• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Pemilu

1. Pengertian Pemilu

Pemilihan umum menurut kamus besar ilmu pengetahuan adalah pemberian suara yang diatur dalam undang-undang untuk memilih calon-calon

8

18

yang dianggap layak guna menduduki jabatan-jabatan tertentu.9 Berbeda dengan pemilu menurut Dr. Indria Sumego pemilu disebut politik market, dimana pemilu adalah pasar untuk melakukan kesepakatan antara partai (penjual) dan rakyat atau pemilih (pembeli). Secara sederhana, pemilu adalah cara individual warga negara melakukan kontrak politik dengan orang atau partai politik yang diberi mandate menjalankan sebagian hak kewarganegaraan pemilih.

2. Tujuan Pemilu

Menurut rumusan penjelasan UU No. 15 tahun 1969, tentang Pemilihan Umum, yang masih berlaku sampai tahun Pemilu 2007, disebutkan bahwa tujuan pemilu adalah:

“Dalam mewujudkan penyusunan tata kehidupan yang dijiwai semangat cita-cita Revolusi Kemerdekaan RI Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tersebut dalam Pancasila dan UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu harus dilakukan dengan jalan Pemilihan Umum. Dengan demikian, diadakan pemilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, dan juga tidak memilih wakil-wakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi suatu pemilihan wakil-wakil-wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan NKRI bersumber pada Proklamasi 17 Agustus 1945 guna memenuhi dan mengemban Amanat Penderitaan Rakyat. Pemilihan Umum adalah suatu alat

9

yang penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rakyat, tetapi harus menjamin suksesnya perjuangan orde baru, yaitu tetap tegaknya

Pancasila dan dipertahankan UUD 1945.”10

Makna yang disimpulkan dalam pemilu di atas merupakan fundamen pelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan tujuan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD adalah “Pemilu

diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk perintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.”11

Adapun tujuan pemilihan umum menurut Undang-Undang No. 23, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu:

“Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan dengan tujuan

untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.”12

10

A. Rahman HI, Sistem Politik Indonesia, hal. 148.

11

Ibid., hal. 149.

12

20

3. Asas Pemilihan Umum

Mengenai asas pemilu di Indonesia dikenal ada beberapa asas pemilu yang ditetapkan berdasarkan oleh Undang-Undang Pemilu yang berlaku di Indonesia. Asas-asas pemilu tersebut adalah meliputi:

a. Asas pemilu menurut UU No. 15 Tahun 1969 adalah sebagai berikut: 1) Umum

Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih.

2) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya menurut hati naruninya tanpa perantara dan tanpa tingkatan .

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballon).13

13

b. Asas Pemilu menurut UU No. 3 tahun 1999, adalah sebagai berikut:

Dalam UU No. 3/1999, ini terdapat penambahan dua asas pemilu dari undang – sebelum nya yaitu, jujur dan adil. Adapun sengkapnya di jelaskan di bawah ini adalah:

1) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecukupan pihak manapun.

3) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suara sesuai dengan kehendak hati naruninya tanpa perantara pihak manapun.

4) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

22

5) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 6) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).14

c. Asas pemilu menurut UU No. 12 Tahun 2003, tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 12/2003, asas pemilihan umum meliputi:

1) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

2) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.

14

4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).

5) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.15

d. Ada pun asas pemilu menurut UU No. 23 Tahun 2003, menjelaskan tentang asas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Dalam UU No. 23/2003, asas pemilihan umum meliputi:

1) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

15

24

2) Umum

Artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. 4) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (seret ballon).

5) Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksanaan, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas atau pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6) Adil

Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.16

16

4. Sistem Pemilu Secara Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Single-Member Constituency ( yaitu sistem satu daerah pemilihan memilih yang hanya memilih satu perwakilan tanpa melihat jumlah pemilih, biasanya disebut sistem Distrik).

b. Multi-Member Constituency (sistem pemilihan satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil untuk di jadikan perwakilan sesuai dengan jumlah pemilih yang ada daerah tersebut, biasanya dinamakan Proportional Representation atau perwakilan berimbang.

Secara umum sistem pemilihan umum dapat diklasifikasi dalam dua sistem, yaitu:

a. Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliput) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dan dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak menang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecil pun selisih kekalahannya. Jadi, tidak ada sistem perwakilan berimbang. Misalnya, dalam distrik dengan

26

jumlah suara 100.000, ada dua calon, yakni A dan B. Calon A memperoleh 60.000 dan B 40.000 suara, maka calon A memperoleh kemenangan sedangkan jumlah suara 40.000 dari calon B dianggap hilang. Sistem pemilihan ini tidak mempertimbangkan jumlah suara yg di dapat oleh calon perwakilan yang ada tetapi jumlah distrik yang ada sistem ini dipakai di Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan India.

