• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.2. Pemrosesan Citra

Analisa dokumen citra mempunyai tujuan untuk mengenali komponen

tulisan dan gambar yang terkandung dalam citra serta mengambil informasi yang ada

dalam citra itu sendiri. Analisa citra dokumen mempunyai 2 komponen penting yaitu

pemrosesan textual dan pemrosesan grafis.

Pemrosesan citra merupakan salah satu tahap dalam analisa dokumen citra

yang berfungsi untuk mempersiapkan citra yang akan dianalisa. Pemrosesan citra

sendiri mempunyai tujuan agar citra dapat lebih mudah dan lebih cepat untuk

diproses.

Dalam Pemrosesan citra, beberapa tahap yang akan dilakukan dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Grayscaling

Citra grayscale merupakan citra dimana representasi setiap piksel diwakili

dengan hanya satu jenis atau satu nilai warna dalam skala keabuan. Untuk

mendapatkan nilai intensitas keabuan, maka dapat dihitung dengan

menjumlahkan 30% dari nilai channelRed pada citra RGB, 59% channel Green,

dan 11% channel Blue. Hasil penjumlahan dari setiap elemen tersebut, yang

kemudian akan direpresentasikan dalam setiap channel Red, Green dan Blue

dengan nilai intensitas yang sama.

2. Tresholding

Tresholding atau yang disebut juga sebagai gray – level segmentation (pemisahan

warna dalam skala keabuan) merupakan proses pengubahan dari sebuah citra

dengan skala keabuan menjadi citra biner atau citra dengan 2 intensitas warna

yaitu hitam dan putih.

3. Thinning

Thinning atau skeletonization merupakan proses dimana citra yang telah

dibinerkan akan direduksi hingga yang tersisa merupakan garis tengah atau

kerangka dari objek. Tujuan dari proses thinning adalah mencari informasi dasar

dari citra sehingga dapat mempermudah analisis pada tahap selanjutnya.

2.3 Thinning

2.3.1 Pengertian Thinning

Secara garis besar, thinning dapat diartikan sebagai proses pereduksian

wilayah dari tepi objek berupa citra hingga yang tersisa merupakan garis tengahnya

saja atau dapat disebut juga sebagai skeleton atau kerangka. Skeleton atau kerangka

oleh J.R. Parker (1997) diasumsikan sebagai representasi bentuk dari suatu objek

dalam jumlah piksel yang relatif kecil (sedikit), yang dimana kesemuanya merupakan

bagian yang struktural, oleh karena itu representasi itu menjadi dibutuhkan. Sebuah

kerangka diharapkan dapat merepresentasikan bentuk dari sebuah objek dalam

jumlah piksel yang relatif kecil, yang dimana semuanya saling berkaitan dan

merupakan yang terpenting. Dalam garis yang ada pada kerangka, dapat terwakili

informasi yang ada pada citra yang sesungguhnya.

Dalam konsep yang telah dikembangkan oleh banyak orang, J.R. Parker

(1997) mengemukakan bahwa tidak semua objek dapat dikenai operasi thinning, dan

hasil dari operasi thinning itu sendiri yang disebut sebagai kerangka mempunyai

kemungkinan untuk tidak berfungsi disemua situasi. J.R. Parker (1997) juga

mengemukakan bahwa thinning merupakan operasi untuk mengidentifikasi kerangka

sebuah objek, operasi thinning itu sendiri tidak didefinisikan oleh algoritma yang

digunakan.

2.3.2 Definisi thinning

Thinning mempunyai beberapa definisi atau metode berdasarkan uraian yang

dikemukakan oleh J.R. Parker (1997), yang diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Medial Axis Transform

Medial Axis Function (MAF) mungkin merupakan definisi yang diperkenalkan

oleh Blum pada tahun 1967. MAF memperlakukan semua batas piksel terluar

objek sebagai titik–titik sumber dari wave front (gelombang tepi). Setiap piksel

membangkitkan setiap titik tetangganya (titik yang berhubungan) agar menjadi

bagian dari wave front. Gelombang ini melewati setiap titik hanya satu kali dan

ketika dua gelombang bertemu mereka akan saling membatalkan dan

menghasilkan sudut. Medial axis (poros tengah) merupakan tempat dimana sudut

itu berada dan saling membentuk skeleton. Metode Medial Axis Transform yang

diterapkan pada sebuah objek huruf T dapat diilustrasikan pada gambar 2.2

berikut (J.R. Parker, 1997):

Gambar 2.2 contoh hasil Medial Axis Transform seperti yang diuraikan J.R. Parker (1997)

2. Iterative Morphological Method

Mayoritas dari algoritma thinning didasarkan pada penghilangkan lapisan–

lapisan piksel hingga tidak ada lagi lapisan yang dapat dihilangkan. Pada

penerapannya, ada beberapa aturan yang digunakan dalam penghilangan lapisan

piksel. Dan kadang - kadang, proses pencocokan dengan template digunakan

untuk mengimplementasikan metode ini. Algoritma thinning Stentiford

merupakan salah satu contoh dari metode ini. Penjelasan secara detail dari

algoritma Stentiford akan dibahas pada bab ini.

