Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah
darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase, dan kreatinin.
Pada ileus obstruksi sederhana, hasi pemeriksaan larobarotiumnya dalam batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis, dan nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi. Penurunan dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium merupaan manifestasi lebih lanjut, dapat juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN didapatkan meningkat, menunjukkan hipovolemia dengan azotemia prerenal.(15)
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi.
a. Foto polos abdomen
Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step ladder pattern,
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya udara. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level ataupun distensi usus.(3)
Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga step ladder pattern karena cairan transudasi.
Gambar 3.4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus)
(a) (b)
Gambar 3.5 (a) ileus obstruksi (b) posisi setengah duduk denga gambaran air fluid level yang membentuk step ladder pattern
b. Foto Thorax
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11)
Gambar 3.6. Gambaran free air sickle
c.CT scan
CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT scan ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter kurang dari 1 cm.(11)
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis
intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.(3)
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-90% dalam mendeteksi obstruksi.(3)
Gambar 3.7. Ileus obstruksi pada CT scan (dilatasi lumen usus halus, dan dekompresi terminal ileum (I) dan kolon asenden (C))
d. Enteroclysis
Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika foto polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran klinis menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena metastase, tumor yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi. Enteroclysis dapat dilakukan dengan dua jenis kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan dalam pemeriksaan ini. Barium aman digunakan dan berguna mendiagnosa obstruksi bila tidak terdapat iskemia usus ataupun perforasi. Namun, penggunaan barium sering dihubungkan dengan terjadinya peritonitis, dan harus dihindari bila diduga adanya perforasi.(11)
Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan ini, digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan
methylcellulose dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum melalu kateter nasoenteric.
(a) (b)
Gambar 3.8. (a). adhesional small bowel obstruction. Menunjukan gambaran lumen usus yang menyempit (tanda anak panah) (b). Enteroclysis
e.USG abdomen
USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai 100%. Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus.
Gambar 3.9. USG abdomen dengan gambaran dilatasi usus halus III.8 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari ileus obstruksi adalah : a. Ileus paralitik
Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus.
b. Appendisitis akut
Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah. c. Pankreatitis akut
Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala ini dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase kadarnya akan sangat tinggi bbila dibandingkan ileus obstruksi.
d. Gastroenteritis akut
Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau sedikitnya aktifitas usus.
e. Torsio ovarium, dysmenorrhea, endometriosis III.9 Penatalaksanaan
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi harus segera diatasi.(9)
1. Terapi konservatif
Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat berkuranganya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Koreksi melalu cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan menggunakan kateter , tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium, tekanan vena sentral. (3,11)
Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.(3,11)
Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko aspirasi pulmonal karena muntah.
Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi cairan dan sebagainya, makan terapi operatif segera dilakukan.(3,11) 2. Operatif
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan dekompresi nasogastrik telah dilakukan. (3,8)
Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi : - Strangulasi
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT, infus, dan kateter).(9)
Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari penyebabnya. Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut, tumor dilakukan reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan herniotomi. Usus yang terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih bagus atau tidak, jika sudah tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria dari usus yang masih viabel dapat dilihat dari warna yang normal, dan adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.(3)
Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika tidak dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi dibuat. Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi perforasi. Reseksi bagian yang terkena devertikel mungkin agak sulit tapi merupakan indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum. Biasanya dilakukan reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda sampai rongga abdomen bebas radang (cara Hartman).Vovulus sekal biasanya dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus sigmoid, dapat dilakukan reposisi dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Tanpa dilakukan reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.(8)
Gambar 3.2. Algoritma penatalaksanaan ileus obstruksi usus halus
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung ususuntuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,misalnya pada Ca sigmoid obstruksi, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudiani dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi. Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah saangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca bedah ialah toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
III.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan syok septik.(14)
III.11 Prognosis
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %, dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. (3)
Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan diakukan dengan cepat.
BAB IV KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar, tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen, terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaaa radiologi, yaitu foto polos abdomen 3 posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan adanya free air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering dilakukan.