• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.8. Pembuatan Fase Gerak

C) sebelum dilakukan pengujian.

3.8.1 Pembuatan Larutan 0,1 % asam formiat dalam air

Asam formiat dipipet sebanyak 1 ml di masukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan air dan dikocok sampai homogen dan larutan disaring melalui penyaring membran Cellulose Nitrate 0,2 μm dan diawaudarakan selama ± 20 menit.

3.8.2 Pembuatan Larutan 1 % asam formiat dalam metanol

Asam formiat dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000 ml, dicukupkan sampai garis tanda dengan metanol dan dikocok homogen larutan disaring melalui penyaring membran PTFE 0,45 μm dan diawaudarakan selama ± 20 menit.

3.8.3 Pembuatan Larutan Standar Antibiotika

3.8.3.1 Pembuatan Baku Induk I Antibiotika 500 ppm

Baku standar antibiotika masing-masing ditimbang seksama sejumlah 50 mg masing-masing baku standar antibiotika kemudian dilarutkan dengan akuabides dalam labu tentukur 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 500 ppm. 3.8.3.2Pembuatan Larutan Baku Induk II Antibiotika 50 ppm

Larutan baku induk I di pipet sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan sampai garis tanda dan dikocok homogen.

3.8.3.3Pembuatan Larutan Baku Induk III Antibiotika 1 ppm

Larutan baku induk II di pipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan sampai garis tanda dan dikocok homogen.

3.8.3 Prosedur Analisis Antibiotika 3.8.3.1 Penyiapan Alat KCKT-MS

Kolom yang digunakan adalah XDB-C18 (4,6 x 30 mm x 1.8 µl) dan fase gerak campuran 0,1 % asam formiat dalam air : 0,1 % asam formiat dalam metanol (98 : 2), dengan kecepatan laju alir 0,5 ml/menit dan menggunakan detektor spektrometri massa berdasarkan metode Zhou (2010) dengan kondisi detektor digunakan pada penelitian ini adalah temperatur quadropole 100oC, temperatur gas 350o

Tabel 1.1. Elusi Gradien KCKT-MS ( Zhou, 2010)

C, drying gas 10 l/min, ionization menggunakan mode ESI polarity positif dan negatif. Pompa menggunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi gradient dari penelitian Zhou, (2010) pada tabel 1.1. Elusi gradient adalah tehnik elusi fase gerak dengan kondisi perbandingan komposisi fase gerak di atur berubah selama waktu analisa (McMaster, 2007). Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama ±30 menit untuk mengkondisikan kolom dengan fase gerak.

Waktu gradient (min) Laju alir (ml/min) 0,1 % asam formiat dalam air 0,1 % asam formiat dalam metanol 0,0 0,5 98 2 0,3 0,5 98 2 7,27 0,5 20 80 7,37 0,5 1 99 8,27 0,5 1 99 13 0,5 98 2

3.8.3.2 Penentuan Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum.

Kondisi kromatografi divariasikan untuk mendapatkan hasil analisis yang optimum. Kondisi kromatografi lainnya yang divariasikan untuk mendapatkan hasil analisis optimum adalah komposisi fase gerak. Perbandingan fase gerak yakni 0,1 % asam formiat dalam air dan 0,1 % asam formiat dalam metanol divariasikan 50:50, 40:60, 30:70, dan 20:80 pada menit ke 7,27 pada elusi gradient dengan polarisasi positif dan divariasikan 70:30, 65:35, 60:40 dan 55:45 pada analisa dengan polarisasi negatif, dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pada Kondisi ini di suntikan 10 µl larutan baku antibiotika standar 1 ppm. Hasil kromatogram yang memberikan waktu tambat singkat, jumlah lempeng teoritis yang tinggi, tailing factor yang mendekati 1 dan yang memberikan nilai resolusi besar dari 1,5 selanjutnya dipilih sebagai kondisi yang akan digunakan dalam penelitian ini (USP XXX) (Data hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel 4).

3.8.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Antibiotika

Larutan induk baku III antibiotika masing-masing dipipet 0,25 ml; 0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml; 2,5 ml, dan 25 ml . Kemudian dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda. Konsentrasi larutan antibiotika berturut-turut adalah 0,01 ppm; 0,02 ppm; 0,04 ppm; 0,06 ppm; 0,08 ppm, 0,1 ppm dan 1 ppm. Masing-masing larutan disaring melalui penyaring membran Cellulose Nitrate 0,2 μm dan diawaudarakan selama ± 5 menit. Kemudian, filtrat larutan baku pembanding disuntikkan sebanyak 10 μl ke dalam sistem KCKT melalui autosampler ALS. Deteksi menggunakan detektor MS dengan metode SIM (Selected Ion Monitoring)

dengan polarisasi ion positif pada m/z 366.1 untuk amoksisilin, m/z 445,2 untuk tetrasiklin dan polarisasi ion negatif pada m/z 348 untuk ampisilin dan m/z 321 untuk kloramfenikol. Direkam kromatogram dan dibuat kurva kalibrasi dari luas puncak, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasi.