Algoritma Stentiford yang diterapkan pada huruf T dapat diilustrasikan pada

gambar 2.3 di bawah ini:

Gambar 2.3 Contoh iterasi pada huruf T yang terjadi dalam algoritma Stentiford seperti yang diungkapkan oleh J.R. Parker (1997)

3. Contour Based Method

Contour Based Method merupakan cara lain dalam mendapatkan kerangka dari

sebuah objek. Metode ini bekerja dengan mendeteksi bentuk terluar dari objek.

Contour Based Algorithm mempunyai alur inti sebagai berikut :

1. Mendeteksi bagian / bentuk terluar dari objek.

2. Mengidentifikasi piksel dari bagian yang tidak dapat dihapus.

4. Jika ada bagian piksel yang telah dihapuskan pada langkah 3 , ulangi dari

langkah pertama.

Metode ini mencoba untuk menyingkirkan penggunaan template 3 x 3 dalam

operasinya.

4. Line Following (Line Tracing)

Line Following merupakan salah satu metode dalam mengidentifikasi dan

mendapatkan kerangka dari objek. Metode ini bekerja dengan menggunakan

pointer untuk menentukan arah dari garis.

5. Memperlakukan objek sebagai Polygon

Cara lain untuk melakukan operasi thinning dapat dilakukan dengan

memperlakukan batas terluar (boundary) objek sebagai polygon sebelum

diidentifikasi kerangkanya. Memperlakukan batas luar objek sebagai polygon

dapat diilustrasikan dengan gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 ilustrasi polygon dan kerangkanya seperti yang diungkapkan oleh J.R. Parker (1997)

6. Force Based Thinning

Forced Based Thinning juga merupakan salah satu metode untuk

mengidentifikasi kerangka objek. Metode ini bekerja, pertama dengan mencari

piksel background yang mempunyai setidaknya satu objek piksel sebagai

tetangganya dan memberi tanda. Piksel ini akan diasumsikan memberi penekanan

gaya berlawanan ke semua objek piksel, semakin dekat jarak piksel disekitarnya

dengan piksel yang ditandai ini, maka semakin besar gaya tekan yang akan

didapat. Daerah gaya ini dipetakan dengan membagi-bagi daerah menjadi

kotak-kotak kecil dan menghitung gaya yang bekerja pada sudut-sudut kotak-kotak. Kerangka

(skeleton) dari objek terletak di dalam kotak yang mempunyai gaya bekerja di

sudutnya mempunyai arah yang saling berlawanan.

2.4Algoritma Thinning Stentiford

Algoritma Thinning Stentiford pertama kali diperkenalkan oleh F. W. M.

Stentiford dan R. G. Mortimer. Algoritma Stentiford menggunakan template

berukuran 3 x 3 untuk melakukan pencocokan dengan citra. Ketika kecocokan

terjadi, titik tengah dari piksel 3 x 3 tersebut akan dihapus (diubah warnanya ke

warna putih).

Algoritma Stentiford menggunakan 4 buah template, yaitu :

M1 M2 M3 M4

Gambar 2.5. Template yang digunakan Stentiford

Tanda X yang dijabarkan pada template mengindikasikan piksel, dimana nilai

pada piksel tersebut dapat bernilai 0 maupun 1.

Algoritma stentiford dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Cari lokasi piksel (i,j) dimana piksel yang ada di citra I, cocok dengan

template M1.

2. Jika titik tengah piksel bukan merupakan endpoint (titik akhir) dan

mempunyai indeks konektivitas = 1, maka tandai piksel ini untuk

penghapusan.

3. ulangi langkah 1 – 2 untuk semua lokasi piksel yang cocok dengan template

M1.

4. ulangi langkah 1 – 3 untuk sisa template yang belum dicocokkan : M2, M3,

M4.

5. jika ada piksel yang telah ditandai sebelumnya untuk proses penghapusan,

maka hapuskan piksel tersebut dengan mengubahnya menjadi warna putih.

