• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. ANALISIS FORMULA PRODUK TERPILIH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Pembuatan Ekstrak Stevia

Penelitian ini menggunakan cara ekstraksi stevia menggunakan pelarut air karena lebih praktis dan mudah digunakan. Diagram alir pembuatan ekstrak stevia dapat dilihat pada Gambar 8.

Santan Murni Diencerkan (santan:air = 1:1)

Pemanasan mencapai suhu 80°C Tanpa pemanasan Suhu ruang Suhu refrigerator Suhu freezer Suhu ruang Suhu refrigerator Suhu freezer

13

Daun stevia

Penjemuran selama 2 hari Pemblenderan

Penambahan air (daun:air = 1:100) Perebusan selama 20 menit

Penyaringan

Penyimpanan dalam refrigerator 7°C selama semalam Ekstrak stevia

Gambar 8. Diagram Alir Ekstraksi Stevia (Isdianti 2007) 4. Tahap Pasteurisasi

Minuman santan sebanyak 220 ml yang sudah diberi gula dan ekstrak stevia diletakkan dalam erlenmeyer 250 ml kemudian disumbat dengan kapas dan alumunium foil. Erlenmeyer berisi minuman santan kemudian diletakkan dalam waterbath yang telah mencapai suhu yang digunakan. Ketinggian air dipastikan telah merendam seluruh produk minuman santan dalam erlenmeyer. Menurut Sukasih, et. al (2009) kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi pada santan adalah pemanasan suhu 75°C selama 31,2 menit. Kombinasi suhu dan waktu tersebut digunakan untuk pasteurisasi produk minuman santan. Produk yang sudah dipasteurisasi kemudian dikemas dalam cup plastik berbahan dasar PETE sebanyak 220 ml dan kemudian diseal dengan plastik menggunakan alat sealer. Produk minuman santan dalam cup kemudian disimpan dalam refrigerator bersuhu 5-8°C. Suhu refrigerator merupakan suhu yang disarankan digunakan untuk penyimpanan produk karena dapat membantu mempertahankan umur simpan produk. 5. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi penambahan gula dan stevia adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor. Faktor yang diterapkan adalah (1) jumlah gula, yaitu 8% dan 6% (2) jumlah ekstrak stevia , yaitu 3% dan 1%. Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

Yij = + Ai + Bj + (A*B)ij + εij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j = pengaruh rata-rata umum

14

Bj = pengaruh jumlah ekstrak taraf ke-j

(A*B)ij = pengaruh kombinasi jumlah gula dan jumlah ekstrak stevia εij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-I kelompok ke-j

Hasil dari uji organolpetik rating hedonik terhadap overall dari produk minuman santan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) untuk melihat respon panelis terhadap perlakuan perbandingan jumlah gula dan ekstrak stevia. Jika terdapat perbedaan yang nyata pada hasil analisis maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

6. Uji Rating Hedonik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Panelis pada uji rating hedonik diminta untuk menilai atribut sensori tertentu (rasa, warna dan aroma) dan keseluruhan sifat sensori produk berdasarkan tingkat kesukaannya. Skala penilaian yang dapat digunakan dapat berupa skala garis maupun skala kategori. Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik menurut American Standard Testing Material

(ASTM) adalah 70 panelis tidak terlatih, sedangkan menurut Meilgaard, et al. (1999), persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 30 panelis tidak terlatih.

Uji rating hedonik dalam penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan jumlah gula dan ekstrak stevia ditambahkan ke produk minuman santan yang paling disukai oleh konsumen. Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategori dengan rentang nilai 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 7 (sangat suka) dengan skala tengah merupakan skala netral. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih mencakup mahasiswa dan masyarakat umum dengan total panelis sebanyak 70 orang. Dari rancangan percobaan maka disusun empat formula yang diuji dalam uji hedonik. Empat formula yang diuji pada uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Empat Formula yang Diuji pada Uji Rating Hedonik

Satu orang panelis masuk ke dalam booth yang sudah ditentukan dan disajikan sebanyak 4 sampel produk minuman santan dalam gelas kecil yang sudah diberikan kode dan dilengkapi sendok kecil. Sampel disajikan satu persatu bertujuan menghindari kecenderungan panelis untuk membandingkan antar sampel. Panelis diminta untuk mencicipi satu sendok sampel dan memberikan pendapat mereka dalam kuisioner dengan

Formula Jumlah gula

Jumlah ekstrak stevia A 8 % 1 % B 6 % 1 % C 8 % 3 % D 6 % 3 %

15

memberikan tanda cek pada pilihan menurut persepsi mereka. Kuosioner yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1.

