• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Biodiesel Skala Laboratorium 1. Rendemen

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Biodiesel Skala Laboratorium 1. Rendemen

Rendemen minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan sistem hidraulik manual yaitu biji nyamplung sebesar 42,35% dengan penampakan minyak hijau tua, malapari 27,64% dengan penampakan minyak coklat tua dan minyak bintaro 38,78% dengan penampakan berwarna kuning agak gelap. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya kandungan gum (getah) atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat dan resin yang terkandung dalam minyak. Sifat fisiko kimia minyak mentahdari biji nyamplung, malapari dan bintaro dapat dilihat pada Tabel 2. dan Tabel 3. menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak nyam-plung, malapari, dan bintaro.

Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak mentah (crude oil) dari biji nyam-plung, malapari dan bintaro

No Parameter Satuan Nyamplung Malapari Bintaro

1 Densitas Kg/m3 944 964 910

2 Viskositas kinematik

pada 40oC mm

2

/s (cSt) 46,27 38,6 6,63 3 Kadar air dan sedimen % volume 1,25 % 2,74 2,48 4 Bilangan Iod g I2/100 g 86,42 65,04 74,10 5 Kadar abu % massa 0,58 0,64 0,51 6

Bilangan asam mg basa/g 33,96 10,17 6,33 7 Rendemen % massa 42,35 27,64 38,78 8 Penampakan minyak - Hijau tua Coklat tua Kuning

Tabel 4. Komposisi asam lemak dari minyak nyamplung, malapari dan bintaro Komponen Minyak nyamplunga) Minyak malaparia) Minyak bintaroa) Asam Miristat (C14:0) 0,09 0,03 - Asam Palmitat (C16:0) 14,26 11,93 19,68 Asam stearat (C18) 19,96 3,60 5,33 Asam Oleat (C 18:1) 37,57 22,61 38,13 Asam Linoleat (C 18:2) 26,33 16,26 14,19 Asam Linolenat (C 18:3) 0,27 5,55 0,19 Asam Arachidat (C20) 0,94 1,06 - Asam Erukat (C20:1) 0,72 1,46 - Asam behenat (C22:0) 0,83 11,15 - Asam Lignoserat (C 24) - 3,48 -

Keterangan : a) Hasil analisis menggunakan gas kromatografi (GC)

Komposisi jenis asam lemak dari minyak Nyamplung didominasi asam oleat (37,57%), palmitat (14,26%), linoleat (26,33%), dan stearat (19,96). Total keseluruhan dari 4 jenis asam lemak utama mencapai 98,12%, komposisi jenis asam lemak dari minyak malapari didominasi asam oleat (22,61%), palmitat (11,93%), linoleat (16,26%), dan stearat (3,60%). Total keseluruhan dari 4 jenis asam lemak utama mencapai 54,40%, komposisi jenis asam lemak dari minyak bintaro didominasi asam oleat (38,13%), palmitat (19,68%), linoleat (14,19%), dan stearat (5,33%). Total keseluruhan dari 4 jenis asam lemak utama mencapai 77,33%.

2. Degumming (Pemisahan getah)

Bilangan asam minyak nyamplung terendah terdapat pada perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO4 1,50% sebesar 31,11 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II

sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan katalis H3PO4 0,75% sebesar 33,24mg basa/g yang dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar 19,30 mg basa/g (Tabel 5.). Kondisi minyak seperti ini akan menye-babkan tingginya viskositas, densitas, dan akan menghambat proses reaksi estrans.