6. jika masih ada piksel yang dapat dihapus pada langkah ke 5, maka ulangi

semua proses mulai dari langkah ke – 1, jika tidak berhenti

Setiap Template mempunyai fungsi yang berbeda – beda. M1 berfungsi untuk

mencari piksel-piksel yang dapat dihilangkan pada bagian tepi atas objek, bergerak

dengan arah kiri ke kanan atas ke bawah. M2 akan mencocokkan pada bagian tepi

kiri dari objek, template ini bergerak dengan arah dari bawah ke atas, dari kiri ke

kanan. M3 akan mencari piksel–piksel sepanjang tepi bawah bergerak dari kanan ke

kiri, bawah ke atas. M4 akan mencocokan piksel–piksel pada bagian kanan objek

dari atas ke bawah, kanan ke kiri.

Dalam proses tersebut, ditemukan beberapa permasalahan. Yaitu ketika

proses penghapusan menemui sebuah endpoint. Sebuah piksel disebut Endpoint

(Titik ujung) ketika piksel tersebut hanya terhubung dengan 1 piksel diantara 8 piksel

disekitarnya. Ketika proses dilakukan dan endpoint tersebut akan dihapus, Semua

bagian dari citra yang berupa garis lurus, kurva terbuka akan ikut terhapus.

Indeks Konektivitas adalah konsep yang dikembangkan untuk mengurangi

masalah tersebut. Indeks Konektivitas merupakan ukuran untuk menentukan

seberapa banyak objek akan terhubung dengan sebuah piksel. Untuk menghitung

indeks konektivitas dapat digunakan rumus:

(N N N )

N

C

k k k s k k n +1 +2

=∑

Dari konsep konektivitas tersebut, dapat diilustrasikan:

C1 C2 C3 C4 C0

Gambar 2.6 : Ilustrasi konektivitas piksel tengah dengan 8 piksel disekitarnya

N

k

merupakan nilai warna dari salah satu dari delapan tetangga piksel yang

terlibat, dan S = {1, 3, 5, 7}, N

1

adalah nilai warna dari piksel di sebelah kanan dari

piksel tengah dan piksel lainnya diberi nomor secara berurutan mengikuti arah jarum

jam. Posisi dari setiap delapan anggota piksel yang menjadi tetangga dari piksel

pusat, mungkin dapat ditunjukkan dengan gambar 2.7 di bawah ini:

Gambar 2.7 Posisi nomor setiap delapan anggota tetangga

Nilai dari N

k

adalah 1 jika berwarna putih (Background) dan 0 jika hitam

(objek). Dan piksel tengah diberi nomor N

0

.

Dari hasil penghitungan indeks konektivitas, dihasilkan kesimpulan tentang

kriteria dari piksel yang dapat dihapus (diubah menjadi putih), yaitu:

1. Jika sebuah piksel tidak terhubung dengan piksel lainnya, maka dapat

disimpulkan bahwa indeks konektivitasnya = 1. Ketika indeks

konektivitas dari sebuah piksel pusat tersebut bernilai satu maka piksel

pusat tersebut dapat dihapus dengan mengesetnya ke warna putih.

2. Indeks konektivitas = 2, piksel nilai konektivitas ini mempunyai

keterhubungan dengan 2 buah piksel lain di sekitarnya. Maka ketika

piksel ini dihapus akan membuat bagian kiri dan kananya terputus.

3. Indeks konektivitas = 3.

4. Indeks konektivitas = 4.

5. Indeks konektivitas = 0

Dalam perkembangannya Stentiford menyarankan untuk memasukkan tahap

preprocessing sebelum dilakukan operasi thinning. Tahap preprocessing tersebut

meliputi operasi smoothing dan prosedur acute angle emphasis. Operasi smoothing

adalah operasi penghapusan piksel yang mempunyai dua atau kurang tetangga

disekitarnya dan mempunyai index konektivitas kurang dari dua. Operasi ini

digunakan untuk mengatasi permasalahan tentang line fuzz yang sering muncul di

implementasi algoritma Stentiford. Oleh J.R. Parker (1997), diuraikan bahwa line

fuzz sering disebabkan oleh bentuk yang tidak biasa dari outline (bagian tepi atau

garis tepi) objek. Prosedur acute angle emphasis dilakukan untuk menangani

masalah necking pada algoritma. Operasi ini melakukan pencocokan piksel pada citra

dengan template acute angle emphasis. Operasi–operasi tersebut dilaksanakan

dengan urutan smoothing, acute angle emphasis kemudian baru diikuti oleh operasi

thinning. Template yang digunakan dalam prosedur acute angle emphasis adalah

seperti pada gambar 2.3 berikut:

D1 D2 D3 D4 D5

U1 U2 U3 U4 U5

Gambar 2.8 Template yang digunakan oleh prosedur Acute Angle Emphasis

Dokumen terkait