• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Tuberkulosis

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium melibatkan darah, sputum, tes tuberculin, serologi, Enzymlinked immunosorbent assay (ELISA), Mycodot dan Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

1. Darah

Pada saat TB baru aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kea rah normal lagi (Israr, 2009).

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman basil tahan asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA tetapi pada biakan hasilnya negative. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anti TB (OAT) jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut 1+

b. Ada 1 - 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

d. Ada 1 – 10 BTA per lapangan pandang, disebut 3+

Penulisan gradasi hasil bacaan penting untuk menunjukkan keparahan penyakit, derajat penularan dan evaluasi pengobatan (Israr, 2009).

3. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc teberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate Strength). Hasil tes Mantoux ini dibagi dalam :

a. Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negative = golongan non sensitivity.

b. Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. c. Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity Untuk penderita dengan HIV positif, test Mantoux ± 5 mm, dinilai positif (Israr, 2009).

4. Serologi

Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain : a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

b. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibody antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, bila di dalam serum tersebut terdapat antibody spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktivitas penyakit maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah. c. Uji Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi (Israr, 2009).

2.3.8 Penatalaksanaan

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan yang cukup memprihatinkan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan (Depkes RI), tercatat bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia; dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Masalah yang timbul pada penyakit ini disebabkan jumlahnya penderitanya yang banyak dan penyebaran penyakitnya yang mudah (melalui kuman yang dibatukkan oleh penderita ke udara – lihat topik terkait). Selain itu masalah yang terpenting adalah tingkat kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang rendah. Hal ini timbul karena umumnya penderita menghentikan pengobatannya ketika mereka sudah tidak merasakan gejala penyakitnya dan menganggap bahwa penyakitnya telah sembuh, padahal penyakit ini memerlukan pengobatan jangka panjang yang teratur. Jangka waktu pengobatannnya tergantung kepada kategori penyakit yang dideritanya (sesuai anjuran dokter yang memeriksa).

Menurut Program Pemberantasan TB paru , tujuan pengobatan tuberkulosis dengan Obat anti TB (OAT) jangka pendek adalah memutuskan rantai penularan dengan menyembuhkan penderita tuberkulosis paling sedikit 85 % dari seluruh kasus tuberkulosis BTA positif yang ditemukan dan mencegah resistensi (kuman yang kebal terhadap (OAT). Obat anti TB (OAT) harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid (membunuh kuman) dengan atau tanpa obat ketiga. Dasar pemberian obat ganda adalah karena selalu didapatkan kuman yang sejak semula resisten (kebal) terhadap salah satu obat pada kuman yang sensitif.

Tujuan pemberian OAT antara lain membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif (lihat topik mengenai pemeriksaan penunjang TB) secepat mungkin melalui efek bakterisid, mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi (kemampuan membunuh kuman khusus yang tumbuhnya lambat.), menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis (kekebalan tubuh). Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama yang digunakan adalah Rifampisin (R), INH (H), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E). Obat – obat tersebut bersifat bakterisid kecuali untuk etambutol yang bersifat bakteriostatik (menekan pertumbuhan kuman). Jangka waktu pengobatan minimal dilakukan selama 6 (enam bulan). Pemberian OAT jangka panjang terkadang dapat memberikan efek samping dari obat yang diminum. OAT golongan pertama dan efek sampingnya, antara lain:

1. Isoniazid (INH) : efek sampingnya berupa neuritis perifer (radang saraf tepi) untuk pencegahan harus diberikan suplemen vitamin B6, gangguan fungsi hati, alergi obat

2. Rifampisin : efek sampingnya berupa hepatitis drug induced (radang hati yang dipicu oleh obat). Masalah yang paling menonjol dan dapat menyebabkan kematian. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hati normal, tetapi penyakit-penyakit hati kronik, alkoholisme dan usia lanjut dapat meningkatkan angka kejadiannya. Flu-like Syndrome, Sindrom Redman (disebabkan dosis yang berlebihan, terdapat kerusakan hati yang berat, warna merah terang pada urin, air mata, ludah dan kulit). 3. Etambutol : efek sampingnya berupa Neuritis optic (peradangan pada saraf

mata), merupakan efek samping terpenting, yang berupa penurunan tajam penglihatan dan buta warna merah/hijau. Gout/pirai (meningkatnya asam urat dalam darah). Lain-lain : gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik (ulu hati), nyeri perut, malaise (lemah-lesu), sakit kepala, linglung, bingung, halusinasi.

4. Pirazinamid : efek sampingnya berupa gangguan hati (efek samping tersering dan terserius), gout/pirai (meningkatnya kadar asam urat dalam darah), lain-lain : artralgia (sakit pada sendi), anoreksia tidak nafsu makan), mual-muntah, disuria (sulit berkemih), malaise, demam.

5. Streptomisin : efek sampingnya berupa alergi obat, gangguan keseimbangan (seperti sempoyongan), vertigo (sakit kepala berputar) dan tuli, dapat menurunkan fungsi ginjal., rasa baal di muka

Kunci utama keberhasilan adalah keyakinan bahwa penderita TB minum semua obatnya sesuai dengan anjuran yang telah ditetapkan. Artinya harus ada seseorang yang ikut mengawasi atau memantau penderita saat dia minum obatnya. Inilah dasar strategi DOTS.

Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy), terbukti efektif sebagai strategi penanggulangan TB. Strategi DOTS ini telah diadopsi dan dimanfaatkan oleh banyak negara dengan hasil yang bagus, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci: 1. Komitmen politis.

Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah satu prioritas utama dalam program kesehatan, dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak lansung pada penderita tersangka TB.

3. Pengawas Minum Obat (PMO)

PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul minum obatnya dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan.

Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

Panduan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu terjamin. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Pencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya (Fachrial, 2008).

Dokumen terkait