• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembuatan Mi Sorgum

Pembuatan adonan mi sorgum kering dilakukan dengan mencampurkan tepung sorgum 100 %, garam 2%, dan air 55%. NaCl atau garam berfungsi mengikat air, menguatkan tekstur, meningkatkan elastisitas, dan meningkatkan fleksibilitas mi. Air berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan mengalami pemasakan dalam ekstruder. Kadar garam yang ditambahkan adalah 2% dari berat tepung yang digunakan. Wu et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan sodium klorida sebaiknya tidak lebih dari 2 % karena dapat merusak reologi mi, yaitu mi menjadi kurang elastis. Banyaknya jumlah air yang digunakan dipengaruhi oleh kadar air tepung sorgum dan kemampuan tepung sorgum untuk menyerap air. Hasil percobaan penambahan air ke dalam adonan mi dapat dilihat pada tabel 10.

.

Tabel 10 . Hasil uji coba penambahan air ke dalam adonan mi Persentase air yang

ditambahkan Karakteristik adonan

50% Adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah, warna

adonan cerah. Kemungkinan jumalah air tidak cukup untuk menggelatinisasi pati di dalam ekstruder

55% Adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan

cukup cerah, mirip dengan konsistensi adonan mi jagung

60% Adonan basah, memiliki warna adonan yang gelap,

kemungkinan menghasilkan produk yang lebih gelap

80% Adonan terlalu basah dan warna adonan gelap, kemungkinan

menghasilkan produk yang lebih gelap

Jumlah air yang ditambahkan memegang peranan penting demi tercapainya tingkat gelatinisasi optimum. Menurut penelitian Muhandri (2012), jumlah air yang ditambahkan pada adonan mi jagung adalah 80%. Berdasarkan penelitian tersebut, maka percobaan dimulai dengan penambahan air sebanyak 80% ke dalam 1 kg adonan, dihasilkan adonan yang terlalu basah dan gelap. Kemudian, dilakukan penambahan air sebanyak 50 % ke dalam 1 kg adonan. Hasilnya adalah adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah. Kemudian dilakukan percobaan dengan menambahkan 60 % air ke dalam adonan. Hasilnya adalah adonan basah dan memiliki warna yang gelap. Akhirnya

24

ditambahkan tepung agar kadar air mencapai 55%. Hasilnya adalah adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah .

Penambahan sebanyak 55% air untuk adonan mi sorgum menunjukkan bahwa sorgum membutuhkan lebih sedikit air untuk menghasilkan adonan yang memiliki fisik dan tingkat konsistensi yang sama dengan adonan mi jagung. Hal ini dibuktikan dengan adanya analisis daya serap air terhadap tepung jagung dan tepung sorgum yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tepung sorgum memiliki daya serap air 20% lebih kecil dibandingkan tepung jagung. Daya absorpsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara intramolekular (Kulp 1975).

Menurut Gomez dan Aguilera (1983), nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul pati, yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinisasi. Semakin banyak yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Elliason dan Gudmundsoon (1981) menyatakan bahwa granula pati dapat basah dan secara spontan dapat terdispersi dalam air atau minyak. Hal ini menunjukkan bahwa granula dapat memberikan gugus hidrofilik atau hidrofobik. Daya serap air yang besar pada tepung jagung menunjukkan bahwa jagung memiliki grup hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan tepung sorgum.

Tabel 11. Daya serap air pada tepung jagung dan tepung sorgum

Sampel Daya serap air (%)

Tepung sorgum 100 mesh 94.35

Tepung jagung 100 mesh 118.92

Pembuatan mi sorgum dilakukan dengan mencampurkan bahan yaitu garam, air, dan tepung sorgum menggunakan mixer selama 5 menit. Pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan secara kontinyu dengan total tepung 7-8 kg . Untaian mi yang keluar sepanjang 1.5 meter pertama dibuang dan tidak digunakan dengan asumsi bahwa kondisi proses belum stabil. Untaian mi selanjutnya diambil untuk analisis lalu dipisahkan antar helai dan dicetak sesuai dengan berat yang diinginkan. Mi basah yang sudah dicetak kemudian dikeringkan menggunakan kipas angin selama semalam.

