• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Fisik

Dalam dokumen Appendisitis Akut Laporan Kasus (Halaman 26-36)

2.7 KOMPLIKASI .1. Perforasi

2.7.3. Appendicular infiltrat

2.7.3.3. Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu axillar dan rektal sampai 1°C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.8

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 8

Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah Appendix maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.7

Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata. Pemeriksaan colok dubur

menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada Appendicitis pelvika. 8

Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.8

2.7.3.4. Diagnosis

Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7

Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.7

Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;

3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.6

2.7.3.5. Penatalaksanaan

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya.7

Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.7

Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai dengan kenaikan

suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7

Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-anak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).2

Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan Appendectomy.2

Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD (Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi usus.2

Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.2

2.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah. 4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.

Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,:

a. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah. 2 lapis M.rectus abd. sayatan M.rectus abd. ditarik ke medial

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).

Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem

dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:

a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.

b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan adhesi.

c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien

dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1

Dalam dokumen Appendisitis Akut Laporan Kasus (Halaman 26-36)

Dokumen terkait