• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses penetasan kupu-kupu terjadi pada kandang kepompong. Penyusunan kepompong dengan cara digantungkan sangat membantu dalam proses penetasan.

22

Proses penetasan kupu-kupu terlebih dahulu akan mengeluarkan bagian kepala dan tungkai kemudian bagian lainnya. Kupu-kupu yang baru menetas akan mengaitkan tungkainya pada ram kawat karena keadaan sayap masih basah dan melipat sehingga tidak dapat langsung terbang dan beraktivitas. Proses pengeringan dan pembentangan sayap membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam. Kupu-kupu yang sayapnya sudah kering dicirikan dengan kepakan sayap yang aktif. Dari hasil pengamatan kupu-kupu dari ke enam jenis tersebut bertahan hidupnya selama 1 – 2 minggu di dalam penangkaran.

Kupu-kupu mulai aktif pagi hari melakukan pemanasan dengan terbang disekitar taman dan juga aktif dalam mencari makan pada tanaman penghasil nektar yang ada di taman (Gambar 19), selain menghisap nektar kupu-kupu juga sering terlihat hinggap di bebatuan ataupun di tepi aliran air. Menurut Sihombing (1999) selain menghisap nektar, kupu-kupu juga mencari mineral-mineral lain yang dibutuhkan untuk proses reproduksi. Aktivitas kupu-kupu terlihat meningkat pada pukul 08.00 – 11.00, semakin sore aktivitasnya menurun. Kupu-kupu jantan terlihat terbang lebih aktif untuk mendekati kupu-kupu betina. Sama halnya di alam, kupu-kupu di dalam taman akan memulai aktivitasnya pada pagi hari disaat matahari mulai terbit. Sinar matahari pagi dimanfaatkan kupu-kupu untuk mengeringkan sayapnya yang lembab oleh embun pada malam hari. Didukung oleh pernyataan (Stokes et al. 1991) aktivitas berjemur kupu-kupu umunya dimulai pagi hari. Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh berkisar antara 29 - 37 °C untuk dapat terbang dengan baik. Cara kupu-kupu berjemur ada beberapa macam diantaranya dengan membuka lebar sayap lalu menghadapkan ke arah matahari, cara lain dengan menutup sayap dan menempatkan posisi tubuh tegak lurus ke arah sinar matahari. Beberapa aktivitas kupu-kupu yang teramati diantaranya mencari makan, mencari pasangan, kawin, dan istirahat.

Gambar 19 Aktivitas makan

Tingkat Keberhasilan Penangkaran Cihanjuang

Keberhasilan Penangkaran Kupu-kupu Cihanjuang

Jenis kupu-kupu yang ada di Taman Kupu Cihanjuang saat penelitian bulan November 2012 sampai dengan Januari 2013 sebanyak 14 jenis (Tabel 5), salah satu jenis dari famili Papilionidae termasuk kupu-kupu yang dilindungi yaitu Troides helena helena.

23 Tabel 5 Kupu-kupu yang ditangkarkan Taman Kupu-kupu Cihanjuang

No Jenis Famili Status Perlindungan

PP No. 7 1999 CITES (Appendix 2)