Tabel 5. Bilangan asam minyak nyamplung (33,96 mg basa/g) pada proses degumming I dan degumming II

H3PO4 Bilangan asam degumming I (mg basa/g) bentonit (%) Bilangan asam degumming II (mg basa/g) % FFA 0,75% 33,24 1,00 19,30 9,65 1,50% 31,11 1,50 14,07 7,03 2,00% 32,16 2,50 16,62 8,31 Keterangan :

FFA = Asam lemak bebas

Bilangan asam minyak malapari terendah terdapat pada perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO41,50% sebesar 9,11 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 2,00% ( b/v), sebesar 6,42 mg basa/g, sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan katalis H3PO4 0,50% sebesar 10,03 mg basa/g yang dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar 7,25 mg basa/g(Tabel 6.). Kondisi minyak malapari seperti ini akan menyebabkan tingginya viskositas, densitas, bilangan penyabunan.

Tabel 6.Bilangan asam minyak malapari (10,17 mg basa/g) pada proses degumming I dan degumming II

H3PO4 Bilangan asam deguming I (mg basa/g) bentonit (%) Bilangan asam deguming II (mg basa/g) % FFA 0,50% 10,03 1,00 7,25 3,62 1,00% 9,28 1,50 6,59 3,29 1,5% 9,11 2,00 6,42 3,21 Keterangan :

FFA = Asam lemak bebas

Bilangan asam minyak bintaro terendah terdapat pada perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO4 0,75% sebesar 4,15 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 1,50% ( b/v), sebesar 2,28 mg basa/g, sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan katalis H3PO4 0,50% sebesar 5,32 mg basa/g yang dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar 3,49 mg basa/g (Tabel 7.).

Tabel 7. Bilangan asam minyak bintaro (6,33 mg basa/g) pada proses degumming I dan degumming II

H3PO4 Bilangan asam degumming I (mg basa/g) bentonit (%) Bilangan asam degumming II (mg basa/g) % FFA 0,50% 5,32 1,00 3,49 1,74 0,75% 4,15 1,50 2,28 1,14 1,00% 4,60 2,00 3,45 1,72 Keterangan :

3. Esterifikasi

Esterifikasi merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan biodiesel yang bertujuan untuk menurunkan bilngan asam lemak bebas pada minyak nabati yang digunakan untuk bahan baku pada pembuatan biodiesel.

Proses esterifikasi menggunakan katalis dari campuran metanol teknis dengan HCl. Jumlah yang ditambahkan pada saat proses esterifikasi yaitu 10%, 15% dan 20% yang dicampur dengan 1% HCl, jika bilangan asam tinggi sekali, penggunaan metanol dapat dihitung berdasarkan nisbah molar 20:1 terhadap asam lemak bebas (Canaki dan Gerpen, 2001). Penggunaan metanol dengan nisbah molar 20:1 terhadap FFA ini dinilai paling efektif untuk esterifikasi FFA. Jumlah katalis metanol tersebut dibuat berlebih agar menghindari reaksi bolak-balik.

Penurunan bilangan asam atau kadar asam lemak bebas dalam biodiesel dapat dilakukan melalui proses esterifikasi. Menurut Sonntag (1981), proses esterifikasi terjadi bila asam lemak di-reaksikan dengan gliserol atau alkohol dan membentuk ester serta melepaskan molekul air.

R1COOH + CH3OH ⇄ R1COOCH3 + H2O Asam lemak bebas Metanol Metil Ester Air

Bilangan asam hasil proses esterifikasi turun sangat signifikan dibandingkan bilangan asam sebelum esterifikasi (Tabel 4, 5, dan 6).

Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih (refined oil) nyamplung yangn terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan dengan penambahan zeolit 1,50% (b/v) yaitu sebesar 2,43 mg basa/g (Tabel 8).

Tabel 8. Bilangan asam minyak nyamplung sebelum dan sesudah proses esterifikasi Bilangan asam sebelum esterifikasi (mg basa/g) Konsentrasi metanol (%) Konsentrasi HCl (%) Penam-bahan zeolit (%) Bilangan asam setelah eterifikasi (mg basa/g)*) 14,07 10 1 0,50 4,10 14,07 15 1 1,00 3,29 14,07 20 1 1,50 2,43 Keterangan :

*) = Esterifikasi dilakukan dua kali

Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih (refined oil) malapari terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan dengan penam-bahan zeolit 1,50% (b/v) yaitu sebesar 1,55 mg basa/g (Tabel 9).

