• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Pemeliharaan ( Maintenance )

Pemeliharaan (Maintenance) adalah hal yang sangat penting agar mesin selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Pemeliharaan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan (Setiawan, 2016).

Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerja yang berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efesien.

Menurut corder (1992) maintenance didefenisikan sebagai sesuatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

Pemeliharaan/maintenance adalah suatu kegiatan untuk menjamin bahwa aset fisik dapat secara kontinu memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance

hanya dapat memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang dirawat, bukan untuk meningkatkan kemampuannya (Barus, 2007).

Pemeliharaan mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara bagian pemeliharaan dan bagian produksi. karena bagian pemeliharaan dianggap yang memboroskan biaya, sedang bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan

yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut:

1. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang

2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancar

3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan

4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula

5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan

6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik (Setiawan, 2016).

2.5.1. Tujuan Pemeliharaaan (Maintenance)

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai.

Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin (Setiawan, 2016).

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut (Barus, 2007).

2.5.2. Jenis- jenis Maintenance

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.12.

.

Gambar. 2.12 Jenis-jenis maintenance

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah:

1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga

dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi.

Tindakan perawatan ini mencakup semua tindakan pemeliharaan terjadwal dilakukan untuk mempertahankan sistem atau produk dalam kondisi operasi tertentu. Pemeliharaan terjadwal meliputi pemeriksaan berkala, pemantauan kondisi, penggantian barang penting, kalibrasi berkala, dan sejenisnya. Selain itu, persyaratan servis dapat termasuk dalam pemeliharaan terjadwal.

Beberapa tindakan perawatan akan mengakibatkan downtime sistem, sedangkan lainnya dapat dicapai ketika sistem operasi atau dalam status siaga. Pemeliharaan terjadwal dapat diukur dari segi frekuensi, downtime ketika beroperasi, dan jam kerja (Lubis, 2010).

Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive maintenance:

a. Mencegah terjadinya kegagalan. b. Mendeteksi kegagalan.

c. Mengungkap kegagalan tersembunyi (hidden failure).

d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan pergantian.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu di usahakan dalam kondisi atau kedaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat (Lubis, 2010).

b. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance)

Predictive maintenance adalah tindakan-tindakan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya.

Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang diajukan melalui work order ke department

maintenance untuk dilakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan (Lubis, 2010).

2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya tidak direncanakan.

Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance)

Corrective maintenance adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Pada umumnya, corrective maintenance

bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula (Lubis, 2010).

b. Breakdown Maintenace

Suatu kegiatan perawatan yang dilakukan menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek

failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.

2.5.3. Kegiatan-kegiatan Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:

a. Inspeksi (inspection)

Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi dan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

b. Kegiatan teknik (engineering)

Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.

Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan perbaikan- perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak didapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan (Setiawan, 2016).

c. Kegiatan produksi (Production)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu merawat, memperbaiki mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksankan kegiatan service dan pelumasan (lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan (Setiawan, 2016).

d. Kegiatan administrasi (Clerical Work)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang dibutuhkan, laporan kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan, waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemeliharaan (Setiawan, 2016).

e. Pemeliharaan bangunan (housekeeping)

Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya (Setiawan, 2016).

2.6. RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM)

Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses sistematik yang digunakan untuk menentukan kegiatan yang harus dilakukan agar fasilitas yang ada tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya. RCM mengarahkan kepada pembentukan program perawatan yang berfokus pada preventive maintenance

Reliability Centered Maintenance adalah suatu pendekatan pemeliharaan yang mengkombinasikan praktek dan strategi dari preventive maintenance (pm) dan corrective maintenance (cm) untuk memaksimalkan umur (life time) dan fungsi aset/sistem /equipment dengan biaya minimal (minimum cost). Tujuan utama dari RCM adalah untuk mempertahankan fungsi sistem. RCM mempertahankan fungsi tersebut dengan cara mengidentifikasi mode kegagalan (failure mode) dan memprioritaskan tingkat kepentingan dari mode kegagalan. Lalu selanjutnya dilakukan pemilihan tindakan perawatan pencegahan yang efektif dan dapat diterapkan.

Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan RCM adalah :

1. Mengembangkan disain yang dapat membuat preventive maintenance

lebih efektif.

2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang dapat meningkatkan keselamatan dan keandalan pada sistem.

3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengembangkan disain dari komponen yang keandalannya masih rendah.

4. Untuk mencapai tiga tujuan di atas dalam biaya yang minimum.

Proses RCM diterapkan untuk mengetahui tugas perawatan agar dilaksanakan dengan baik. RCM digunakan untuk menentukan aktivitas apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga keandalan dan kemampu-rawatan (maintainability) suatu sistem dari sejak perancangannya. RCM proses diterapkan saat desain dan tahap pengembangan dan diterapkan kembali, setepat tahap operasional untuk melanjutkan program perawatan yang efektif berdasarkan pada pengalaman komponen tersebut

Pendekatan RCM dilakukan dengan menjawab 7 (Tujuh) pertanyaan dasar berikut ini :

1. Apakah fungsi dan performance yang diharapkan dari komponen/sistem tersebut?

2. Apa saja jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada komponen/sistem tersebut?

4. Akibat apakah yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut? 5. Bagaimana spesifikasi kegagalan fungsi tersebut?

6. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi kegagalan tersebut?

Proses dasar dari pendekatan RCM adalah:

1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan.

2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan keandalan suatu komponen atau sistem.

3. Mengembangkan data Fault Tree Analysis (FTA) untuk menentukan jenis kegagalan yang akan menjadi fokus dalam pembuatan maintenance program.

4. Mendesain beberapa solusi alternatif yang akan dilakukan untuk mencegah kegagalan.

5. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan dilakukan (Sari, 2012).

A.Langkah-langkah Proses RCM

1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya digunakan metode failure; mode; effect; critacality analysis(FMECA) dan fault tree analysis (FTA).

2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh probabilitas kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap kegagalan. Untuk melakukan hal ini maka diperlukan data yang histori yang lengkap.

3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti : menentukan prioritas equipment yang perlu di maintain.

4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance. 5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.

6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data secara real-life mulai direcord, tindakan dari RCM perlu direevaluasi setiap saat agar terjadi proses penyempurnaan.

2.7. PRINSIP – PRINSIP RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE

Dalam reliability centered maintenance memiliki prinsip – prinsip yang diantaranya adalah:

1. RCM difokuskan pada sistem atau peralatan. RCM berhubungan dengan fungsi sistem perawatan sebagai perlawanan pada perawatan dari fungsi komponen secara individual.

2. Safety and economics drive RCM. Keamanan adalah faktor yang sangat penting, hal itu harus dipastikan pada berbagai harga / pengeluaran dan efektifitas pengeluaran menjadi kriteria.

3. RCM is function-oriented. RCM memainkan sebuah peranan penting dalam pemeliharaan fungsi sistem atau peralatan.

4. Design limitation are acknowledged by RCM. Tujuan dari RCM adalah untuk merawat berdasarkan reliability dari desain peralatan atau sistem dan pada saat yang bersamaan mengetahui bahwa perubahan berdasarkan reliability hanya dapat dibuat melalui desain dari pada perawatan. Perawatan pada saat yang terbaik hanya dapat mendapatkan dan merawat tingkat reliability yang telah didesain. 5. RCM is reability-centered. RCM tidak hanya meliputi tingkat kerusakan

yang sederhana, tetapi menempati peranan penting dalam hubungan antara umur pengoperasian dan kerusakan yang dialami. RCM mendapatkan statistik kerusakan pada kenyataan yang terjadi.

6. An unsatisfactory condition is defined as a failure by RCM. Sebuah kerusakan dapat mengurangi kwalitas atau fungsi.

7. RCM is a living system. RCM mengumpulkan informasi dari hasil yang diterima dan mengembalikannya kembali untuk meningkatkan desain dan perawatan yang akan datang.

Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan interval penggantian komponen mesin/spare part.

Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan (maintenance) dapat dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu: 1. Probabilitas

Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1

2. Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance)

Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan yang diharapkan.