Sampel mi yang telah didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan variasi suhu dan kecepatan ekstruder selanjutnya dianalisis cooking loss atau KPAP-nya, persen elongasi, dan profil tekstur. Untuk mendapatkan ketiga data tersebut, mi kering harus terlebih dahulu dimasak hingga matang. Penentuan waktu masak atau cooking time dilakukan dengan memasak mi dan mencobanya

tiap 1 menit hingga mi sudah matang sempurna. Mi yang diproses dengan suhu ekstruder 80oC

memiliki waktu masak 13 menit sedangkan mi yang diproses dari suhu ekstruder 85oC memiliki

waktu masak 13 menit 30 detik, dan mi yang diproses dari suhu ekstruder 90oC memiliki waktu masak

14 menit pada air mendidih (100 oC).

4.3. Sifat Fisik Mi Sorgum

4.3.1. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

KPAP memiliki bentuk model kuadratik yang direduksi (reduced quadratic). Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model.

25

R squared model dari KPAP sebesar 0.40 yang menunjukkan bahwa 40% dari data yang ada

dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk kehilangan padatan akibat pemasakan adalah 0.14 dan 0.32. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 14% (Chen dan Chen 2009). Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi (Montgomery et al 2008). Meskipun nilai

adjusted R squred dan predicted R-squared tidak begitu besar, namun nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga

dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi nilai KPAP. Nilai

adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut

dapat dilihat pada lampiran 19. Persamaan polinomial untuk respon KPAP adalah:

KPAP = 611.645 – 14.184 (A) + 0.083867 (A)2

Berdasarkan persamaan polinomial tersebut terlihat bahwa nilai KPAP dipengaruhi oleh suhu dan kuadrat suhu. KPAP menurun dengan peningkatan suhu dari 80°C ke 85°C yaitu dari 13.67% menjadi 11.94%. Hal ini seperti yang dikatakan Charutigon et al. (2007) mengenai pembuatan mi beras dengan ekstruder ulir yang menunjukkan peningkatan suhu barel dapat menurunkan cooking

loss mi beras. Menurut Charutigon et al. (2007), tingkat cooking loss tergantung pada tingkat

gelatinisasi dan kekuatan struktur gel mi. Pada mi pati, kehilangan padatan selama pemasakan disebabkan oleh kelarutan pati tergelatinisasi yang ikatannya lemah di permukaan mi. Dengan meningkatnya suhu, maka ikatan gel menjadi semakin kuat sehingga KPAP menjadi kecil.

Pada penelitian ini peningkatan suhu dari 85°C ke 90°C meningkatkan KPAP yaitu dari 11.94% menjadi 14.41%. Hal ini diduga karena ikatan antar pati tergelatinisasi dan struktur gel melemah sehingga pati banyak terlepas dan menyebabkan KPAP menjadi lebih besar.

KPAP mi sorgum lebih tinggi (11.93%) dibandingkan KPAP spaghetti komersial (6.72%) dan mi jagung (4.56%) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan KPAP mi sorgum masih tinggi, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk menguranginya. Grafik normal plot of residuals untuk respon kehilangan padatan akibat pemasakan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik hubungan KPAP dengan suhu dan kecepatan ulir Design-Expert® Software KPAP 15.86 9.72 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 82.5 85 87.5 90 10 13 15 18 20 9.70 11.25 12.80 14.35 15.90 K P A P A: Suhu B: Kecepatan ulir

26

4.3.2. Elongasi

Elongasi memiliki bentuk model kuadratik yang direduksi (reduced quadratic). Hasil analisis keragaman (ANOVA), menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model.

R squared model dari elongasi sebesar 0.55 yang menunjukkan bahwa 55% dari data yang ada

dapat dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon elongasi adalah 0.35 dan 0.49. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 35% (Chen dan Chen 2009). Model yang mempunyai nilai

adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data

aktual dan prediksi (Montgomery et al 2008). Meskipun nilai adjusted squared dan predicted

R-squared tidak besar, nilai Adj R-R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih

kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi nilai elongasi. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 20. Persamaan polinomial untuk respon elongasi adalah:

Elongasi = -18842.75 + 448.78167 (A) - 2.64027 (A)2

Berdasarkan persamaan polinomial tersebut, dapat dilihat bahwa nilai elongasi dipengaruhi

oleh suhu dan kuadrat suhu. Elongasi meningkat dengan peningkatan suhu dari 80oC ke suhu 85oC

yaitu dari 162.06% menjadi 227.74%. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Muhandri (2012) mengenai pembuatan mi jagung dengan ekstruder ulir tunggal yang menunjukkan bahwa peningkatan suhu ekstruder dapat meningkatkan elongasi mi jagung. Menurut Muhandri (2012) suhu semakin tinggi menyebabkan gelatinisasi semakin tinggi. Gelatinisasi yang tinggi pada adonan selama proses ekstrusi menyebabkan kekuatan struktur gel semakin tinggi sehingga mi semakin tinggi elongasinya.

Namun, elongasi menurun dengan peningkatan suhu dari 85oC ke 90oC yaitu dari 227.74% menjadi

161.41%. Penurunan elongasi diduga pada kisaran suhu 85oC ke 90oC suhu terlalu tinggi yang

menyebabkan tekstur mi rusak sehingga elongasi menurun.

Elongasi mi sorgum, spaghetti komersial, dan mi jagung sebesar 227.52%, 237%, 318.68% (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan elongasi mi sorgum lebih kecil dibandingkan elongasi mi jagung, namun nilainya sudah mendekati elongasi spaghetti komersial. Oleh karena itu, elongasi mi sorgum sudah cukup baik. Grafik normal plot of residuals untuk respon elongasi dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan elongasi dengan suhu dan kecepatan ulir

Design-Expert® Software Elongasi 269.75 108.34 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 82.5 85 87.5 90 10 13 15 18 20 100.00 142.50 185.00 227.50 270.00 E lo n g a s i A: Suhu B: Kecepatan ulir

27

4.3.3. Kekerasan

Kekerasan memiliki bentuk model 2FI (interaksi antara dua faktor). Hasil analisis keragaman (ANOVA), menunjukkan bahwa model tersebut signifikan (p<0.05). Lack of fit model tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of Fit yang tidak signifikan adalah syarat untuk model yang baik dan menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model.

R-squared model dari respon sebesar 0.48 yang menunjukkan bahwa 48% dari data yang dapat

dijelaskan oleh model tersebut. Nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared untuk respon kekerasan adalah 0.18 dan 0.37. Predicted R-squared menunjukkan kemampuan suatu model untuk memprediksi observasi selanjutnya sebesar 18%. Model yang mempunyai nilai adjusted R squared yang besar menunjukkan model yang bagus karena adanya kesesuaian antara data aktual dan prediksi. Meskipun nilai adjusted R-squared dan predicted R-squared tidak besar, namun nilai Adj R-squared dan Pred R-Squared tersebut cukup berdekatan (selisih kurang dari 0.2, “reasonable agreement”) sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup baik digunakan untuk memprediksi respon kekerasan. Nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 menunjukkan presisi data tersebut baik. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 21. Persamaan polinomial untuk respon kekerasan dapat dilihat dibawah ini:

Kekerasan = 140.84760 + 13.60412 (A) + 214.69897 (B) – 1.90121 (AB) Keterangan: A = Suhu; B = Kecepatan ulir

Berdasarkan persamaan polinomial tersebut, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan dipengaruhi suhu, kecepatan ulir, dan interaksi antara suhu dan kecepatan ulir. Kekerasan cenderung menurun dengan meningkatnya suhu terutama pada kecepatan ulir yang tinggi. Hal ini terlihat pada kecepatan

20 Hz peningkatan suhu dari 80oC ke 90oC menurunkan tingkat kekerasan dari 2481.221 gf ke 2237.

019 gf (penurunan sebesar 244.202 gf). Sedangkan pada kecepatan ulir 10 Hz peningkatan suhu dari

80oC ke 90oC menurunkan tingkat kekerasan dari 1855.199 gf ke 1801.119 gf (penurunan sebesar

54.08 gf).

Peningkatan suhu ekstruder pada kecepatan ulir yang tinggi menyebabkan penurunan kekerasan mi sorgum setelah direhidrasi. Hal ini diduga semakin tinggi suhu ekstruder semakin menurun densitas atau kerapatan massa produk. Selain itu, peningkatan suhu ekstruder juga menyebabkan menurunnya ikatan antarmolekul dalam struktur pati sehingga kekerasan mi menurun.