Tabel 9. Bilangan asam minyak malapari sebelum dan sesudah proses esterifikasi Bilangan asam sebelum esterifikasi (mg basa/g Konsentrasi metanol (%) Konsentrasi HCl (%) Penam- bahan zeolit (%) Bilangan asam setelah eterifikasi (mg basa/g)*) 6,42 10 1 0,50 2,67 6,42 15 1 1,00 1,80 6,42 20 1 1,50 1,55 Keterangan :

*) = Esterifikasi dilakukan satu kali

Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih (refined oil) bintaro terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan dengan penam-bahan zeolit 0,50% (b/v) yaitu sebesar 1,24 mg basa/g (Tabel 10).

Tabel 10. Bilangan asam minyak bintaro sebelum dan sesudah proses esterifikasi Bilangan asam sebelum esterifikasi (mg basa/g Konsentrasi metanol (%) Konsentrasi HCl (%) Penam- bahan zeolit (%) Bilangan asamsetelah eterifikasi (mg basa/g)*) 3,09 10 1 0,50% 1,55 3,09 15 1 1,00% 1,46 3,09 20 1 1,50% 1,24 Keterangan :

*) = esterifikasi dilakukan satu kali

Proses esterifikasi menghasilkan produk dengan dua lapisan yang sangat berbeda, sehingga mudah dipisahkan. Lapisan atas adalah gliserol dan sisa metanol asam sedangkan lapisan bagian bawah adalah campuran metil ester dan pengotor, dan selanjutnya didekantasi (aging) minimal 3 jam agar terjadi pemisahan antara metil ester dengan gliserol secara sempurna.

Keberhasilan proses esterifikasi ditentukan oleh beberapa parameter diantaranya adalah penurunan viskositas, densitas dan bilangan asam. Proses esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu, kecepatan pengadukan, waktu, rasio molar metanol-minyak, katalis dan bilangan asam dari bahan baku.

4. Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi merupakan proses reaksi penyem-purnaan dari pembuatan biodiesel. Pada transesterifikasi, minyak dan lemak yang belum bereaksi pada proses esterifikasi dikon-versikan menjadi biodiesel. Jumlah katalis metanol teknis yang ditambahkan pada saat transesterifikasi dihitung berdasarkan nisbah molar 10%, 15% dan 20% (v/v) terhadap volume minyak dan ditambahkan katalis basa (KOH) dengan konsentrasi 0,2%, 0,4% dan 0,6%. Reaksi transesterifikasi berlangsung selama 30 menit pada suhu 60oC.

Tabel 11, 12 dan 13. menunjukan bahwa bilangan asam minyak biodiesel sudah memenuhi standar biodiesel (SNI-2006), Hal tersebut menunjukan bahwa biodiesel yang dihasilkan sedikit sekali mengandung asam lemak bebas atau hampir seluruh asam lemak yang ada telah dikonversikan menjadi metil ester.

Bilangan asam biodiesel nyamplung tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,80 mg basa/g, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 15% (v/v) dengan KOH 0,4% (b/v) yaitu sebesar 0,76 mg basa/g (Tabel 11)

Tabel 11. Bilangan asam nyamplung sebelum dan sesudah proses transesterifikasi Bilangan asam sebelum transesterifikasi (mg basa/g) Konsentrasi metanol (%) Katalis KOH (%) Bilangan asam sesudah transeterifikasi (mg basa/g) Rendemen (%) 2,43 10 0,2% 0,80 79,40 2,43 15 0,4% 0,76 78,02 2,43 20 0,6% 0,78 78,65

Bilangan asam biodiesel malapari tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,79 mg basa/g, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan KOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 0,73 mg basa/g (Tabel 12).