C. ANALISIS FORMULA PRODUK TERPILIH

1.

Analisis Kadar Air (AOAC 1996)

Kadar air dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 105o. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan sebelumnya dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105o selama jam 6 jam. Cawan kemudian didingankan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Air (%bb) = ((a-(b-c))/a) x 100 % Kadar Air (%bk) = (a-(b-c)/(b-c)) x 100% Keterangan:

a = berat sampel awal (g)

b = berat sampel akhir dan cawan (g) c = berat cawan (g)

2.

Analisis Kadar Abu (AOAC 1996)

Kadar abu bahan pangan dapat ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550oC di dalam tanur. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Cawan dan sampel tersebut kemudian dibakar dengan pembakar bunsen dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau hingga bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di dalam desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Kadar abu diperoleh dengan menggunakan rumus:

Kadar Abu (%) = (bobot abu (g)) / bobot sampel (g) x 100%

3.

Analisis Kadar Protein (AOAC 1996)

Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 2 ml K2SO4 kemudian ditambahkan 1 g CuSO4, 2 mg K2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1,5 jam samapai cairan menjadi

16

jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2%) dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian ditritasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:

%N = x 100

Kadar protein (BB) = %N x 6,25 Kadar protein (BK) =

4. Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama sekitar 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sejumlah 2 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam selongsong kertas saring yang dialas dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh kemudian disumbat dengan kapas dan dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama ± 1 jam. Kemudian kertas saring yang telah kering dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya sampel direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Kadar lemak (BB) = Kadar lemak (BK) =

Keterangan :

W = bobot contoh dalam gram (g) W1 = bobot labu lemak kosong kering (g)

W2 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

17

5. Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 1996)

Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak + Kadar Serat)

6. Pengukuran Nilai pH

Setiap formula minuman diukur nilai pH-nya, dengan dua kali pengukuran. Sebelum pengaturan, pH-meter distandarisasi menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7.

7. Pengukuran Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Leong dan Shui 2002) 1) Pembuatan Kurva Standar Asam Askorbat

Seri larutan standar asam askorbat dibuat dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan 200 ppm. Larutan blanko dibuat dengan mencampurkan 8 ml metanol dengan 2 ml larutan DPPH. Larutan standar dibuat dengan mencampurkan 7 ml metanol dan 2 ml larutan DPPH dengan 1 ml standar pada masing-masing konsentrasi. Larutan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit untuk selanjutnya diukur absorbansinya (A) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar asam askorbat dengan memplotkan hubungan antara konsentrasi asam askorbat dan (A blanko – A sampel)

2) Penentuan Kapasitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 1 ml ekstrak pekat sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml methanol PA (sebagai control negatif adalah 8 ml methanol, tanpa ekstrak sampel). Selanjutnya sebanyak 2 ml DPPH 0,25 mM ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu dikocok kuat (vortex). Campuran kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit di ruang gelap. Setelah 30 menit, sampel diuur nilai absorbansinya (A) dengan spectrophotometer pada panjang gelombang ( ) 517 nm. Aktivitas antioksidan sampel diperoleh dengan membandingkan nilai absorbansi sampel dengan kurva standar antioksidan vitamin C, dengan satuan AEAC

(Ascorbic Antioxidant Capacity).

Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan perhitungan sebagai berikut:

18

Kapasitas antioksidan (%) = x 100%

Keterangan:

Ablangko = nilai absorbansi blangko Asampel = nilai absorbansi larutan sampel 8. Pengukuran Total Fenol (Fardiaz 2008)

Sampel terlebih dahulu disentrifugasi pada 15,232 x g selama 10 menit. Supernatan sampel maupun larutan standar diambil sebanyak 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih kemudian ditambahkan 0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml akuades, dan 2,5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 0,5 ml Na2CO3 5% dan divortex hingga homogen. Larutan kemudian disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada 725 nm. Asam galat digunakan sebagai standar pada pengukuran total senyawa fenolik. Konsentrasi asam galat yang digunakan sebagai standar adalah 0, 50, 100, 150, 200 dan 250.

