Pemeriksaan ekhokardiografi transtorakal atau transesofageal terbatas penggunaannya untuk diagnosis emboli paru. Pada ekokardiografi dapat dilihat perubahan ukuran dan fungsi ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspid jantung kanan akut menandakan adanya regangan. Dengan penilaian klinis yang tepat, perubahan ventrikel kanan dapat menandakan emboli paru akut. 4
39
Gambar 5. Ekokardiografi D shape ventrikel kiri
Pemeriksaan untuk diagnosis harus disesuaikan dengan tingkat kegawatan klinis pasien berdasarkan kondisi pasien, nilai keadaan hemodinamik stabil atau tidak stabil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Diagnosis banding emboli paruadalah : 4 1. Pneumonia 2. Bronkitis 3. Asma 4. PPOK 5. Pneumotoraks 6. Nyeri muskulosleletal 7. Kostokondritis 8. Fraktur iga 9. Edema Paru
10. Gagal jantung kongestif 11. Keganasan toraks 12. Hipertensi pulmonal 13. Infark miokard 14. Ansietas
40 2.2.4 PENATALAKSANAAN EMBOLI PARU
Penatalaksanaan emboli paru mencakup terapi yang bersifat umum dan khusus. Tata laksana yang umum antara lain:
1. Tirah baring di ruang intensivf 2. Pemberian O2 2-4 lpm/ menit
3. Pemasangan jalur intravena untuk pemberian cairan 4. Pemantauan tekanan darah
5. Stocking pressure gradient (30-40 mmHg, bila tidak ditoleransi gunakan 20-30 mmHg)
Sementara terapi yang bersifat khusus adalah: 2.2.4. 1.Heparin
Heparin sebagai antikoagulan utama pertama kali ditemukan oleh Howell dan Holt tahun 1918.21 Pada beberapa kasus kecurigaaan terhadap emboli paru, keputusan untuk memberikan terapi harus dibuat dengan dasar diagnosis yang kuat. Jika ada evaluasi klinis dan pemeriksaan awal kecurigaaan besar terhadap emboli akut, terapi antikoagulan harus diberikan walaupun belum ada pemeriksaan tambahan untuk konfirmasi diagnosis.1
Tujuan awal penatalaksanaan emboli paru dengan pemberian cepat antikoagulan sehingga meminimalisir komplikasi perdarahan. 4,22 Antikoagulan yang diberikan berupa subkutan Low Molecular Weight (LMW) Heparin, intravena atau subkutan Unfractionated (UF) heparin dan tidak ada kontraindikasi pemberian heparin (klas 1, level eviden A)21 Terapi awal pemberian heparin selama 5 hari dengan diawali pemberian vitamin K antagonis. Target terapi sampai Partial Thromboplasti Time (PTT) antara 1,5 sampai 2 kali kontrol. 4
Penelitian yang dilakukan oleh Smith dkk yang mempelajari 400 pasien di instalasi gawat darurat (IGD) didiagnosis dengan emboli paru akut dengan menggunakan CT scan angiografi dan diobati di rumah sakit dengan heparin
unfractionated IV tahun 2002-2005. Pasien menerima heparin baik di IGD atau
setelah masuk. Waktu dari IGD sampai tercapai activated partial tromboplastin
time (aPTT) terapeutik dihitung. Outcome termasuk mortalitas masuk rumah sakit
41 pada pemberian heparin, dan berulang vena tromboemboli dalam waktu 90 hari. Pada penelitian ini didapatkan tingkat mortalitas masuk rumah sakit 3,0 % dan dalam 30 hari 7,7%. Pasien yang berikan heparin di IGD lebih rendah mortalitas pada masuk rumah sakit (1.4% vs 6.7%; P= 0.009) dan tingkat mortalitas 30 hari (4,4 vs% 15,3%; P<.001) dibandingkan pasien yang diberi heparin setelah masuk. Pasien yang mencapai aPTT terapeutik dalam waktu 24 jam lebih rendah mortalitas pada masuk rumah sakit (1,5% vs 5,6%; P = 0,093) dan mortalitas dalam 30 hari (5,6% vs 14,8%; P = 0,037) dibandingkan dengan pasien yang mencapai aPTT terapi setelah 24 jam. Pada beberapa model regresi logistik, menerima heparin di IGD masih prediksi penurunan mortalitas , dan masuk ICU tetap prediksi peningkatan mortalitas. Penelitian ini menyimpulkan hubungan antara antikoagulasi awal dan penurunan mortalitas pada pasien dengan emboli paru akut.23
