• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.

Ciri-ciri pemukiman kumuh seperti yang diungkapkan oleh (Parsudi Suparlan : 1984) adalah :

2.

Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

3.

4.

Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

a.

Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai :

b.

Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

c.

Satuan komuniti tunggal yangmerupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW.

5.

Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

6.

Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) (www.ciptakarya.pu.go.id, diakses 10/10/2010), permukiman kumuh (slum) dapat diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu :

1. Fisik :

a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha

b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai

g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang baik dan terbatas, tidak/kurang lancar.

i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia kondisinya buruk atau tidak memadai.

2. Non Fisik :

a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah

c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal d. Disiplin warga rendah

e. Dll.

1.

Karakteristik Permukiman kumuh Berdasarkan penelitian para ahli permukiman kumuh memiliki karakteristik atau ciri khas sebagai berikut;

2.

Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran untuk makan dan minum yang relative besar.

3.

Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah. 4.

Pemakaian air bersih juga masih relatife sedikit. 5.

Pembuangan sampah tidak tertata rapi, dan cenderung ada kesan berserakan. 6.

Cara penduduk pembuangan membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat.

1.

Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau busuk dan kotor.

Bangunan berhimpitan dan seadanya karena pada umumnya tidak berstatus penempatan atau pemilihan lahan yang jelas. (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011).

2.

Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik yang merupakan ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu :

3.

Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi dari desa.

4.

Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau berproduksi subsistem, yang hidup di bawah garis kemiskinan.

5.

Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk substandard housing condition), yaitu dalam kategori rumah darurat ( bangunan rumah yang terbuat dari bahan tradisional, seperti : bambu, kayu, ilalang, dan bahan-bahan cepat hancur lainnya.

6.

Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.

7.

Langkanya pelayanan kota (urban service), seperti : air bersih, fasilitas MCK, sistem pembuangan kotoran dan sampah serta perlindungan dari kebakaran.

8.

Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan terurus.

9.

Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainya.

Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang di tempati (Adi Prasetyo : 2009 diakses tanggal 23/01/2011).

1.

Kondisi rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial menurut (Parsudi Suparlan : 1984). dengan kriteria antara lain7 :

Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang 2.

dari 10 m2. 3.

Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. 4.

Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.

Jenis lantai tanahTidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

2. 9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kumuh

1.

Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of human settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

2.

Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk) : Dengan adanya pertambahan

jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman.

Urbanization (Urbanisasi) : Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan

menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota. Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar

kawasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman di kawasan pusat kota.

Menurut Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus akui pula bahwa tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses urbanisasi.

Akibat dari adanya urbanisasi, muncul berbagai masalah sosial seperti timbulnya permukiman kumuh, menurunnya pendapatan daerah, kurang terjaganya aspek lingkungan, pendidikan yang rendah, serta timbulnya konflik sosial antar masyarakat. Permukiman kumuh yang terjadi memberikan pengaruh negatif baik bagi penghuninya maupun lingkungan sekitar.

Pengaruh negatif tersebut antara lain ketidaktenangan bagi penghuninya karena tidak memiliki izin resmi mendirikan bangunan. Sedangkan bagi masyarakat tetap, permukiman kumuh menyebabkan lingkungan kotor dan terganggunya aktifitas kota. Selain itu, terdapat beberapa dampak lain yaitu karakteristik penduduk tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relative terbatas sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan tidak sadar lingkungan seperti sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system pembuanagan air limbah, sampah pengelolaan air bersih.

Masalah permukiman kota yang lain adalah kurangnya perhatian Pemerintah mengenai standarisasi perumahan. Standarisasi tersebut antara lain adanya MCK, ketersediaan air bersih, ketersediaan ventilasi udara, serta standar minimum ruangan untuk tiap individu. Penyediaan perumahan untuk masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kurang memenuhi syarat ideal perumahan dan kurangnya pemenuhan jumlah pemukiman bagi masyarakat. Akibat kurangnya standarisasi perumahan oleh pemerintah adalah penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan sendiri oleh masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok.

1.

Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota adalah:

Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.

2.

Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat diantara sesama pendatang maka pendatang- pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.

Faktor bencana.

Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat. (Review Artikel Mengenai Masalah Permukiman Kota, diakses tanggal 23/01/2011).

Dokumen terkait