Tabel 12. Bilangan asam malapari sebelum dan sesudah proses transesterifikasi Bilangan asam sebelum transesterifikasi (mg basa/g) Konsentrasi metanol (%) Katalis KOH (%) Bilangan asam sesudah transeterifikasi (mg basa/g) Rendemen (%) 1,55 10 0,2% 0,79 78,74 1,55 15 0,4% 0,74 78,35 1,55 20 0,6% 0,73 79,95

Bilangan asam biodiesel bintaro tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,78 mg basa/g, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 0,47 mg basa/g (Tabel 13)

Tabel 13. Bilangan asam bintaro sebelum dan sesudah proses transesterifikasi Bilangan asam sebelum transesterifikasi (mg basa/g) Konsentrasi metanol (%) Katalis KOH (%) Bilangan asam sesudah transeterifikasi (mg basa/g) Rendemen (%) 1,24 10 0,2% 0,78 82,50 1,24 15 0,4% 0,72 81,90 1,24 20 0,6% 0,47 79,80

Setelah reaksi transesterifikasi selesai, kemudian dilakukan proses pencucian. Pencucian ini bertujuan membuang gliserol yang terbentuk dan melarutkan metanol sisa reaksi. Pencucian dilakukan selama 3 kali berturut-turut sampai biodiesel yang dihasilkan bersih dan netral. Indikator keberhasilan proses ini dapat dilihat dari penam-pakan air limbah pencucian yang jernih dengan pH netral (pH=7).

5. Pemurnian dan rendemen minyak biodiesel

Pemurnian minyak biodiesel, pemurnian minyak biodiesel dilakukan dengan cara memanaskan minyak pada 110oC sambil diaduk sampai kadar air dalam minyak memenuhi persyaratan standar biodiesel (SNI-2006) yaitu maksimum sebesar 0,05%. Hal ini dilakukan agar pada tahap pemurnian biodiesel tidak ditemukan bahan pengotor dan air yang dapat menurunkan mutu biodiesel.

Rendemen tertinggi dari biodiesel nyamplung setelah pe-murnian dihasilkan pada proses transesterifikasi yang mengguna-kan penambahan campuran katalis metanol 10% (v/v) danKOH 0,2%(b/v) yaitu sebesar 79,40%, dan terendah terdapat pada campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4%(b/v) yaitu sebesar 78,02%, Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh faktor katalis, suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya (Tabel 11).

Rendemen tertinggi dari biodiesel malapari setelah pemurnian dihasilkan pada proses transesterifikasi yang menggunakan penam-bahan campuran katalis metanol 20% (v/v) danKOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 79,74%, dan terendah terdapat pada campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4%(b/v) yaitu sebesar 78,35%, Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh faktor katalis, suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya (Tabel 12).

Rendemen tertinggi dari biodiesel bintaro setelah pemurnian dihasilkan pada proses transesterifikasi yang menggunakan penambahan campuran katalis metanol 10%(v/v) dan KOH 0,2%(b/v) yaitu sebesar 82,50%, dan terendah terdapat pada campuran katalis metanol 20%(v/v) dan KOH 0,6%(b/v) yaitu sebesar 79,80%. Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh faktor katalis, suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya (Tabel 13).