2.2.4.2. Trombolisis
Obat trombolisis berguna melisis trombus dengan meningkatkan produksi plasmin melalui aktivasi plasminogen. Banyak sediaan yang tersedia seperti streptokinase dan urokinase.3,22 Fibrinolisis digunakan pada penderita dengan emboli paru akut yang massif dan kemungkinan komplikasi perdarahan yang lebih besar (klas II, level eviden B).20,22
Pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil, perawatan lebih agresif seperti trombolisis. Ini merupakan pilihan terapi karena tingginya angka kematian pada penderita tersebut dan perbaikan obstruksi tromboemboli lebih cepat dengan trombolitis dibandingkan dengan antikoagulan.9
Wang dkk melakukan penelitian mengenai keefektifan dan keamanan regimen Urokinase 2 jam dibandingkan dengan Urokinase 12 jam pada pasien emboli paru akut. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kedua regimen memiliki kesamaan dalam hal efektifitas dan keamanannya untuk emboli paru akut. 24
42 Tabel 5. Obat dan dosis trombolitik dikutip dr 25
Obat Regimen dosis
Streptokinase 250.000 unit selama 30 menit, kemudian 100.000 unit /jam selama 24 jam
Urokinase 4.400 unit/kgBB selama 10 menit,
kemudian 4.400 unit/kgBB selama 12 jam
Rt-PA 10 mg bolus, kemudian 90 mg selama 2 jam
Tabel 6. Kontraindikasi absolut dan relatif terapi trombolitik dikutip dari 25
ABSOLUT RELATIF
- Riwayat perdarahan intrakranial - Keganasan intrakranial
- Trauma kepala
- Perdarahan internal yang aktif - Riwayat bedah intrakranial atau
intraspinal dalam 3 bulan
- Kecelakaan serebrovaskuler dalam 2 bulan
- Pernah perdarahan internal - Pernah bedah atau biopsi organ - Pernah trauma
- Hipertensi tidak terkontrol
- Resiko tinggi trombosis jantung kiri - Retinopati diabetik
- Kehamilan Umur >75 tahun .
Penelitian metaanalisis yang dilakukan Wan S dkk tahun 2004 mengenai perbandingan trombolitik dengan heparin sebagai terapi awal emboli paru pada 11 studi mencakup 748 pasien. Hasil penelitian ini menyimpulkan belum ada bukti manfaat terapi trombolitik lebih baik dibandingkan dengan heparin sebagai terapi awal pada pasien emboli paru. Manfaat trombolitik baru dirasakan pada pasien dengan resiko tinggi untuk kejadian berulang atau kematian. 26
2.2.4.3. Embolektomi
Embolektomi merupakan terapi pertama emboli paru yang pertama kali dilakukan oleh Tredelenberg tahun 1908 pada arteri pulmonari.21 Merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada emboli paru akut untuk mencegah resiko hemoragi intrakranial.16 Operasi plag mempunyai resiko kematian yang besar (30%), karena pasien berada dalam keadaan kritis, hemodinamik yang tidak stabil
43 selama operasi. Pasien didiagnosis di ruang emergensi yang mempunyai kecendrungan diagnosis besar terhadap emboli paru dan biasanya pemberian antikoagulan atau trombolitik tidak memberikan manfaat.4
