KETERANGAN SKEMA
HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Pemeriksaan Fisik Status Present
Keadaan Umum : sedang Ekspresi Wajah : tenang
Kesadaran / GCS : CM / E4V5M6 Berat badan : 65 kg
Vital Sign
Tekanan darah : 150/100 mmHg Denyut Nadi : 98 x / menit Pernafasan : 20 kali/ menit Suhu aksila : 37 ‘C
Skor nyeri : 9
GDS : 185 mg/dl
Pemeriksaan Kepala / Leher : Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva palpepra anemis -/-, petekie -/-, sclera ikterik -/-, reflek pupil +/+, pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm.
Wajah : kulit wajah pucat (-), sianosis (-) Telinga : deformitas (-)
Hidung : deformitas (-), perdarahan dari hidung (-)
Mulut : sianosis bibir (-), mukosa mulut dan lidah merah muda, petekie (-), stomatitis(-), lidah kotor (-)
Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), distensi v. jugularis (-)
Pemeriksaan Thorax dan Kardiovaskuler : Thorak
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas (-), sikatriks (-), penggunaan otot SCM (-/-), retraksi sela iga (-), pelebaran sela iga (–), fossa supraclavikular cekung normal, fossa suprasternal cekung normal, fossa infraclavikular normal, frekuensi dan dalamnya nafas normal
Palpasi : Pergerakan simetris, vocal fremitus simetris. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru. nyeri ketok (–)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, suara tambahan rhonki , wheezing
-/-Jantung dan kardiovaskular
Inspeksi : Iktus tak terlihat, pulsasi jantung tak terlihat Palpasi : Iktus tak teraba, thrill tidak ada
Perkusi : Batas atas : ICS 2 Batas bawah : ICS 4
Batas kanan : linea sternalis dextra Batas kiri : linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (–)
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : Bentuk abdomen normal, permukaan kulit rata, warna kulit normal, umbilikus masuk merata. Distensi (-), venektasi (-), hiperemi (-), sikatrik (-), ulkus (-), hernia (-) Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-), pekak beralih (-) Palpasi : turgor kulit normal, nyeri tekan (-), Massa (-), defans muskular (-). Hepar/Lien/Renal tidak teraba
Pemeriksaan Pelvic dan inguinal :
Pelvis normal, nyeri tekan suprapubic (-). Inguinal normal, benjolan (-), massa (-), nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-).
Pemeriksaan Urogenital : normal, infeksi (-), massa (-)
Pemeriksaan Anal dan Perianal :
Inspeksi : hiperemi (-), massa (-), nyeri tekan (-).
Extremitas atas :
akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-, jejas (-)
Extremitas bawah :
Akral hangat +/+, edema +/-, deformitas -/-, terdapat dua buah luka pada telapak kaki kiri, bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris dekstra berwarna merah keunguan, edema (+). Nyeri tekan (+).
Status lokalis Luka :
terdapat dua buah luka pada telapak kaki kiri,bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris sinistra berwarna merah keunguan, edema (+),nyeri tekan (+), perdarahan (+)
D. Resume
Seorang pria, 61 tahun, datang dalam keadaan sadar, mengeluh nyeri pada telapak kaki kiri :
Pada tanggal 22 Desember 2015 pukul 08.00 WIB, telapak kaki kiri digigit ular, saat kejadian os sedang berjalan di pinggir jalan yang dekat dengan sawah, setelah itu os mengeluh nyeri (+) hingga tidak bisa berjalan, kaki terasa panas (+), baal (hipoestesia) (+), bengkak (+), berkeringat dingin (+), berdebar-debar (+),Perdarahan tidak berhenti sejak pasien digigit ular (+).
Pada 22 Desember 2015 sekitar pukul 11.57 WIB, pasien dalam keadaan sadar, dibawa ke IGD RSUD Darsono, dilakukan pembersihan luka dan pembalutan.
