• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan Personal yang Tepat

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa karakteristik personal mempengaruhi sikap skeptis mereka. Setiap individu adalah unik, mereka berbeda satu dengan lainnya, dan hal tersebut menyebabkan sikap dan perilaku mereka menjadi berbeda. Hellriegel (2001) mengatakan bahwa hal-hal yang menyebabkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya dapat dikelompokkan dalam 2 kategori: primary categories yaitu karakteristik genetik yang mempengaruhi kesan dan sosialisasi orang dan secondary categories yaitu karakteristik yang diperoleh dan dimodifikasi seseorang melalui kehidupannya.

Primary categories terdiri dari:age (umur),race (ras),ethnicity (etnik),gender (jenis kelamin),physical abilities and qualities (kemampuan dan kualitas fisik), dan sexual orientation (orientasi seksual). Sedangkansecondary categories terdiri dari:education (pendidikan),work experience (pengalaman kerja),income (penghasilan),marital status (status perkawinan), religious beliefs (keyakinan agama), geographic location (lokasi geografi), parental status (status orang tua), dan personal style (kecenderungan seseorang yang unik dalam berpikir, berperasaan, atau bertindak).

34 | Dr. Suzy Noviyanti, SE, MBA, Akt.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi sikap seseorang (Hellriegel, 2001). Berikut ini akan dijelaskan pengaruh faktor karakteristik personal yaitu pengalaman kerja, dan gender auditor terhadap skeptisisme profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Pengaruh Pengalaman terhadap Skeptisisme Profesional

Salah satu faktor penting yang membentuk sikap adalah pengalaman seseorang terhadap suatu obyek tertentu (Siegel dan Marconi, 1989). Kebanyakan auditor tidak berpengalaman dengan kecurangan dalam karier mereka (Montgomery et al., 2002; Pany dan Whittington, 2001). Mereka cenderung untuk merevisi kepercayaan mereka ke bawah terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan karena mereka terbiasa melakukan audit tanpa kecurangan, dan menjadi kurang skeptis. Penelitian Shaub dan Lawrence (1999); dan penelitian Payne dan Ramsey (2005) juga mendukung pernyataan tersebut. Hasil penelitan mereka menunjukkan bahwa auditor yunior menunjukkan skeptisisme yang lebih besar baik dalam pemikiran maupun perilaku dibandingkan auditor senior. Jadi meskipun auditor sudah berpengalaman dalam audit tetapi apabila dia tidak pernah atau jarang sekali menemukan kecurangan maka lama kelamaan sikap skeptisismenya akan menurun. Oleh karena itu auditor dengan pengalaman yang lebih banyak justru menunjukkan skeptisisme profesional yang lebih rendah dibandingkan auditor dengan pengalaman yang kurang.

Sebaliknya penelitian terdahulu dari Knapp dan Knapp (2001) yang menguji mengenai pengaruh pengalaman terhadap efektivitas auditor dalam menaksir risiko kecurangan dalam laporan keuangan dengan menggunakan prosedur

MENINGKATKAN PERILAKU SKEPTIS AUDITOR | 35 analitis, membuktikan bahwa manager audit lebih efektif dibandingkan dengan auditor senior. Pada penelitian tersebut manager audit menaksir risiko kecurangan pada level yang lebih tinggi untuk laporan keuangan yang mengandung kecurangan dan menaksir risiko kecurangan pada level yang lebih rendah untuk laporan keuangan yang tidak mengandung kecurangan. Hal ini diduga disebabkan karena manager audit lebih skeptis dibanding dengan auditor senior. Hasil penelitian Moyes dan Hasan (1996) menyatakan bahwa pengalaman auditing dari auditor merupakan variabel yang signifikan dalam mendeteksi kecurangan untuk setiap siklus transaksi yang diteliti. Auditor yang lebih berpengalaman lebih cenderung dapat mendeteksi kecurangan dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Jadi pengalaman diekspektasikan berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional, auditor yang lebih berpengalaman lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman. Hackenbrack (1993) menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi mengenai pentingnya indikator risiko kecurangan (red-flags) antara auditor yang mempunyai pengalaman dengan klien perusahaan besar dengan auditor yang mempunyai pengalaman dengan klien perusahaan kecil. Auditor yang mempunyai pengalaman dengan klien perusahaan besar biasanya auditor dari kantor akuntan publik yang besar, sedangkan auditor yang mempunyai pengalaman dengan klien perusahaan kecil adalah auditor dari kantor akuntan publik menengah atau kecil.