9. Analisis Mineral (Anonim 2011) 9.1 Uji Kalsium

Preparasi reagen kerja dilakukan dengan pencampuran buffer dan kromogen dengan volume yang sama. Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung blanko ditambahkan 25 µl akuabides dan 1000 µl reagen kerja. Ke dalam tabung standar ditambahkan 25 µl standar dan 1000 µl reagen kerja. Sedangkan untuk sampel, ditambahkan 25 µl sampel dan 1000 µl reagen kerja. Absorbansi sampel/standar dibaca dengan menggunakan blanko setelah 5-50 menit pada panjang gelombang 578 nm.

Konsentrasi kalsium (mmol/L)

(Konsentrasi standar kalsium = 2,5 mmol/L ) 9.2 Uji Fosfor (inorganik)

Reagen kerja untuk uji fosfor dibuat dengan penambahan reagen blanko 7,0 ml dan molibdat 3,0 ml (atau kelipatan masing-masingnya). Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung blanko ditambahkan 10 µl air destilat dan reagen kerja 1000 µl. Ke dalam tabung sampel ditambahkan 10 µl sampel dan 1000 µl reagen kerja. Ke dalam tabung standar ditambahkan 10 µl standar dan 1000 µl reagen kerja. Ketiga tabung reaksi dikocok dengan baik dan diinkubasi selama 10

19

menit pada suhu 20-25°C. Absorbansi sampel/standar dibaca pada panjang gelombang 340 nm.

Konsentrasi fosfor (mmol/L)

(Konsentrasi standar fosfor = 1,61 mmol/L ) 9.3 Uji Kalium

Reagen kerja untuk uji kalium dibuat dengan pencampuran sodium tetraphenylboron dan NaOH dengan jumlah yang sama. Sebanyak 50 µl sampel dengan 500 µl reagen presipitasi dicampur dan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 15,232 x g selama 5-10 menit dan bagian supernatan kemudian diambil. Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung standar, ditambahkan 1 ml reagen kerja dan standar 100 µl. Ke dalam tabung sampel, ditambahkan 1 ml reagen kerja dan 100 µl supernatan. Standar dan supernatan harus ditambahkan ke tengah permukaan reagen kerja untuk menghasilkan turbiditas yang homogen. Ketiga tabung reaksi dikocok dengan hati-hati dan didiamkan 5 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 578 nm.

Konsentrasi kalium (mmol/L)

(Konsentrasi standar kalium = 0,5 mmol/L ) 10. Pendugaan Umur Simpan

Produk minuman santan yang sudah dipasteurisasi kemudian disimpan pada suhu refrigerator dan dilakukan pengujian umur simpan dengan parameter organoleptik, asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Produk diamati selama 3 minggu dengan selang pengamatan selama 7 hari, yaitu pengamatan hari 0, 7, 14 dan 21 pada penyimpanan suhu refrigerator (5-8°C). Produk diamati dari 3 parameter yaitu 1) organoleptik (rasa dan aroma), 2) kandungan asam lemak bebas dan 3) bilangan peroksida. 10.1 Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 3 orang dan diamati kerusakan dari segi organoleptik. Produk dicicipi oleh panelis dan diamati apakah ada perubahan rasa dan aromanya. Ciri-ciri santan yang sudah rusak dari segi organoleptik adalah timbulnya bau busuk, warna agak kecoklatan dan emulsi yang pecah serta berlendir.

20

10.2 Asam Lemak Bebas

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 100 ml etanol 95% netral dan 2 ml indikator phenoftalein. Erlenmeyer digoyang-goyang agar larutan tercampur homogen. Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sambil digoyang kuat sampai warna pink permanen selama 30 detik. Pada tahap ini ditentukan jumlah NaOH 0,1 N yang dibutuhkan ketika larutan berubah warna pink permanen selama 30 detik. Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus berikut :

Bilangan asam (mg NaOH/g) =

Kadar asam lemak bebas (%) =

dimana : V = Volume NaOH (ml)

N = Normalitas NaOH hasil standarisasi = 0,103 M = Berat molekul contoh (sesuai dengan jenis lemak dominan contoh)