1 Troides helena helena Papilionidae

2 Papilio memnon Papilionidae - -

3 Papilio demolion Papilionidae - -

4 Papilio peranthus Papilionidae - -

5 Papilio helenus Papilionidae - -

6 Papilio ambrax Papilionidae - -

7 Papilio polytes Papilionidae - -

8 Pachliopta

aristolochiae Papilionidae - -

9

Graphium

Agamemnon Papilionidae - -

10 Chetosia hypsea Nympalidae - -

11 Moduza pocris Nympalidae - -

12 Euploea phaenareta Nympalidae - -

13 Vindula dejone Nympalidae - -

14 Doleschalia bisaltide Nympalidae - -

Kupu-kupu yang paling banyak ditangkarkan yaitu kupu-kupu dari famili Papilionidae, karena pada umumnya kupu-kupu dari famili ini memiliki bentuk dan pola warna yang menarik. Beberapa ciri dari famili Papilionidae yaitu mempunyai enam kaki dengan kaki depan memiliki taji, sering memiliki perpanjangan ekor pada sayap belakang, larva memiliki tanduk (Osmeterium), dan kepompong terikat pada bagian pinggang dan ekor dengan benang sutera. Ukuran kupu-kupu Nymphalidae lebih kecil dibandingkan dengan kupu-kupu dari famili Papilionidae. Berikut beberapa jenis famili Papilionidae dan famili Nymphalidae di Taman Kupu-kupu Cihanjuang (Gambar 20).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 20 (a) Papilio memnon acathes, (b) Papilio memnon memnon, (c) Papilio peranthus, (d) Papilio demolion, (e) Papilio helenus, dan (f) Doleschalia bisaltidae

24

Aspek yang diukur adalah presentase keberhasilan dari setiap fase hidup, meliputi fase telur, fase ulat, fase kepompong dan fase kupu-kupu dewasa. Dari 14 jenis yang ada namun yang berhasil dibudidayakan hanya 6 jenis kupu-kupu yaitu Papilio memnon, Papilio polytes, Papilio peranthus, Papilio helenus, Papilio demolion dan Doleschalia bisaltidae. Enam jenis yang dijadikan sampel merupakan jenis yang memiliki fase telur sampai fase kupu-kupu. Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap fase (Tabel 6).

Tabel 6 Persentase keberhasilan setiap fase kehidupan kupu-kupu

Jenis Telur Ulat Kepompong Kupu-kupu Total

N N P1 (%) N P2 (%) N P3 (%) P4 (%) Papilio memnon 30 12 40,00 10 83,33 7 70,00 23,33 Papilio polytes 30 8 26,66 5 62,50 4 80,00 13,33 Papilio peranthus 30 10 33,33 8 80,00 5 62,50 16,66 Papilio helenus 21 9 42,85 7 77,77 3 42,85 14,28 Papilio demolion 30 8 26,66 6 75,00 6 100,00 20,00 Dolescallia bisaltidae 30 20 66,66 18 90,00 15 83,33 50,00 Rata-rata 39,36 78,10 73,11 22.93

Keterangan: N=Jumlah, P=Persentase keberhasilan

Dari tabel 7 dapat dilihat pada jenis kupu-kupu Papilio helenus yang berhasil hidup hanya 21 telur akibat serangan parasit. Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap daya tetas telur yaitu bibit yang tidak bagus, proses pembuahan yang tidak sempurna pada saat perkawinan dan faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban yakni suhu rendah dan kelembaban tinggi maka tingkat natalitas semakin menurun menurut Syaputra (2011). Rata-rata tingkat keberhasilan menetasnya ulat dari keenam kupu-kupu tersebut sebesar 39 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan sedang.

Tingkat keberhasilan pada fase ulat dan kepompong tinggi > 60% berdasarkan kriteria keberhasilan penangkaran. Kematian pada fase ulat terjadi pada proses pergantian kulit (instar) ketika kulit lama tidak terlepas dari kulit baru sehingga mengganggu proses pertumbuhan. Kegagalan yang terjadi pada fase kepompong disebabkan oleh jamur sehingga kepompong membusuk dan mengeluarkan cairan berwarna coklat kehitaman dan terdapat parasit (Gambar 21). Fase kupu-kupu tidak berhasil menetas dengan baik dan tidak mampu mengembangkan sayap dengan sempurna. Dilihat dari rata-rata persentase jumlah telur dengan jumlah kupu-kupu yang berhasil hidup sebesar 22,93 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan rendah, karena < 30 %. Sistem pemeliharaan di Taman Kupu Cihanjuang yaitu secara semi intensif, berbeda seperti yang dilakukan pada penelitian Syaputra (2011) di Taman Kupu-kupu Bali Butterfly Park secara intensif rata-rata persentase tingkat keberhasilan sebesar yang diperoleh sebesar 53,17%.

