• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Bakteriologik a. Bahan pemeriksasan

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario a Blok 13 (Halaman 29-43)

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan bakteri tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) - Pagi ( keesokan harinya )

- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pelaporan hasil :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lp, disebut negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lp, ditulis jumlah bakteri yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lp, disebut + atau (1+)

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lp, disebut ++ atau (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lp, disebut +++ atau (3+)

Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, Ogawa, Lowenstein-Jansen, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis.

Uji tuberkulin

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD (Purified Protein Derivate) 5 IU sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Interpretasi hasil test Mantoux 1

.

Indurasi 0–5mm : uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi M. tuberculosis.

2 .

Indurasi 5–9mm : uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan M. atipik atau setelah vaksinasi BCG. 3

.

Indurasi ≥ 10mm : uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi M. tuberculosis.

Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut : Infeksi TB alamiah

Infeksi TB tanpa sakit Infeksi TB dan sakit TB Pasca terapi TB

Imunisasi BCG ( infeksi TB buatan ) Infeksi mikrobakterium atipik / M. leprae.

Uji tuberculin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut : Tidak ada infeksi TB

Dalam masa inkubasi infeksi TB Anergi

Anergi adalah keadaan penekanan system imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi adalah gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, penyakit campak, pertusis, varisela, influenza ( bukan batuk-pilek-panas biasa, yang biasanya disebabkan oleh rhinovirus ), TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup.

Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%. CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal. Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.

Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian, diperoleh bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.

Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten. dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus . USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes.

Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TBC.

Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).

Terapi

Isoniazid (INH)

INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap bakteri dalam keadaan metabolik aktif yaitu bakteri yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap bakteri . Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel bakteri. INH cukup murah dan sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil tuberkulosis. Terdapat dalam sediaan oral dan intramuskuler (i.m). Dalam sediaan oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan

cairan seresrospinal dapat dicapai dalam beberapa jam saja dan bertahan minimal 6 – 8 jam. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa diberikan (5 – 15 mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian.

Efek toksik:

Neuritis perifer, ini terjadi karena inhibisi kompetitif pada piridoksin. Pada orang-orang malnutrisi dan orang-orang-orang-orang dengan diit tidak adekuat perlu diberikan supplemen piridoksin. Dosis supplemen piridoksin adalah 25 – 50 mg/hari atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH.

Hepatotoksik, jarang terjadi pada anak-anak. Sebaiknya kita memantau kadar transaminase dari hepar (SGOT & SGPT).

Intoleransi traktus digestivus; ini akan menimbulkan rasa mual dan ingin muntah.

Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ektrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh bakteri semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Obat ini diserap tubuh saat lambung kosong. Ekskresi yang utama lewat traktus biliaris. Pada kebanyakan pasien yang memakai rifampisin, air mata, ludah, urin, faeces akan menjadi berwarna merah. Ini disebabkan oleh metabolit dari rifampisin. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10 – 20 mg/kgbb/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis pemberian satu kali perhari.

Efek toksik: Hepatitis Leukopenia Trombositopenia

menghendaki memberikan Rifampisin bersama dengan INH, maka salah satu dosis dari obat diatas harus dikurangi menjadi ½ dosis agar tidak mengganggu fungsi hepar (hepatotoksik).

Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, LCS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Obat ini juga resisten terhadap bakteri Mycobacterioum bovis. Obat ini juga dapat mencapai cairan serebrospinal. Efek dari pirazinamid sudah dapat dilihat pada awal bulan ke 2 menjalani terapi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemakaian dosis tinggi tetapi jarang pada dosis normal. Pirazinamid juga dapat mengakibatkan meningkatnya asam urat serum. Pemberian secara oral denga dosis 15 – 30 mg/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari.

Efek toksik: Flushing

Hipersensitivitas pada kulit Athralgia

Gout

Iritasi saluran cerna

Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Peran utama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dengan dosis 15 – 20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari. Sifat etambutol adalah bakteriostatik dan bakterisidal. Toksisitas utama adalah neuritis optika

berupa kebutaan terhadap warna merah-hijau ( red-green color blindness). Efek ini cukup sering dijumpai pada orang dewasa. Insidensi dari toksisitas optalmologika cukup rendah. Oleh karena pemeriksaan lapang pandang dan warna pada anak-anak cukup sulit dilakukan maka etambutol tidak direkomendasikan untuk terapi rutin pada anak-anak.

Streptomisin

Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik bakteri ekstraselular pada keadaan basa atau netral, jadi efektif membunuh bakteri intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari, maksimal dosis 1 gram/hari. Obat ini dapat melewati selaput otak yang meradang, berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, diekskresi melalui ginjal. Toksisitas utama dari streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa tinismus dan pusing.

Dosis Obat Antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg) Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g) Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g) Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH tidak melebihi 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal dua macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6 – 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh bakteri intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh bakteri juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang

didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan bakteri yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan.

Respons Immunologi terhadap TBC

Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag (terutama pada alveolus mengingat port d’entree Mycobacterium tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan).

Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor manosa makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium tuberculosis lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom makrofag.

Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam endosom makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan makrofag dan penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas berproliferasi di dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ lain

Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah bening regional.

Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex

Sekresi IL 1, IL 6 Proliferasi MTB dalam makrofag

Nn . Fanny, 22 th

(MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan dipresentasikan ke sel TH0 CD4+.

Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-interferon (IFN- ). Sel ini juga mengakibatkan timbulnyaγ respons positif terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap antigen bakteri penyebab TB. IFN- berperan pγ enting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan

mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF).

TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi “histiosit epiteloid” yang kemudian membentuk respons granulomatosa sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan necrosis caseosa di bagian sentralnya.

IFN- bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen γ inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk zat nitrogen reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada dinding sel Mycobacterium tubrculosis sampai DNA bakteri tersebut.

Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu merangsang pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu membunuh Mycobacterium tubrculosis

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T γδ (T-gamma delta) juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak makrofag yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Limfoid Hiperplasia Presentasi MHC kelas 2aktivasi sel CD4+ subtipe TAktivasi sel T sitotoksik CD8+H1 sel TH0 CD4+

Fagolisosom tdk efektif

Proliferasi MTB dalam makrofag MTB Mati

Manipulasi endosomMTB difagosit makrofaginhalasi Pembentukan imunitas seluler, > 3 mingguInfeksi MTB Mediasi IL 12 Limfositosis

Nn . Fanny, 22 th Produksi leukosit ?Aktivasi GC pada KGBleukositosisProliferasi + diferensiasi limfosit pd GC

penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi cepat sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan jaringan nekrosis.

Kerangka konsep

Ekstrapulmoner Intrapulmoner

TB Milier

Re-aktivasi

TBC terlokalisir

TB sekunder disertai penyebaran MTB ke berbagai organRe-infeksi

TB Meningeal TB tulang Ke KGB TB pleuritis

Limfadenitis Kronik Spesifik

Sekresi TNF

Produksi IFN-?

Aktivasi makrofag

Rekrutment monosit

Diferensiasi monosit menjadi histiosit epiteloid dan datia Langhans

granulomatosa + nekrosis kaseosa Sekresi IL 1, IL 6 Destruksi bakteri BB ? Seratonin ? Nafsu makan ? anemia

Asupan nutrisi kurang

Supresi sumsum tulang

Eritropoiesis ?

RBC ?

Proporsi plasma dan fibrinogen ?

Ket : MTB = Mycobacterium Tuberculosis LED ? BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Nn. Fanny 22 tahun mengalami limfadenitis kronik spesifik karena terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Dalam dokumen Laporan Tutorial Skenario a Blok 13 (Halaman 29-43)

Dokumen terkait