W = berat contoh (g) 10.3 Bilangan Peroksida

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ke dalam erlenmeyer berisi sampel kemudian ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut CH3COOH-CHCl3. Erlenmeyer kemudian digoyang-goyang hingga pelarut dan sampel bercampur dengan baik. Sebanyak 0,5 ml larutan KI jenuh kemudian ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer didiamkan selama 1 menit sambil sesekali digoyang. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan air destilata sebanyak 30 ml. Contoh dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,1N secara perlahan sambil digoyang dengan kuat sampai warna kuning hampir hilang kemudian ditambahkan 0,5 ml indikator larutan pati 1%. Titrasi diteruskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sambil digoyang dengan kuat. Titrasi dihentikan pada saat warna biru menghilang. Titrasi diulang dengan mengunakan larutan Na2S2O3 0,01N jika volume sodium tiosulfat yang digunakan <0,5 ml. Bilangan peroksida untuk blanko ditetapkan dengan cara yang sama dengan contoh. Jumlah Na2S2O3 0,1N yang digunakan untuk titrasi blanko harus ≤ 0,1ml. Bilangan peroksida dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Bilangan peroksida =

dimana : BP = bilangan peroksida (meq peroxide/kg contoh) Vs = volume sodium tiosulfat untuk titrasi contoh (ml) Vb = volume sodium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) N = konsentrasi sodium tiosulfat (N)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan

Penelitian pendahuluan bertujuan mengidentifikasi bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan minuman santan. Sebagai produk pembanding digunakan produk minuman santan komersial dari Cina. Contoh produk minuman santan komersial dari Cina yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil pengamatan sensori pada formula yang diuji dibandingkan dengan produk minuman santan komersial dari Cina dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Sensori pada Formula yang Diuji Dibandingkan dengan Produk Minuman Santan Komersial dari Cina

Hasil pengamatan sensori menunjukkan bahwa bahan dasar yang paling sesuai untuk minuman santan adalah minuman santan yang terbuat dari kelapa tua saja (Formula 1). Hal ini dapat dinilai dari rasa, tektur dan aromanya yang paling menyerupai dengan produk minuman santan komersial dari Cina. Formula lain (Formula 2, 3 dan 4) menunjukkan sifat sensori yang kurang sesuai dengan produk komersial dari Cina. Formula 2, 3 dan 4 menggunakan bahan kelapa muda sebagai bahan dasar dan hal ini menyebabkan rasa dan aroma yang cukup berbeda jika dibandingkan dengan menggunakan kelapa tua, sehingga untuk bahan dasar minuman santan dipilih formula 1, yaitu minuman santan kelapa yang diolah dari kelapa tua.

2. Penentuan Perlakuan Optimum untuk Mendapatkan Minuman Santan Rendah Lemak

2.1 Tahap Pengenceran

Dari hasil pengenceran dan ekstraksi santan yang dilakukan didapatkan rendemen santan sebanyak 400 ml. Tahap pengenceran merupakan tahap penting dalam menurunkan kadar lemak dari santan. Hasil pengamatan menunjukkan santan yang diencerkan terlebih dahulu sebelum dipanaskan dan didinginkan menghasilkan pemisahan krim dan rasa yang lebih baik. Oleh karena itu, perlakuan pengenceran dipilih sebagai tahap pertama yang dilakukan sebelum pemanasan dan pendinginan. Tabel hasil pengamatan kadar lemak dari tahap pengenceran dapat dilihat pada Tabel 7.

Formula Rasa, aroma, warna, kekentalan

1 Paling menyerupai dengan produk komersial dari Cina

2 Rasa dan aroma berbeda

3 Rasa dan aroma berbeda

22

Tabel 7. Hasil Analisis Kadar Lemak dari Tahap Pengenceran

Kadar lemak (%) Produk komersial komersial dari Cina Santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 4 (g/ml) Santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 5 (g/ml). 0.92 1.81 0.96

Data hasil proksimat menunjukkan bahwa kadar lemak yang paling menyerupai produk komersial adalah pada santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 5 (g/ml), tetapi pengamatan secara sensori menunjukkan bahwa kekentalan produk yang sesuai dengan produk komersial didapatkan dari santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 4 (g/ml). Santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 5 (g/ml) dirasakan terlalu encer dan seperti minum air saja. Melihat hasil kadar lemak bahwa santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 4 (g/ml) memiliki kadar lemak cukup rendah dan dari segi sensori menunjukkan hasil yang lebih sesuai maka perlakuan yang dipilih adalah santan dengan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 4 (g/ml)