Ketidakberhasilan pada setiap fase adalah pemberian pakan yang tidak tepat, keadaan kandang yang buruk, dan terlalu padat isinya, sirkulasi udara tidak baik dan pengontrolan yang tidak rutin. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya

25 pemantauan kebersihan dan kesterilan tetap terjaga dengan membersihkan lemari kepompong, kandang penetasan telur dan alat-alat penunjang lainnya.

(a) (b)

Gambar 21 (a) Pembusukan pada fase ulat, (b) Parasitoid pada kepompong

Tingkat Keberhasilan Penangkaran Troides helena helena

Daur Hidup Kupu-kupu

Proses daur hidup kupu-kupu dimulai dengan proses perkawinan antara imago jantan dan imago betina, kemudian fase telur, fase larva (ulat), fase pupa (kepompong) dan fase imago (kupu-kupu) (Gambar 22). Lama waktu yang dibutuhkan berbeda-beda setiap fasenya (Tabel 7).

(a) (b) (c)

Gambar 22 Posisi imago mating. (a) Saling berhadapan, (b) Betina berada diatas jantan, (c) Kelamin jantan menjepit betina

Tabel 7 Rataan lama waktu setiap perkembangan fase Troides helena helena Fase Jumlah telur (n) Lama waktu setiap fase (hari)

Cihanjuang Cilember *) Darmaga **)

Telur 30 8 ± 0,45 10,08 ± 0,50 6 ± 0.74 Larva Instar 1 26 5 ± 0,71 4,80 ± 0,30 3 ± 1.43 Larva Instar 2 24 5 ± 0,58 4,20 ± 0,45 3 ± 0.84 Larva Instar 3 20 6 ± 0,60 5,10 ± 0,23 5 ± 2.01 Larva Instar 4 20 7 ± 0,51 7,22 ± 0,64 6 ± 1.34 Larva Instar 5 16 11 ± 0,73 13,11 ± 2,01 10 ± 2.95 Prapupa 14 2 ± 0,51 2,11 ± 0,26 1 ± 0.00 pupa 11 26 ± 0,84 29,71 ± 1,16 18 ± 0.70 Imago betina 6 15 ± 0,75 15,00 ± 25,4 18 ± 8.54 Imago jantan 5 14 ± 0,54 19,20 ± 4,68 -

Total lama fase 99 ± 0,13 95,53 ± 6,84 70 ± 18.55 Keterangan: (*): Hasil penelitian Pasaribu (2012) (**): Hasil penelitian Nurjannah (2010)

26

Telur yang berhasil menetas hanya 26 butir dari 30 butir telur yang dijadikan sample, disebabkan adanya parasitoid yang ditemukan pada cawan petri. Telur menetas setelah masa inkubasi selama 8 ± 0,45 hari. Namun, Pasaribu (2012) menyebutkan bahwa lama inkubasi telur rata-rata selama 10,8 ± 0,50 hari dan Nurjannah (2001) selama 6 hari. Perbedaan lama hari diduga akibat suhu dan kelembaban lingkungan yang berbeda.Memasuki fase ulat mengalami pergantian kulit. Setiap pergantian kulit ditandai dengan mengelupasnya kulit luar ulat. Ulat yang sudah menetas dari telur sampai pergantian kulit disebut instar, instar satu setelah mengalami pergantian kulit pertama. .

Berdasarkan data yang didapat, ulat mengalami lima instar. Rata-rata ulat membutuhkan waktu sekitar 25 s.d 42 hari mulai dari menetas sampai memasuki fase prapupa. Tidak semua pupa dapat menetas dengan baik (Gambar 23). Lama fase ulat Troides helena di Hongkong adalah 21 hari, ulat dengan 4 instar (Carey-Hughes dan Pickford 1997). Hasil penelitian lamanya fase ulat Troides helena helena rata-rata 29 hari dengan 5 instar.