Saat ini os dalam keadaan sadar, masih nyeri dan bengkak pada luka gigitan hingga pertengahan betis kanan, os bisa berjalan. Kaki terasa hipoestesia (-) dan panas (-)
Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 150/100 mmHg, denyut nadi 98 x / menit, teratur, pernafasan 20 kali/ menit, suhu aksila 37 ‘C, pemeriksaan thorax dan abdomen dalam batas normal, status lokalis luka : terdapat dua buah luka pada telapak kaki kiri, bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris sinistra berwarna merah keunguan, edema (+). Nyeri tekan (+), Perdarahan aktif (+).
E. Diagnosis
Snake bite derajat II (kriteria Parrish) F. Planning
a. Planning Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium DL, LFT, BT, CT,
Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal b. Planning Terapi
Bed rest
Perawatan luka
Observasi vital sign
Analgesik Paracetamol
Antibiotika profilaksis Amoxicillin G. Prognosis
Dubia ad bonam
H. Observasi
Hari I (29 Maret 2012)
S : nyeri pada tumit kanan hingga os tidak bisa berjalan, bengkak pada luka gigitan sampai pertengahan betis kanan.. BAB baik, lancar, BAK baik, lancar.
O : KU : sedang, Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6) TD : 100/70mmHg N: 88x/mnt RR: 20x/mnt T: 36,1’C
Status lokalis luka : dua buah luka pada tumit kanan, 5 cm di bawah mata kaki, bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris dekstra berwarna merah keunguan, edema (+) pada lokasi gigitan hingga ½ cruris dekstra. Nyeri tekan (+).
A : Snake Bite P : RL Injeksi Ceftriakson Ketorolac 3% Rawat luka Hari II (30 Maret 2012)
S : masih nyeri dan bengkak pada luka gigitan sampai pertengahan betis kanan. Os sudah bisa berjalan. BAB baik, lancar, BAK baik, lancar.
O : KU : sedang, Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6) TD : 100/80 mmHg N: 88x/mnt RR: 20 x/mnt T: 35,8’C
Status lokalis
Status lokalis luka : dua buah luka pada tumit kanan, 5 cm di bawah mata kaki, bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris dekstra berwarna merah keunguan, edema (+) pada lokasi gigitan hingga ½ cruris dekstra. Nyeri tekan (+).
A : Snake Bite P : RL
Injeksi Ceftriakson Ketorolac 3% Rawat luka
Hari III (31 Maret 2012)
S : nyeri dan bengkak pada luka gigitan sampai pertengahan betis kanan berkurang. Os sudah bisa berjalan. BAB baik, lancar, BAK baik, lancar.
O : KU : sedang, Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6) TD : 100/70 mmHg N: 92 x/mnt RR: 19 x/mnt T: 36’C
Status lokalis luka : dua buah luka pada tumit kanan, 5 cm di bawah mata kaki, bentuk titik ukuran masing-masing 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2 cm x 0,1 cm, jarak kedua luka 1,2 cm. warna kulit sekitar luka hingga 1/3 distal cruris dekstra berwarna merah keunguan, edema (+) pada lokasi gigitan hingga ½ cruris dekstra. Nyeri tekan (+).
A : Snake Bite
P : BPL dalam keadaan stabil Resep oral : Amoxicillin Syr
PEMBAHASAN
Pada kasus, seorang anak berusia 10 tahun yang digigit ular menjelang malam hari, saat sedang berjalan di pinggir jalan yang dekat dengan sawah dan mengenakan sandal. Lokasi gigitan adalah pada tumit kanan pasien. Hal ini kemungkinan terjadi karena korban tidak sengaja menginjak ular tersebut, sehingga ular tersebut berusaha mempertahankan diri dengan menggigit tumit korban.
Pada kasus gigitan ular penting untuk mengetahui apakah ular tersebut berbisa atau tidak berbisa. Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk membedakan apakah ular berbisa atau tidak diketahui berdasarkan jenis ular, gambaran luka gigitan, serta gambaran klinis dari korban gigitan ular. Pada kasus ini, diketahui bahwa korban tidak tahu jenis, corak, maupun warna ular yang menggigitnya, sehingga untuk menentukan ular tersebut berbisa atau tidak didapatkan berdasarkan gambaran bekas gigitan serta gejala klinis yang dialami pasien.