6. Analisis minyak biodiesel

a. Bilangan asam

Asam lemak bebas (FFA) merupakan asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak (Fessenden dan Fessenden, 1986). Bilangan asam adalah ukuran jumlah FFA yang dihitung berdasarkan bobot molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Nilai bilangan asam yaitu jumlah milligram basa yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 2005). Hasil penelitian menun-jukkan bahwa proses pembuatan minyak biodiesel dari bahan baku minyak biji nyamplung, menghasilkan nilai bilangan asam berkisar antara 0,76–0,80 mg basa/g. Bilangan asam terendah terdapat pada penambahan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v) sebesar 0,76 mg basa/g (Tabel 10). Malapari menghasilkan nilai bilangan asam berkisar antara 0,73–0,79 mg basa/g. Bilangan asam terendah terdapat pada penambahan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) sebesar 0,73 mg basa/g (Tabel 11). Bintaro menghasilkan nilai bilangan asam berkisar antara 0,47–0,78 mg basa/g. Bilangan asam terendah terdapat pada penambahan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) sebesar 0,47 mg basa/g (Tabel 12). Nilai bilangan asam ini memenuhi persyaratan standar biodiesel (SNI-2006) yang mensyaratkan bilangan asam maximum sebesar 0,8 mg basa/g. Semakin tinggi bilangan asam pada minyak biodiesel, semakin besar kemungkinan terjadinya korosi, yang pada akhirnya dapat merusak komponen mesin diesel yang digunakan.

Tabel 14. Perbandingan data analisis bio diesel nyamplung, malapari dan bintaro dengan SNI-04-7182-2006

Komponen Bilangan asam (mg basa/g) Densitas (kg/m3) Kadar air (%) Bilangan iod (g I2/100g) Visko-sitas (cSt) Kadar ester alkil (mg KOH/g) Bilangan penya-bunan (mg KOH/g) Bilangan setana Nyamplung** 0,76 878,5 0.08 56,25 5,44 99,74 145,29 71,21 Malapari** 0,73 884 0,24 53,30 4,81 97,25 219,35 59,18 Bintaro** 0,47 870 0,22 78,45 3,30 102,45 178,95 59,15 Batas SNI biodiesel*) Maks. 0,80 850-890 Maks. 0,05 Maks. 115 2,3-6,0 Min. 96,5 - Min. 51 Keterangan :

*) = SNI Biodiesel 04-7182-2006 ; ** = Hasil analisis minyak biodiesel terbaik.

b. Densitas

Densitas menunjukkan nisbah berat persatuan volume dari suatu cairan pada suhu tertentu, hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan bahwa :

1. Nilai densitas minyak biodiesel nyamplung, pada perlakuan transesterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4 % (b/v), yaitu sebesar 887,5 kg/m3.

2. Nilai densitas minyak biodiesel malapari, pada perlakuan trans-esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6 % (b/v), yaitu sebesar 884 kg/m3.

3. Nilai densitas minyak biodiesel bintaro, pada perlakuan trans-esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6 % (b/v), yaitu sebesar 870 kg/m3.

Minyak biodiesel dengan nilai densitas melebihi ketentuan persyaratan standar biodiesel (SNI-2006) yaitu 850–890 kg/m3

(Tabel 14), akan meningkatkan keausan mesin, tingginya emisi, dan dapat merusak komponen mesin yang berhubungan dengan laju alir minyak biodiesel.

c. Kadar air

Kadar air dalam minyak biodiesel perlu diukur karena air dapat mempercepat proses reaksi hidrolisis pada biodiesel sehingga akan meningkatkan bilangan asam, menurunkan pH, dan mening-katkan sifat korosif. Selain itu pada suhu rendah, air dapat menyu-litkan pemisahan biodiesel murni pada proses blending.

Hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan bahwa :

1. Kadar air minyak biodiesel nyamplung, pada perlakuan trans-esterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dengan KOH 0,4% (b/v) sebesar 0,08%.

2. Kadar air minyak biodiesel malapari, pada perlakuan trans-esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan KOH 0,6% (b/v) sebesar 0,24%,

3. Kadar air minyak biodiesel Bintaro, pada perlakuan trans-esterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v) sebesar 0,22%,

Kadar air minyak biodiesel dari bahan baku minyak nyamplung, malapari dan minyak bintaro mutunya masih di atas ketentuan persyaratan standar biodiesel (SNI-2006), walaupun demikian kadar air ini masih bisa diturunkan dengan cara pemanasan pada suhu 1050 C sambil di vakum.