Gambar 23 Gagal dalam pembentukan imago

Kupu-kupu yang baru menetas membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam untuk pengeringan sayap dan selanjutnya dapat terbang. Kupu-kupu betina dapat langsung dikawini oleh jantan yang sudah siap, sedangkan jantan baru dapat melakukan perkawinan setelah satu sampai dua hari. Jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012), ulat Troides helena mememerlukan 33 hari dengan lima instar. Ulat yang sudah memasuki pada instar akhir, beberapai hari akan memasuki fase prapupa. Fase prapupa merupakan persiapan ulat menjadi pupa, waktu yang dibutuhkan pada fase prapupa paling singkat rata-rata 2 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matsuka (2011) bahwa lama waktu pada fase prapupa dapat mencapai tiga kadang empat hari untuk jenis Troides helena helena. Dari pengamatan yang dilakukan, waktu masa inkubasi pupa 26 hari kemudian akan menetas menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu betina memiliki masa hidup 15 hari untuk jantan 14 hari. Matsuka (2001) menyatakan bawa Troides helena helena dapat bertahan hidup paling lama kurang lebih selama empat minggu.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa lama waktu tiap fase Troides helena helena memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012). Total waktu yang dibutuhkan 99 ± 0,13 hari, namun menurut Pasaribu (2012) lama waktu yang dibutuhkan 95,53 ± 6,84 hari. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sihombing (1999) yang menyebutkan bahwa jangka waktu yang dibutuhkan bagi perkembangan kupu-kupu mulai dari fase telur hingga imago berhubungan dengan ketinggian tempat diatas permukaan laut dan suhu udara. Ketinggian suatu tempat akan berpengaruh pada kelembaban pada

27 tempat tersebut. Berikut fase hidup Troides helena helena (Gambar 24). Menurut Gullan dan Cranston (2000), hewan yang dapat menghasilkan lebih dari dua jumlah generasi dalam setahun disebut multivoltine, pada penelitian ini Troides helena helena dapat menghasilkan minimal tiga generasi dalam setahun apabila kondisi lingkungannya sesuai sehingga termasuk serangga multivoltine.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 24 (a) Fase telur, (b) fase larva, (c) fase pupa, dan (d) fase imago

Peluang Hidup

Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada setiap fase (Tabel 8). Persentase penetasan telur cukup baik mencapai 87%. Penurunan angka kelangsungan hidup terus terjadi sampai pada fase kupu-kupu. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada fase kepompong sebesar 45%. Kelangsungan hidup kupu jantan mencapai 17% dan kupu betina 20% dari total angka fase awal, yaitu dihasilkan 5 kupu jantan dan 6 kupu betina dari 26 telur.

Tabel 8 Kelangsungan hidup Troides helena helena

X (n=7) Ax Lx Dx qx Lx Tx ex Px Telur (n=30) 30 1.00 44 0.13 0.93 5.23 5.23 - Larva Instar 1 (n=26) 26 0.87 2 0.08 0.83 4.30 4.96 0.89 Larva Instar 2 (n=24) 24 0.80 4 0.17 0.73 3.47 4.33 0.88 Larva Instar 3 (n=20) 20 0.67 0 0.00 0.67 2.73 4.10 0.91 Larva Instar 4 (n=20) 20 0.67 4 0.20 0.60 2.07 3.10 0.90 Larva Instar 5 (n=16) 16 0.53 2 0.13 0.50 1.47 2.75 0.83 Prapupa (n=14) 14 0.47 3 0.21 0.42 0.97 2.07 0.83 pupa (n=11) 11 0.37 5 0.45 0.28 0.55 1.50 0.68 Imago betina (n=6) 6 0.20 1 0.17 0.18 0.27 1.33 0.65 Imago jantan (n=5) 5 0.17 5 1.00 0.08 0.08 0.50 0.45 Keterangan: ax = jumlah individu yang hidup pada setiap fase; lx = proporsi individu yang hidup

pada fase x setelah distandarkan; dx = jumlah individu yang mati pada fase; qx = proporsi individu yang mati pada fase; Lx = jumlah rata-rata individu pada fase x dan fase berikutnya; Tx = jumlah individu yang hidup pada fase sampai fase terakhir; ex = harapan hidup individu pada setiap fase; Px = proporsi individu yang hidup pada fase mencapai fase berikutnya x + 1.