Peningkatan kecepatan ulir menyebabkan peningkatan kekerasan. Proses peningkatan kecepatan ulir secara simultan meningkatkan laju friksi, besarnya tekanan shear, dan meningkatnya intensitas proses pengadonan dalam laras ekstruder. Hal ini berakibat pada meningkatnya kepadatan mi sorgum sehingga mi menjadi lebih keras (Muhandri 2012). Kekerasan tertinggi terdapat pada suhu

80oC dan kecepatan 20 Hz, sedangkan kekerasan terendah terdapat pada suhu 90oC dan kecepatan 10

Hz.

Kekerasan mi sorgum lebih tinggi (1829.88 gf) dibandingkan kekerasan spaghetti komersial (987.70 gf) dan lebih kecil dibandingkan mi jagung (3039.79 gf) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan mi sorgum masih cukup keras dibandingkan spaghetti komersial, namun lebih lunak dibandingkan mi jagung. Grafik normal plot of residual untuk respon kekerasan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antar komponen dapat dilihat jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 9.

28

Gambar 9. Grafik hubungan kekerasan dengan suhu dan kecepatan ulir

4.3.4. Daya Kohesif

Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design

Expert 7.0, daya kohesif memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap daya

kohesif (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari daya kohesif yaitu 0.64 dengan standar deviasi 0.036.

Lack of fit model memiliki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan

tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 22. Model yang dihasilkan untuk daya kohesif hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut:

Daya kohesif = 0.64

Nilai daya kohesif mi sorgum (0.64) lebih kecil dibandingkan daya kohesif spaghetti komersial (0.80) (Petitot et al. 2009). Hal ini menunjukkan mi sorgum kurang kohesif dibandingkan spaghetti komersial. Grafik normal plot of residuals untuk daya kohesif dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 10.

Gambar 10. Grafik hubungan daya kohesif dengan suhu dan kecepatan ulir Design-Expert® Software Daya kohesif 0.684 0.56 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 13 15 18 20 0.560 0.593 0.625 0.658 0.690 D a y a k o h e s if A: Suhu B: Kecepatan ulir Design-Expert® Software Kekerasan 2675.99 1620.16 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 13 15 18 20 1600.000 1875.000 2150.000 2425.000 2700.000 K e k e ra s a n A: Suhu B: Kecepatan ulir

29

4.3.5. Kelengketan

Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design

Expert 7.0, kelengketan memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap

kelengketan (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari kelengketan sebesar -24.22 gf dengan standar

deviasi 11.92. Lack of fit model memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 23.

Model yang dihasilkan untuk kelengketan hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut:

Kelengketan = -24.22

Nilai kelengketan mi sorgum (-24.22 gf) lebih kecil dibandingkan kelengketan spaghetti komersial (-37.25 gf) dan mi jagung (-116.26 gf) (Muhandri 2012). Hal ini menunjukkan mi sorgum kurang lengket dibandingkan spaghetti komersial dan mi jagung. Grafik normal plot of residuals untuk kelengketan dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar 11. Grafik hubungan kelengketan dengan suhu dan kecepatan ulir.

4.3.6. Daya Kunyah

Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design

Expert 7.0, daya kunyah memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap daya

kunyah (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari daya kunyah sebesar 22.36 gf dengan standar deviasi 11.23. Lack of fit model memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 24. Model yang dihasilkan untuk daya kunyah hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut:

Daya kunyah = 22.36

Grafik normal plot of residuals untuk daya kunyah dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 12.

Design-Expert® Software Kelengketan -9.25 -56.95 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 13 15 18 20 -57.000 -45.000 -33.000 -21.000 -9.000 K e le n g k e ta n A: Suhu B: Kecepatan ulir

30

Gambar 12. Grafik hubungan daya kunyah dengan suhu dan kecepatan ulir.

4.3.7. Elastisitas

Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Design

Expert 7.0, elastisitas memiliki model mean yang berarti variabel tidak berpengaruh terhadap

elastisitas (p>0.05). Nilai rata-rata (mean) dari elastisitas sebesar 0.93 dengan standar deviasi 0.026.