2.2 Tahap Pemanasan dan Pendinginan

Tahap ini melihat bagaimana pengaruh perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta pengaruh suhu pendinginan pada santan terhadap pemisahan lemak dari santan. Hal ini dilihat dari banyaknya krim yang terbentuk saat penyimpanan. Hasil pengamatan pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengamatan Pemisahan Krim Akibat Pemanasan dan Pendinginan

Keterangan : + = pemisahan krim sangat sedikit; ++ = pemisahan krim sedikit; +++=pemisahan krim banyak; ++++ = pemisahan krim sangat banyak Dari Tabel 8 diketahui bahwa pemisahan krim yang paling optimal terdapat pada santan yang diberi perlakuan dengan pemanasan dan disimpan dalam freezer sehingga perlakuan pemanasan dan penyimpanan dalam freezer ini dijadikan perlakuan terpilih dan diterapkan untuk perlakuan selanjutnya. Pemisahan krim dan skim dari santan dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin rendah suhu yang digunakan dalam penyimpanan santan maka emulsi santan semakin tidak stabil sehingga pemisahan krim semakin banyak (Raghavendra dan Raghavarao 2010). Dari tahap ini juga diketahui bahwa waktu penyimpanan optimum minuman santan dalam freezer adalah 1 jam, yaitu setelah 1 jam tidak lagi terbentuk pemisahan krim dan skim dari santan, hal ini diukur dari tinggi pemisahan krim yang dihasilkan.

Perlakuan Suhu ruang Suhu refrigerator Suhu freezer

Pemanasan +++ +++ +++++

23

Gambar 9. Hasil Pemisahan Krim dan Skim dari Santan 2.3 Suhu Pemanasan Optimum

Perbedaan perlakuan pemanasan ini bertujuan melihat berapa besar suhu pemanasan yang paling efektif dalam memisahkan lemak (krim) pada santan tetapi dapat mempertahankan segi organoleptik santan. Perbedaan perlakuan dan pengamatan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 9.

Pada pemanasan santan dengan suhu tinggi (80oC atau lebih) protein mengalami denaturasi yang menyebabkan ketidakstabilan emulsi santan (Peamprasart dan Chiewchan 2006), sehingga dapat dilihat bahwa pada suhu 80oC dan 100°C santan memiliki tekstur berpasir akibat protein yang terkoagulasi. Semakin tinggi suhu pemanasan maka pemisahan krim dengan skim juga terlihat semakin banyak, tetapi dari segi organoleptik hal ini tidak baik karena menimbulkan tekstur berpasir dan hilangnya aroma kelapa. Menurut Satoto (1999), aroma kelapa yang harum sebagian besar hilang akibat pemanasan pada suhu di atas 80°C, sehingga dari tahap ini dapat disimpulkan bahwa pemanasan awal pada santan yang terbaik dilakukan sampai santan mencapai suhu 70°C. Tabel 9. Hasil Pengamatan Kadar Lemak dan Organoleptik Akibat Perbedaan Suhu Pemanasan Suhu Volume sebelum dipanaskan (ml) Volume setelah dipanaskan (ml) Aroma Rasa dan tekstur Kadar lemak 70oC 400 400 Santan segar Enak, tidak berpasir 3,32 % 80oC 400 315 Santan segar Enak, agak berpasir 5,60 % 100oC 400 100 Santan terlalu masak Tidak terlalu enak, berpasir 5,18 % Bagian krim Bagian skim

24

3. Pembuatan Ekstrak Stevia

Stevia memiliki tingkat kemanisan yang tinggi tetapi sifat sensori stevia memiliki aftertaste sepat menyerupai pahit ketika dikonsumsi. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam memilih kombinasi formulasi gula dan ekstrak stevia yang digunakan dalam minuman santan sehingga minuman santan dapat diterima oleh konsumen. Ekstrak stevia dalam bentuk larutan ditambahkan ke dalam minuman santan sebagai komponen pemanis. Pengamatan pendahuluan oleh peneliti menunjukkan penambahan ekstrak stevia sebesar 4% dapat menyebabkan rasa pahit berlebihan pada minuman, sehingga dalam penelitian ini digunakan formula penambahan ekstrak stevia sebanyak 1 % dan 3%. Penambahan ekstrak stevia juga dikombinasikan dengan gula pasir. Hal ini untuk membantu menutup rasa pahit yang timbul akibat penambahan ekstrak stevia. Penambahan ektrak stevia secara tunggal menimbulkan rasa yang terlalu pahit dan aftertaste sepat ketika diminum.

Dokumen terkait