Tingginya kematian pada fase telur disebabkan oleh parasit, Sedangkan kegagalan pada fase pupa terjadi saat pupa sudah menetas tetapi dapat terlihat pada saat imago (kupu-kupu dewasa) masih di dalam pupa (Gambar 25). Angka kematian tertinggi terjadi pada fase awal (pra dewasa) dan kematian rendah terjadi pada fase dewasa (Chambell et al. 2006). Penyebab pupa tidak dapat dengan baik

28

menetas karena stress akibat terlalu banyak sentuhan tangan manusia dapat juga disebabkan oleh predator. Angka kematian sangat dipengaruhi oleh kehadiran predator, kualitas vegetasi pakan, persaingan dan faktor lingkungan fisik (suhu dan kelembaban). Musuh-musuh alami bagi jenis kupu famili papilionidae antara lain: lebah Chelonus taxanus, lebah Tersilochus sp, lebah gergaji (Cimbex sp), semut (Eupelmidae) yang menyerang larva dan pupa kupu serta burung jenis Acrocephalus sp yang memakan telur kupu. Rendahnya persentase peluang hidup dari satu fase ke fase berikutnya, disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoidndan predator. Parasitoid yang menyerang fase telur adalah serangga ordo Hymenoptera, family Scelionidae (Goulet dan Huber 1993).

(a) (b)

Gambar 25 Kegagalan dalam bentuk dan perubahan pupa. (a) Pupa gagal menetas dengan baik, (b) Pupa menghitam

Morfometri Troides helena helena 1. Telur

Kupu-kupu betina dapat bertelur setelah terjadi kopulasi sekitar 6 sampai 8 jam. Telur diletakkan dibawah permukaan daun, batang dan cabang tanaman pakan Aristolochia tagala dengan warna telur oranye dan akan berwarna kemerahan terdapat bintik berwarna hitam pada permukaan atas telur (Gambar 26).

(a) (b)

Gambar 26 Telur baru ditetaskan, (b) Telur yang akan menetas terdapat bintik hitam

2. Ulat (larva)

Larva mengalami pergantian kulit sebanyak lima kali (Gambar 27). Hal ini juga disebutkan oleh Matsuka (2011) bahwa larva kupu-kupu sayap burung mengalami lima kali instar dengan empat kali pergantian kulit pada fase larva sebelum akhirnya larva berubah menjadi pupa. Warna larva akan berubah setelah memasuki instar I (pergantian kulit pertama) memiliki warna hitam kecoklatan

29 dan pada ujung larva berwarna coklat Ukuran larva dari instar I ke instar berikutnya mengalami pertambahan ukuran hal ini disebabkan karena larva masih berada dalam proses adaptasi dengan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas makan. Hasil pengukuran perubahan morfometri Troides helena helena di Taman kupu-kupu Cihanjuang bervariasi dapat dilihat pada Tabel 9.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 27 (a) Larva instar 1, (b) Instar 2, (c) Instar 3, (d) Instar 4

Berdasarkan Tabel 9, dapat terlihat bahwa perbedaan pertumbuhan morfologi ulat tidak berbeda jauh serta suhu dan kelembaban tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan morfologi (panjang dan lebar) ulat jenis Troides helena helena dengan penelitian Pasaribu (2012).