d. Bilangan iodium

Bilangan Iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dua di dalam asam lemak penyusun biodiesel (Ketaren, 2005). Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu bereaksi dengan sejumlah iodium dan membentuk senyawa yang jenuh. Bilangan Iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Berdasarkan hasil analisis skala laboratorium diperoleh bilangan Iod biodiesel nyamplung sebesar 56,25 g I2/100 g, malapari 53,30 g I2/100 g, dan bintaro sebesar 78,45 g I2/100 g. Nilai tersebut masih berada pada kisaran yang disyaratkan standar biodiesel (SNI-2006), yaitu maksimum 115 g I2/100g. Mesin diesel

dengan bahan bakar minyak biodiesel yang memiliki bilangan Iod lebih besar dari 115 g I2/100g, maka akan terbentuk deposit di lubang saluran injeksi, cincin piston, dan kanal cincin piston. Keadaan ini disebabkan lemak ikatan rangkap mengalami ketidak-stabilan akibat suhu panas sehingga terjadi reaksi polimerisasi dan terakumilasi dalam bentuk karbonasi atau pembentukan deposit (Pasae et al., 2010).

e. Viskositas

Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam di luar gugus karboksil. Viskositas meru-pakan sifat biodiesel yang paling penting karena viskositas mem-pengaruhi kerja sistem pembakaran bertekanan. Semakin rendah viskositas maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Sudradjat et.al., 2010). Menurut persyaratan standar biodiesel (SNI-2006), nilai viskositas kinematik yang diperbolehkan adalah 1,9–6,0 mm2

/s (cSt) pada suhu 40oC. Berdasarkan hasil analisis nilai viskositas biodiesel nyamplung sebesar 5,64 mm2/s (cSt), malapari 4,81 mm2/s (cSt) , dan bintaro 3,30 mm2/s (cSt). Nilai viskositas biodiesel dipengaruhi oleh beberpa faktor diantaranya oleh kandungan trigliserida yang tidak bereaksi dengan metanol, komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta senyawa antara mono-gliserida dan digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi. Selain itu, kontaminasi gliserin juga mempengaruhi nilai viskositas biodiesel (Bajpai dan Tyagi, 2006).

f. Ester alkil

Kadar ester alkil dihitung sebagai selisih antara bilangan asam dan bilangan penyabunan. Meskipun tidak menunjukkan jumlah se-nyawa ester sebenarnya, tetapi secara teoritis bilangan ini dapat memperkirakan jumlah asam organik yang sebenarnya sebagai ester. Berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan

bahwa kadar ester alkil minyak biodiesel nyamplung sebesar 99,74 mg KOH/g. malapari 97,25 mg KOH/g, dan bintaro 102,45 mg KOH/g. (Tabel 16). Nilai tersebut juga masih di atas batas minimum standar biodiesel (SNI-2006) yaitu sebesar 96,5 mg KOH/g. Hasil penelitian skala laboratorium menunjukan bahwa minyak biodiesel yang dihasilkan memiliki jumlah asam organik yang tinggi

g. Bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan tidak ditetapkan dalam SNI biodiesel, akan tetapi dapat digunakan untuk menetapkan angka setana bio-diesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, bilangan penyabunan tertinggi terdapat pada minyak biodiesel malapari dengan perlakuan penambahan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) sebesar 219,35 mg KOH/g, sedangkan terendah terdapat pada minyak biodiesel nyamplung dengan penambahan penambahan campuran katalis metanol 15% dan KOH 0,4% (b/v) sebesar 145,29 mg KOH/g.

h. Bilangan setana

Bilangan setana merupakan ukuran kualitas pembakaran bahan bakar diesel, yang menyatakan selisih antara awal injeksi dan awal terjadinya pembakaran di dalam mesin diesel. Bilangan setana yang tinggi menandakan pendeknya kelambatan pembakaran sehingga semakin sedikit jumlah bahan bakar yang terdapat pada ruang bakar pada saat pembakaran. Bilangan setana dihitung menggunakan perhitungan setana index yaitu :

Dokumen terkait