3.8.3.4Prosedur Uji Validasi Metode

Dalam penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode penambahan baku (standard addition method). Sampel daging yang telah dihancurkan masing-masing ditimbang 5 g dan didalam masing-masing-masing-masing daging ayam ditambahkan 5 ml larutan standar amoksisilin dan tetrasiklin 0,2 ppm; 5 ml larutan standar ampisilin 0,5 ppm dan larutan standar kloramfenikol 0,6 ppm kemudian divortex selama 5 menit, kemudian ditambahkan 10 ml larutan air dan asetonitril (2:8) di vortex selama 5 menit dan kemudian di sentrifugasi dengan 5000 rpm selama 10 menit. Diulangi perlakuan terhadap endapan sebanyak 2 kali dengan 5 ml larutan air dan asetonitril (2:8) . Supernatan dipisahkan dari endapan dan digabungkan supernatan pertama dan dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml dicukupkan dengan larutan air: asetonitril (2:8) sampai garis tanda kemudian di saring dengan menggunakan penyaring PTFE 0,2 µm. dan diawaudarakan selama 5 menit, kemudian disuntikkan sebanyak 10 μl ke dalam sistem KCKT melalui autosampler ALS dan dideteksi pada dengan detektor MS dengan polarisasi ion positif m/z 366,1 untuk amoksisilin dan m/z 445,2 tetrasiklin dan polarisasi ion negatif m/z 348 untuk ampisilin dan m/z 321 untuk kloramfenikol (Zhou, 2010).

Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus:

% perolehan kembali = 100% * ) ( x C C C A A F

CF = C

kadar analit yang diperoleh setelah penambahan antibiotika baku

A

C*

= kadar analit awal (sebelum ditambahkan antibiotika baku)

A

3.8.3.5 Penentuan Kadar Antibiotik Dalam Daging Ayam. = kadar kadar antibiotika baku yang ditambahkan

Sampel daging yang telah dihancurkan ditimbang 5 g dan ditambahkan 10 ml larutan air dan asetonitril (2:8) di vortex selama 5 menit dan kemudian di sentrifugasi dengan 5000 rpm selama 10 menit. Diulangi perlakuan terhadap endapan sebanyak 2 kali dengan 5 ml larutan air dan asetonitril (2:8) . Supernatan dipisahkan dari endapan dan digabungkan supernatan pertama dan dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml dicukupkan dengan larutan air: asetonitril (2:8) sampai garis tanda kemudian di saring dengan menggunakan penyaring PTFE 0,2 µm.dan diawaudarakan selama 5 menit, kemudian disuntikkan sebanyak 10 μl ke dalam sistem KCKT melalui autosampler ALS dan dideteksi pada dengan detektor MS dengan polarisasi ion positif m/z 366,1 untuk amoksisilin dan m/z 445,2 tetrasiklin dan polarisasi ion negatif m/z 348 untuk ampisilin dan m/z 321 untuk kloramfenikol (Zhou, 2010).

3.9 Uji Pengaruh Perlakuan Pemanasan Terhadap Residu Antibiotika 3.9.1 Uji Konsentrasi Residu Antibiotika dengan Cara Merebus

Daging ayam ditimbang 50 g, di bungkus dengan aluminium foil kemudian dipanaskan masukkan kedalam air mendidih 100oC sebanyak 100 ml selama 24 menit (Rose, 1999; Javadi et al, 2011). Kemudian didinginkan dan di ekstraksi berdasarkan metode masing-masing antibiotika (3.8.3.2).

3.9.2 Uji Konsentrasi Residu Antibiotika dengan Cara Menggoreng

Daging ayam ditimbang 50 g ,kemudian direndam dalam minyak panas (deep-fat frying) dengan suhu 140o

3.9.3 Uji Konsentrasi Residu Antibiotika dengan Pemanasan Kering (Oven) C selama 10 menit. Sampel diangkat dan didiamkan hingga dingin sebelum dianalisis (Rose, 1999; Javadi et al, 2011). Kemudian di ekstraksi berdasarkan metode masing-masing antibiotika (3.8.3.2).

Daging ayam ditimbang 50 g dipanaskan di oven dengan suhu 200o

Dokumen terkait