Tabel 9 Perbandingan morfologi Troides helena helana hasil penangkaran Taman Kupu-kupu Cihanjuang (TKC), Cilember dan IPB Darmaga

Fase Parameter TKC Cilember *) Darmaga **)

Telur Diameter (mm) 1,60 1,47 1.95

Telur Bobot (gram) 0,002 0,003 0.0026

Larva Instar 1 Panjang (mm) 5,76 5,88 5.63

Larva Instar 2 Panjang (mm) 8,94 10,52 8.71

Larva Instar 3 Panjang (mm) 14,97 15,99 15.37

Larva Instar 4 Panjang (mm) 26,84 25,57 26.96

Larva Instar5 Panjang (mm) 41,12 41,03 38.31

Larva Instar 1 Lebar (mm) 1,21 1,12 1.47

Larva Instar 2 Lebar (mm) 2,26 2,05 2.41

Larva Instar 3 Lebar (mm) 4,24 3,50 4.49

Larva Instar 4 Lebar (mm) 5,84 5,18 6.74

Larva Instar5 Lebar (mm) 8,57 6,87 9.41

Pupa Panjang (cm) 4,13 3,24 3.97

Pupa Lebar (cm) 2,38 1,64 2.13

Imago jantan Panjang bentang sayap (cm) 12,35 10,25 11.62

Imago betina Panjang bentang sayap (cm) 14,17 12,05 13.38

Keterangan : (*) = Hail penelitian Pasaribu (2011) (**) = Hasil penelitian Nurjannah (2001)

3. Pupa (Kepompong)

Ulat yang sudah mengalami instar 5 akan mengalami fase prapupa. Fase ini ditandai dengan larva yang mengeluarkan serat sutera melalui mulut dan mencari tempat yang terlindungi. Setelah mendapat tempat yang menurutnya aman, larva

30

akan membuat serat sutera yang berfungsi sebagai penyangga tubuhnya selama fase pupa. Larva terlebih dahulu akan membuat gumpalan sutera yang akan menjadi perekat pada bagian ujung atau ekor larva, kemudian larva baru membuat serat yang akan menjadi tempat menggantungkan badannya dan larva akan melekukkan badannya sebagai awal dari perubahan kepompong. Fase tersebut dikenal sebagai periode prapupa, sebelum nantinya akan berubah menjadi pupa.

Pada fase pupa tidak ditemukan pergerakan dan aktivitas makan. Warna pupa memiliki variasi warna dari hijau sampai coklat (Gambar 28). Variasi warna dari pupa tergantung pada warna ranting atau kayu. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa warna pupa diperoleh dari tempat pupa bergantung. Kepompong yang baik biasanya berwana cerah, bereaksi ketika disentuh dan kadang-kadang mengeluarkan suara mendesis (Syaputra 2011).

Gambar 28 Variasi warna pupa

4. Imago (Kupu-kupu)

Tahap akhir dari metamorfosis yaitu terbentuknya kupu-kupu dewasa (Gambar 29). Tubuh kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian diantaranya kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Kepala memiliki sepasang mata majemuk berfungsi mengenali bentuk, warna, dan gerakkan. Selain itu sepasang antena terdapat sensor berfungsi sebagai alat pencium dan perasa. Kupu-kupu juga memiliki tipe mulut dalam bentuk proboscis (lidah yang menggulung). Dada memiliki tiga segmen yaitu protoraks merupakan segmen terkecil dan terletak pada bagian depan thorax, mesotoraks merupakan bagian terbesar, sedangkan segmen thorax yang ketiga dinamakan metatoraks. Pada masing-masing segmen terdapat sepasang tungkai. Sepasang sayap terdapat pada mesotoraks dan metatoraks (Braby 2000). Perut terdiri dari alat kelamin dan anus, alat kelamin pada betina terdapat alat untuk meletakkan telur (ovipositor) sedangkan pada jantan dilengkapi bagian berbentuk penjepit (Smart 1976).