Graham and Bedard (2003) meneliti mengenai pengaruh pengalaman audit terhadap identifikasi risiko kecurangan, penaksiran risiko kecurangan dan perencanaan audit. Penelitian ini menemukan bahwa manager/partner menaksir

36 | Dr. Suzy Noviyanti, SE, MBA, Akt.

risiko kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan auditor senior, tetapi tidak ada perbedaan perencanaan audit antara manager/partner dengan auditor senior. Dalam mengidentifikasikan risiko kecurangan, auditor senior mengidentifikasikan faktor risiko yang lebih sedikit dibandingkan dengan manager/partner. Hasil ini menyatakan bahwa pengalaman auditor berasosiasi dengan identifikasi risiko kecurangan dan penaksiran risiko kecurangan, tetapi tidak berasosiasi dengan perencanaan pengujian audit untuk mendeteksi kecurangan. Jadi pengalaman auditor tidak mempengaruhi skeptisisme auditor dalam membuat perencanaan pengujian audit untuk mengevaluasi bukti audit meskipun auditor yang lebih berpengalaman menaksir risiko kecurangan yang lebih rendah.

Penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan hasil yang tidak konsisten, tetapi hipotesis dalam penelitian ini mendasarkan pada teori pembentukan sikap. Azwar (1988) menyebutkan bahwa diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi. Seorang auditor akan bersikap lebih skeptis apabila dia mempunyai pengalaman yang lebih banyak.

Pengaruh Gender terhadap Skeptisisme Profesional

Kerangka teoritis untuk menjelaskan perbedaan antara wanita dan pria dalam mengolah informasi dikembangkan oleh Meyers-Levi (1989) dan disebut “selectivity hypothesis”

(O’Donnell dan Johnson, 2001). “Selectivity hypothesis” menyatakan bahwa wanita dan pria akan melakukan strategi pengolahan informasi yang berbeda tergantung pada kompleksitas tugas. Wanita cenderung untuk menggunakan strategi pengolahan informasi yang rinci tanpa melihat

MENINGKATKAN PERILAKU SKEPTIS AUDITOR | 37 apakah tugas itu sifatnya sederhana atau kompleks. Mereka cenderung untuk melakukan evaluasi yang rinci dan sedikit demi sedikit (piecemeal) terhadap informasi yang tersedia dan kurang mengacu pada heuristic. Sedangkan pria, cenderung untuk menyederhanakan strategi pengolahan yang dapat meminimalkan usaha kognitif (cognitive effort) dan mengurangi beban informasi untuk penugasan yang sederhana, dan mengalihkan ke strategi yang lebih rinci hanya jika peningkatan kompleksitas tugas tidak dapat diakomodasi oleh pendekatan yang sederhana.

Selectivity Hypothesis juga menyatakan bahwa perbedaan gender mempengaruhi efisiensi pertimbangan dalam kompleksitas tugas. Wanita cenderung menggunakan waktu lebih efisien ketika mengerjakan tugas yang kompleks yang membutuhkan strategi yang rinci, karena wanita lebih terlatih dalam menggunakan strategi yang rinci dan lebih dapat menyiapkannya dibandingkan pria. Pria cenderung mengguna-kan waktu yang lebih efisien dalam menyelesaian pekerjaan yang sederhana karena permintaan kognitif dari tugas yang sederhana lebih cocok dengan strategi pengolahan informasi

yang sederhana yang lebih disukai oleh pria (O’Donnell dan

Johnson, 2001).

Penelitian Chung dan Monroe (1998) menemukan bahwa mahasiswa akuntansi pria mengadopsi strategi hypothesis-confirmingdalam mengevaluasigoing concern, sedangkan mahasiswa wanita tidak. Mahasiswa pria mengolah informasi lebih selektif sedangkan mahasiswa wanita mengolah informasi lebih komprehensif. Chung dan Monroe (2001), menguji pengaruh gender dan kompleksitas tugas terhadap keakuratan pertimbangan auditor. Hasilnya menunjukkan bahwa auditor wanita lebih akurat dibandingkan dengan

MENINGKATKAN PERILAKU SKEPTIS AUDITOR | 39 pria cenderung untuk mengadopsi sikap yang sama saat melakukan aktivitas audit.

Dari penjelasan tersebut, kemungkinan perbedaan gender menyebabkan perbedaan skeptisisme profesional auditor dan pada akhirnya menyebabkan perbedaan keakuratan mereka, diduga auditor wanita lebih skeptis dibandingkan dengan auditor pria.

Dokumen terkait