• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

G. Penagihan dengan Surat Paksa

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pajak No. D.15.4/VI/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita, mengatakan bahwa: “Surat Paksa adalah surat perintah dengan paksa kepada penanggung pajak untuk membayar utang pajak. Didalam surat paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya”.

Surat paksa berkepala “Demi Keadilan Dan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Surat Paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan. Sesuai pasal 1 sub p UU No 6 tahun 1983 (Ketentuan Dan Tata Cara Perpajakan), mengatakan bahwa surat paksa adalah sebagai berikut: “ surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak, Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi

tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fikus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

Surat paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan grose (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggugugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintahkan pelaksanaan itu. Surat paksa memuat perintah kepada wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.

1. Latar Belakang

a. Bahwa masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

b. Bahwa UU No. 19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan UU perpajakan yang berlaku.

c. Perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak dan memberi motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan kewajiban membayar pajak.

a. Membentuk keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara.

b. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak.

c. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, cukai, denda administrasi, utamanya yang merupakan piutang macet.

3. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya :

1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa”.

2) Nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak, keterangan yang cukup alasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3) Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

b. Dari segi karakteristiknya :

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan)

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyandera- an/pencegahan.

Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

4. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang Pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Pada dasarnya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lainnya yang sejenis hanya diterbitkan satu kali. Pengertian Surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan.

c. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus.

d. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan Pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lainnya yang sejenis.

5. Pelaksana Penagihan

a ). Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan pajak Dearah.

1. Syarat – syarat diangkat menjadi Juru sita Pajak :

a. Berizajah serendah – rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu :

b. Berpangkat serendah – rendahnya Pengatur Muda / Golongan I c. Berbadan sehat

d. Lulus pendidikan dan latihan Juru sita Pajak e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. 2. Pemberitahuan Juru sita Pajak

Juru sita Pajak diberhentikan apabila : a. Meninggal dunia

b. Pensiun

c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela ; melanggar sumpah atau janji Juru sita Pajak ; atau d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

Berdasrkan Pasal 5 UU No 19 Tahun 2000

Jurusita Pajak bertugas:

a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

b. memberitahukan Surat Paksa;

c. melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

d.. melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

.b ). Petugas pelelangan adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui Pejabat.

Dokumen terkait