Sistem “single-member constituency” mempunyai beberapa kelemahan:

1) Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan itu terpencar dalam beberapa distrik.

2) Sistem ini kurang representative dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan dan suara pemilih terbuang sia- sia.

Di samping kelemahan-kelemahan tersebut di atas ada banyak segi positifnya, yang oleh negara yang menganut sistem ini dianggap lebih menguntungkan dari pada sistem pemilihan lain.

Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih

erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, kedudukannya terhadap partainya akan lebih bebas, oleh karena dalam pemilihan semacam ini focus personalitas dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting.

Sistem ini lebih mendorong proses integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama. Di samping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat sekedar dibendung, sistem ini dapat mendorong proses penyederhanan partai tanpa diadakan paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam proses seperti Inggris dan Amerika, sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwipartai.

1) Berkurangnya partai dan meningkatkan kerjasama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.

2) Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan.17 b. Sistem Perwakilan Berimbang

Sistem ini dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokok ialah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini ditentukan sesuatu

17

28

perimbangan, misalnya 1: 400.000, yang berarti bahwa sejumlah pemilih tertentu (dalam hal ini 40.000 pemilih) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat, jumlah total anggota dewan perwakilan rakyat ditentukan atas dasar perimbangan (1: 400.000) itu. Negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan yang besar, akan tetapi untuk keperluan teknis administratif dibagi dalam beberapa daerah yang besar (yang lebih besar dari pada distrik dalam sistem distrik), dimana setiap daerah pemilihan pemilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Jumlah wakil dalam setiap daerah pemilihan ditentukan oleh jumlah pemilih dalam daerah pemilihan itu, dibagi dengan 400.000. Dalam sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh suatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan maka tidak ada suara pemilih yang terbuang sia-sia di sistem ini.18

Sistem Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain antara lain dengan Sistem Daftar (List System). Dalam Sistem Daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar darinya dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang

18

direbutkan. Sistem Perwakilan Berimbang dipakai di Negeri Belanda, Swedia, Belgia, Indonesia tahun 1955 dan 1971 dan 1976.19

Dalam sistem ini ada beberapa kelemahan

1) Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus proses integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung untuk mencari dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan kondisi negara tidak setabil mengakibatkan bayak nya partai politik yang membuat bingung pemilih dan calon yang di pilih tidak begitu dikenal oleh pemilih. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.

2) Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya adan akan mengakibatkan mereka akan lebih mementikan kepentingan kelompok nya(partainya)ketimbang pemilih yg memilih mereka. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.

3) Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih. Di samping kelemahan tersebut, sistem ini

19

30

mempunyai satu keuntungan besar, yaitu bahwa dia bersifat representative dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan praktis tidak ada suara yang hilang. Golongan-golongan bagaimana kecil pun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat. Masyarakat yang heterogen sifatnya, umumnya lebih tertarik pada sistem ini, oleh karena dianggap lebih menguntungkan bagi masing-masing golongan.20

5. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia sejak pemilu pertama (1) tahun 1955 sampai dengan pemilu yang kesepuluh (10) tahun 2004 selalu berubah –

ubah mencari format yang cocok untuk kondisi indonesia, Indonesia telah menggunakan lima (5) macam sistem pemilu, yaitu:

a. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem Proporsional yang tidak murni.

b. Pada Pemilu kedua tahun 1971, Indonesia menggunakan sistem Perwakilan Berimbang dengan Stelsel Daftar.

c. Pada Pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu ke delapan 1997, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional.

d. Pada Pemilu kesembilan tahun 1999, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional berdasarkan Stelsel Daftar.

e. Pada Pemilu kesepuluh tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Perwakilan Proporsional.

20

f. Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, Indonesia menggunakan Sistem Distrik Berwakil Banyak.21

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini mengacu pada teorinya. Nyron Wainer, Oni Priono dan Pangabean tergambar dalam bagai sebagai berikut:

21 Ibid., hal. 153. Pileg 2009 PARTISIPASI POLITIK Tinggi atau Rendah? FAKTOR-FAKTOR Faktor-faktor partisipasi politik 1. Faktor ekonomi

2. Faktor pendidikan politik 3. Faktor media

4. Faktor nilai budaya remaja

32

Dokumen terkait