick steril. Setelah dilakukan penyebaran sampel, kemudian cawan dibiarkan selama 10 menit agar sampel terserap dalam agar. Cawan tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35 0C. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung koloni pada setiap cawan. Perhitungan persentase penurunan jumlah S. aureus dilakukan dengan cara berikut:
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBUATAN TEPUNG BELALANG
Belalang yang diterima sudah dalam keadaan mati karena belalang tidak mampu bertahan lama jika bukan di dalam lingkungan yang sesuai. Belalang dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang tertinggal, kemudian ditiriskan. Untuk menghilangkan sisa air yang tertinggal di belalang dilakukan pengeringan menggunakan cahaya matahari sekitar 4-5 jam hingga kering. Belalang yang sudah kering dihancurkan dengan blender hingga berbentuk tepung yang siap untuk diekstrak dan sebelum digunakan, tepung dikemas dalam wadah dan disimpan pada suhu ruang.