Lack of fit memilki nilai yang tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan tersebut

menunjukkan adanya kesesuaian data respon dengan model . Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada lampiran 25.

Model yang dihasilkan untuk elastisitas hanya dibuat berdasarkan nilai mean sehingga didapatkan persamaan berikut:

Elastisitas = 0.93

Mi sorgum sudah cukup elastis yaitu 0.93 tidak berbeda jauh dengan elastisitas spaghetti komersial (0.98) (Petitot et al. 2009). Grafik normal plot of residuals untuk elastisitas dapat dilihat pada lampiran 26. Bentuk permukaan dari hubungan interaksi antarkomponen tersebut dapat terlihat lebih jelas pada grafik tiga dimensi yang ditunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13. Grafik hubungan elastisitas dengan suhu dan kecepatan ulir. Design-Expert® Software elastisitas 0.981 0.874 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 13 15 18 20 0.870 0.900 0.930 0.960 0.990 e la s ti s it a s A: Suhu B: Kecepatan ulir Design-Expert® Software Daya kunyah 52.727 8.344 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 12.5 15 17.5 20 8.000 19.250 30.500 41.750 53.000 D a y a k u n y a h A: Suhu B: Kecepatan ulir

31

4.4. Optimasi Proses Dengan Design Expert 7.0

Model dari masing-masing respon yang diperoleh kemudian dioptimasi. Proses optimasi dipih dengan nilai desirability tertinggi berdasarkan penetapan target dan tingkat kepentingan yang diharapkan. Untuk faktor suhu dan kecepatan ulir, tujuan penetapannya adalah in range atau solusi

diharapkan memiliki suhu dan kecepatan yang berada pada kisaran 80-90oC dan 10-20 Hz seperti

dalam rancangan percobaan.

Pada bagian kriteria KPAP, nilai KPAP ditetapkan minimum dengan tingkat kepentingan 5. Hal ini didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan produk mi dengan nilai KPAP yang paling

rendah karena menunjukkan mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen

.

Manthey dan

Twombley (2006) menyatakan bahwa produk pasta seharusnya tidak lengket saat dimasak, memiliki

tekstur padat dengan cooking loss lebih kecil, dan tahan overcooking. Kekerasan ditetapkan minimum

dengan tingkat kepentingan 4, karena mi yang terlalu keras tidak disukai konsumen. Kelengketan ditetapkan minimum dengan tingkat kepentingan 4, karena diinginkan produk mi yang tidak lengket. Untuk elongasi produk, tujuan penetapannya adalah “in range” dengan tingkat kepentingan 3 karena nilai elongasi dari produk mi sorgum secara umum sudah baik dan teksturnya tidak patah-patah sehingga elongasi produk tidak ditetapkan spesifik. Daya kunyah, daya kohesif, dan elastisitas ditetapkan in range dengan tingkat kepentingan 3.

Tabel 12. Kriteria optimasi proses untuk tiap faktor dan respon Nama

komponen/respon Goal Batas bawah Batas atas Importance*

Suhu In range 80 90 3 (+++)

Kecepatan ulir In range 10 20 3 (+++)

KPAP Minimum 9.72 15.86 5 (+++++)

Elongasi In range 108.34 269.75 3 (+++)

Kekerasan Minimum 1620.161 2675.990 4 (++++)

Daya kohesif In range 0.560 0.684 3 (+++)

Kelengketan Minimum -56.950 -9.250 4 (++++)

Daya kunyah In range 8.344 52.727 3 (+++)

Elastisitas In range 0.874 0.981 3 (+++)

Keterangan: * rentang nilai dari 1-5, semakin besar nilainya semakin diutamakan untuk dioptimasi Optimasi proses menghasilkan proses terpilih (selected) berdasarkan hasil analisis dan solusi dari design expert 7.0 seperti terlihat pada tabel 13.