3. Tujuan yang Diinginkan

Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang konsumen.

4. Waktu (Time)

Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure) untuk menentukan waktu kritik dalam pengukuran reliability.

5. Kondisi Pengoperasian (Specified Operating Condition)

Faktor-faktor lingkungan seperti: getaran (vibration), kelembaban (humidity), lokasi geografis yang merupakan kondisi tempat berlangsungnya pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktor-faktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau produk

berada di dalam gudang (storage) atau sedang bergerak (trasformed) dari satu lokasi ke lokasi yang lain.

2.8. FAILURE MODES, AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. FMEA menjelaskan tentang jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada suatu komponen/sistem beserta akibat yang ditimbulkan (Sari, 2012).

Kelemahan dari FMEA adalah tidak dapat menunjukkan informasi tingkatan dari kegagalan yang kritis. Teknik analisa ini lebih menekankan pada

hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab pertanyaan “apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada komponen tersebut?”. FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti mengidentifikasi berbagai komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalan, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet (Sari, 2012).

Sebuah FMEA akan berubah menjadi FMECA (failure mode, Effect and criticallity analysis) jika prioritas akan dikaitkan dengan dampak dari mode kegagalan yang ditimbulkan oleh sebuah komponen. Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.

4. Mengembangkan kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif yang bertujuan untuk menemukan akar permasalahan dari kegagalan yang timbul. FMEA menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode tersebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan mengeliminasi waste (Sari, 2012).

Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian),

Detection (Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = Severity * Occurrence * Detection

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:

a. Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity

adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada tabel 2.1.berikut ini.

Tabel 2.1. Tingkatan Severity (Sari, 2012).

Rating Criteria of Severity Effect

9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

8 Kehilangan fungsi utama

7 Pengurangan fungsi utama

6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

1 Tidak ada efek b. Occurrence

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.

Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence) dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence (Sari, 2012).

Rating Probability of Occurrence

10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan

9 35-50 per 7200 jam penggunaan

8 31-35 per 7200 jam penggunaan

7 26-30 per 7200 jam penggunaan

6 21-25 per 7200 jam penggunaan

5 15-20 per 7200 jam penggunaan

4 11-14 per 7200 jam penggunaan

3 5-10 per 7200 jam penggunaan

2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan

1 Tidak pernah sama sekali c. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut ini.

Tabel 2.3. Tingkatan Detection (Sari, 2012).

Rating Detection Design Control

10 Tidak mampu terdeteksi

terdeteksi

8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

1 Pasti terdeteksi

2.9. DIAGRAM PARETO

Diagram Pareto diperkenalkan oleh Alfredo Pareto (1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan diagram yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut tingkatan tertinggi hingga ke tingkatan terendah. Diagramini digunakan untuk membantu menemukan permasalahan yang paling pentinguntuk masalah yang segera diselesaikan. Diagram ini akan digunakan pada bab IV (Silalahi, 2013).

Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Dr. Vincent Gaspersz (2001:46), bahwa diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.

Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk:

1. Menetukan ferekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari maslah yang ada.

2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.

Dikutip dari (Silalahi, 2013) menurut Munro-Faure at al (1992 : 254), bahwa analisis Pareto dirancang untuk membantu menandai penyebab masalah utama dengan demikian memungkinkan untuk memusatkan perhatian pada menghilangkan penyebab-penyebab utama ini dan mempunyai dampak yang berarti atas pemecahan masalah. Sumbangan yang diberikan oleh setiap penyebab kepada masalah secarah keseluruhan dapat dianalisi dengan menggunankan suatu keragaman penilaian-penilaian yang umum termasuk :

2. Lamanya waktu berhenti (downtime)

3. Biaya ketidakpuasan ukuran ketidakpuasan pelanggan. 4. Jumlah cacat.

Adapun bentuk Diagram Pareto dapat dilihat pada gambar 2.14. dibawah ini:

Gambar 2.13 Diagram Pareto (Silalahi, 2013)

2.10. PEMILIHAN TINDAKAN

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut:

a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.

b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya (Panjaitan, 2016).

Analisa Weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk

Dokumen terkait