Penelitian yang dilakukan oleh Lidt dkk terhadap penderita dengan emboli paru massif dengan disfungsi ventikel kanan. Pada pasien ini tindakan trombolitik merupakan kontraindikasi karena akan meningkatkan resiko perdarahan, gagal trombolisis. Pada pasien ini dilakukan percoutaneous mechanical trombectomy (PMT) yang ternyata merupakan alternatif terapi yang bermanfaat untuk kasus tersebut. 27
2.2.5 PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap timbulnya trombosis vena dalam dan tromboemboli paru dilakukan dengan tindakan-tindakan fisis, suntikan heparin dosis kecil dan obat antiplatelet pada pasien-pasien risiko tinggi. Tindakan-tindakan fisis misalnya pemasangan stocking elastik dan kompresi udara intermitten pada tungkai bawah. Pemakaian stocking elastik mungkin efektif untuk mencegah timbulnya trombosis vena dalam. Pemasangan alat kompresi udara intermitten pascaoperasi pada tungkai bawah dianjurkan pada pasien sesudah taraf pembedahan saraf prostat atau lutut. Tindakan-tindakan lain untuk mencegah trombosis vena dalam misalnya mobilisasi dini sesudah pembedahan, kaki letaknya ditinggikan pada pasien tirah baring dan latihan aktif dan pasif menggerakkan kaki pada pasien tirah baring. Suntikan heparin dosis rendah, 5000 unit subkutan diberikan tiap 8-12 jam, dimulai 2 jam sebelum operasi. Monitoring sama seperti pengobatan heparin. Pencegahan dengan obat antitrombosit dalam mencegah trombosis vena dalam belum ada bukti keberhasilannya.
44 Tabel 7. Terapi Profilaksis pada DVT
2.2.6 PROGNOSIS
Angka kematian mencapai 10-15%. Dalam persentasi kecil emboli paru masif meninggal sebelum didiagnosis, seringkali dalam 1 jam pertama. Pada penderita yang mendapat antikoagulan adekuat dengan heparin dan bertahan lebih dari 2 jam, prognosisnya baik. Bila heparin tidak diberikan akan terjadi embolisasi pada 1/3 kasus. Resiko menurun kurang dari 5% dengan terapi heparin adekuat.1
45 Emboli paru berulang dapat dicegah bila diberikan terapi dengan heparin dan antikoagulan oral, sehingga prognosisnya menjadi lebih baik. 21
Penelitian yang dilakukan Fremont dkk secara retrospektif di RS Trousseau Prancis mulai 1 Januari 1992 sampai 30 Juni 2005 mengenai nilai diagnostik rasio diameter akhir diastolik ekhokardiografi right/left ventricular pada pasien emboli paru akut. Rasio RV/LV ≥0,9 pada ekhokardiografi (P=0,01) merupakan faktor prediktor bebas untuk menilai angka kematian rumah sakit. Kriteria ini dapat dipakai menilai prognosis yang buruk .28
Penelitian yang dilakukan oleh Klok dkk mengenai kualitas hidup penderita emboli paru akut mulai 1 Januari 2001 sampai 1 Juli 2007 dengan jumlah sampel 392 penderita. Penelitian ini didapatkan kualitas hidup yang buruk berhubungan dengan umur, obesitas, keganasan dan status kardiopulmoner.29 Pulmonary Embolism Prognostic Index (PESI) dapat menilai lebih baik prediksi resiko kematian pada pasien dengan emboli paru. Adapun caranya dapat di lihat pada tabel dibawah ini.30
Tabel 8. Pulmonary embolism prognostic index (PESI) dikutip dari 30 Prediktor Skor - Umur tahun - Laki – laki + 10 - Kanker + 30 - Gagal jantung + 10 - PPOK + 10
- Denyut jantung ≥110 x/menit + 20
- Tekanan darah sistolik <100mmHg + 30
- Frekuensi napas ≥ 30 + 20
- Suhu tubuh <36ºC + 20
- Delirium + 60
- SaO2 < 90% + 20
46 Interpretasi:
- Risiko rendah : ≤ 65 klas I, kematian 0,7% 66 – 85 klas II, kematian 1,2%
- Resiko tinggi : 86 – 105 klas III, kematian 4,8% 106-125 klas IV, kematian 13,6%