Tabel 13. Proses optimum terpilih

Tabel 13. Proses optimum terpilih (lanjutan)

Nomer Suhu Kecepatan Ulir KPAP Elongasi Kekerasan Daya

kohesif

1 85 10 11.93 227.52 1829.88 0.64

Nomer Suhu Kecepatan Ulir Kelengketan Daya

kunyah Elastisitas Desirability

32

Proses optimum pembuatan mi sorgum adalah pada suhu 85°C dan kecepatan 10 Hz. Proses optimum memiliki nilai desirability sebesar 0.551. Proses optimum tepilih ini diprediksikan akan memiliki nilai KPAP sebesar 11.93 %, elongasi sebesar 227.52%, kekerasan sebesar 1829.88 gf, daya kohesif sebesar 0.64, kelengketan sebesar -24.22 gf, daya kunyah sebesar 22.36 gf, dan elastisitas sebesar 0.93. Grafik tiga dimensi desirability dapat dilihat pada gambar 14. Area yang tinggi menunjukkan desirability yang tinggi sedangkan area yang rendah menunjukkan desirability yang rendah.

Gambar 14. Grafik hubungan desirability dengan suhu dan kecepatan ulir

Gambar 15. Mi sorgum hasil proses optimum

4.5. Verifikasi proses hasil optimasi

Tabel 14. Poin prediksi dari solusi yang terpilih

Respons Prediksi Hasil

Verifikasi SE Mean 95 % CI SE Pred 95% PI

Low High Low High

KPAP 11.93 12.87 0.56 10.73 13.12 1.48 8.76 15.09 Elongasi 227.52 234.84 12.62 200.62 254.42 33.47 156.17 298.87 Kekerasan 1829.875 2094.82 100.16 1615.06 2044.69 286.05 1216.36 2444.38 Daya Kohesif 0.636 0.597 0.008568 0.62 0.65 0.037 0.56 0.71 Kelengketan -24.222 -37.25 2.81 -30.15 -18.30 12.24 -50.05 1.61 Daya Kunyah 22.362 33.492 2.65 16.78 27.94 11.53 -1.97 46.70 Elastisitas 0.929 0.899 0.006234 0.92 0.94 0.027 0.87 0.99 Design-Expert® Software Desirability 1 0 X1 = A: Suhu X2 = B: Kecepatan ulir 80 83 85 88 90 10 13 15 18 20 0.270 0.345 0.420 0.495 0.570 D e s ir a b il it y A: Suhu B: Kecepatan ulir

33

Poin prediksi menampilkan nilai prediksi terhadap nilai respon yang diberikan pada proses terpilih. Nilai tersebut diverifikasi untuk mengetahui apakah model dapat memprediksi nilai respon dengan baik. Berdasarkan verifikasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa data hasil verifikasi masih sesuai dengan prediksi yang telah dibuat oleh program design expert 7.0. Hal ini ditunjukkan oleh respon tekstur KPAP, elongasi, dan kelengketan memenuhi 95% confident interval yang telah diprediksikan oleh program design expert 7.0. Sedangkan untuk daya kohesif, kekerasan, daya kunyah, dan elastisitas memenuhi 95% prediction interval yang telah diprediksikan oleh program

design expert 7.0. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa proses terpilih memiliki KPAP 12.87%,

elongasi 234.84%, kekerasan 2094.82 gf, daya kohesif 0.60, kelengketan -37.25 gf, daya kunyah 33.49 gf, serta elastisitas 0.90.

4.6. Komposisi kimia dan warna mi sorgum

Hasil analisis proksimat mi sorgum proses optimum dapat dilihat pada tabel 15. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptibility suatu bahan makanan, kesegaran, dan daya tahan suatu bahan/produk pangan tersebut (Winarno 1980). Kadar air produk mi hasil proses optimum sebesar 11.74% bb dan kadar protein sebesar 5.11 % bb . Berdasarkan SNI (01-2974-1996), kadar air pada mi kering persyaratan mutu 1 maksimal 8% bb dan maksimal 10 % untuk persyaratan mutu 2. Kadar protein untuk persyaratan mutu 1 minimal 11% dan persyaratan mutu 2 minimal 8%.

Berdasarkan hasil tersebut maka kadar air dan protein dari mi sorgum belum memenuhi syarat mutu berdasarkan SNI. Manthey dan Twombley (2006) menyatakan bahwa biasanya industri akan mengeringkan pasta sampai kadar air 12%, namun Federal Code of Regulation memperbolehkan

Dokumen terkait