Troides helena helena mempunyai morfologi yang berbeda antara jantan dan betina (Gambar 30). Troides helena helena jantan memiliki warna sayap depan berwarna hitam polos dan sayap belakang berwarna hitam dengan warna kuning di bagian tengah dan tidak terdapat banyak corak hitam di bagian kuning sayap belakang (Simbolon dan Iswari 1990). Sedangkan pada Triodes helena helena betina memiliki warna sayap depan hitam dengan corak kecoklatan dan pada sayap belakang mempunyai warna hitam dan kuning di bagian tengah dan terdapat corak hitam di sepanjang bawah sayap belakang (Simbolon dan Iswari 1990). Troides helena helena jantan memiliki alat kelamin eksternal di bagian ujung abdomen mempunyai dua pintu berwarna putih yang terbuka, berfungsi

31 untuk memegang ekor dari kupu betina saat melakukan mating (kawin), Sedangkan pada Troides helena helena betina bagian abdomen tetap berwarna kuning dan menguncup sebagai alat untuk meletakkan telur.

(a) (b)

Gambar 29 (a) Imago betina saat mengeringkan sayap, (b) Imago jantan setelah menetas

(a) (b)

Sumber:http://www.nagypal.net/images/zzamphry.htm

Gambar 29 Troides helena helena (a) Imago betina, (b) Imago jantan

Konsumsi Pakan

Jenis pakan yang digunakan adalah sirih hutan (Aristolochia tagala). Perhitungan kebutuhan pakan dilakukan dengan cara menghitung daun awal yang diberikan dikurangi daun yang habis dikonsumsi oleh larva selama dalam penangkaran (Syamsu 2003). Konsumsi pakan ulat semakin meningkat seiring dengan semakin berkembangnya ulat menuju fase akhir (Tabel 10).

Tabel 10 Kebutuhan pakan ulat Troides helena helena di penangkaran No Fase Jumlah daun

awal (gram) Jumlah daun akhir (gram) Jumlah daun habis (gram) Jumlah konsumsi (%) 1 Instar 1 17.60 8.80 8.80 9.76 2 Instar 2 19.80 10.45 9.35 10.37 3 Instar 3 34.10 15.40 18.70 20.73 4 Instar 4 42.35 19.80 22.55 25.00 5 Instar 5 43.45 12.60 30.80 34.14 Jumlah 90.20 100.00 Rata-rata 18.04

32

Konsumsi pakan per larva pada instar 1 sebanyak 0,34 gram, instar 2 sebanyak 0,39 gram, instar 3 sebanyak 0,96 gram, sedangkan untuk instar 4 sebanyak 1,13 gram dan untuk instar 5 sebanyak 1,93 gram. Astuti (1992) menyatakan bahwa konsumsi pakan setiap instar makin besar dengan bertambahnya kenaikkan instar, karena pertumbuhan larva yang makin besar memerlukan pakan yang lebih banyak. Tercatat jumlah pakan yang dikonsumsi paling sedikit 8,80 gram dan terbanyak 30,80 gram dengan rata-rata jumlah yang dikonsumsi ulat mulai dari instar 1 sampai menjelang fase prapupa yaitu sebesar 18,04 gram. Sedangkan berdasarkan penelitian Pasaribu (2012), rata-rata larva memerlukan daun selama masa larvanya sebesar 14.925 gram. Larva jenis kupu-kupu Troides Helena merupakan larva yang banyak memakan daun karena banyak mengandung protein, serat kasar dan air. Daun tua memiliki kandungan protein yang rendah, namun tinggi kandungan serat kasarnya sedangkan buah lebih banyak mengandung vitamin dan karbohidrat.

Troides helena helena termasuk jenis ulat yang banyak mengkonsumsi daun daun terkadang buah yang masak karena banyak mengandung protein, serat kasar dan air. Pakan Troides helena helena mengandung protein, serat kasar, lemak dan energi. Jenis pakan daun sirih hutan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.

Dokumen terkait