Segera setelah ular menggigit akan muncul gejala dan tanda pada daerah gigitan berupa tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, perdarahan lokal, kemerahan, limfangitis, pembesaran kelenjar limfe, inflamasi (bengkak, merah, panas), melepuh, infeksi lokal, terbentuk abses,serta nekrosis. Pada korban, didapatkan tanda dan gejala lokal berupa rasa nyeri pada daearah gigitan (tumit kaki kanan) yang dirasa terus-menerus, hingga ia tidak bisa berjalan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke betis pasien. Kaki pasien juga terasa panas, baal (kesemutan) dan membengkak, bekas gigitan tidak berdarah. Tanda dan gejala sistemik yang didapatkan berupa keringat dingin dan berdebar-debar. Tidak didapatkan gejala mual, muntah, pusing, serta syok. Pada pemeriksaan fisik kepala, leher, thorax, dan abdomen, tidak didapatkan kelainan. Pada ekstremitas, didapatkan luka gigitan pada tumit kanan pasien. Gambaran luka yaitu berbentuk dua buah titik pada tumit kanan dan disekitar luka hingga 1/3 distal regio cruris dekstra terjadi edema serta perubahan warna kulit merah-keunguan disertai nyeri pada penekanan.
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular, menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah, serta mengatasi efek lokal dan sistemik. Metode pertolongan pertama yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi
otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
Pada kasus ini, penanganan yang dilakukan pada korban kurang baik disebabkan saat awal terkena, pada daerah kaki korban sempat dilakukan pengikatan erat karena kurangnya pengetahuan keluarga terhadap penanganan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), dapat mempercepat terjadinya nekrosis jaringan karena aliran darah menuju lokasi terhambat, serta apabila tornikuet dibuka maka tekanan yang tinggi pada daerah tersebut menyebabkan racun akan semakin menyebar melalui pembuluh darah dan menumbulkan efek sistemik yang lebih berat.
Pada pasien juga dilakukan tidakan cross incision, yang ditandai dengan bentuk luka seperti huruf X. Untuk melakukan tindakan cross incision, sangat penting untuk mengetahui waktu tergigit ular, sejumlah literatur menyebutkan bila dilakukan insisi sedalam ½ cm pada 3 menit setelah tergigit 90% dapat dicegah infiltrasi bisa, 15-30 menit, 50% bisa dapat dibuang, sedangkan bila 1 jam hanya 1% bisa yang dapat dibuang.
Selama perawatan di rumah sakit, pada pasien ini diberikan terapi berupa antinyeri serta antibiotika. Pemberian antibiotika pada korban gigitan ular dapat diberikan, tapi umumnya bermanfaat hanya pada kasus gigitan ular yang berat. Walaupun demikian, pemberian antibiotik spektrum luas tetap direkomendasikan disamping itu untuk mencegah infeksi sekunder dari luka setelah dilakukan insisi. Antibiotika yang dapat diberikan seperti amoksisilin dan golongan cefalosporin ditambah dosis tunggal gentamisin dan metronidazol.
Penatalaksanaan gigitan ular di rumah sakit pada negara dengan prevalensi gigitan ular yang tinggi, berdasarkan penelitian dari 108 pasien, tampak pada tabel berikut.
1. bed rest
2. Perawatan luka (iodine, hibitane) 3. Menenangkan pasien
4. Pemberian sedasi (diazepam, promethazine)
5. Analgesik (ASA, paracetamol, ibuprofen, indometacin, petidine
6. Antibiotika profilaksis (PPF, amoksisilin, ampicillin, gentamicin, cloxacillin 7. Antitetanus
8. Steroid (kortison, deksametason)
9. Akses intravena (cairan dan obat-obatan) 10. Debridemen (n=2)
11. Elevasi tungkai 12. Observasi
BAB IV RESUME