• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3. Penagihan Pajak

a. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000,

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang

yang disita”.

b. Dasar Hukum Penagihan Pajak

Dasar hukum dilaksanakan penagihan pajak adalah sebagai

berikut ini.

(1) Pasal 18 sampai dengan 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2000.

(2) Pasal 1 sampai dengan 28 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997

tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

c. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000

tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983

dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan,

Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding.

Atas ketetapan di atas, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang harus dibayar

dengan syarat sebagai berikut ini.

(1) Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis paling lambat

15 hari sebelum saat jatuh tempo pembayaran, utang pajak berakhir

kecuali dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar

kekuasaannya, dapat diajukan setelah batas waktu tersebut disertai

alasan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau

ditunda.

(2) Bersedia memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan

berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak, kecuali

apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak menganggap tidak perlu.

(3) Tidak mempunyai tunggakan pajak yang jatuh tempo.

Apabila permohonan tersebut disetujui maka Kepala Kantor Pelayanan

Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan

sebagai berikut ini.

(a) Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dengan masa

angsuran paling lama 12 bulan sejak diterbitkan Surat Keputusan

(b) Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak dengan masa

penundaan 12 bulan sejak diterbitkan keputusan tersebut.

d. Tahapan Tindakan Pelaksanaan Penagihan Pajak

Berikut ini adalah tahapan tindakan pelaksanaan penagihan pajak.

(1) Penagihan Pasif

(a) Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan

Pajak

Salah satu kewajiban WP adalah melaporkan kewajiban

perpajakannya setiap tahun dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Pajak. Apabila WP telah menghitung,

menyetor, dan melaporkan pajaknya dengan benar sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku, maka kepada WP tidak dikeluarkan Surat Tagihan

Pajak dan Surat Ketetapan Pajak.

Berikut ini adalah tiga status atau keadaan SPT yang

dilaporkan oleh Wajib Pajak.

1) Lebih bayar, yaitu apabila kredit pajak lebih besar daripada

jumlah pajak yang terutang.

2) Kurang bayar, yaitu apabila kredit pajak lebih kecil dari

pada jumlah pajak yang terutang.

3) Nihil, yaitu apabila kredit pajak sama dengan jumlah pajak

terutang.

Untuk memberikan kepastian hukum dari status SPT seperti

Hasil dari pemeriksaan tersebut adalah diterbitkannya atau

dikeluarkannya SKP sebagai berikut ini.

1) SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar).

2) SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan).

3) SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar).

4) STP (Surat Tagihan Pajak).

Tindakan pelaksanaan penagihan aktif dilakukan apabila

jumlah pajak yang terutang seperti yang tercantum dalam STP, dan

SKP tidak atau Kurang Bayar setelah jatuh tempo. Tindakan

penagihan aktif diawali dengan dikeluarkannya Surat Teguran.

(2) Penagihan Aktif

Berikut ini adalah tahapan tindakan pelaksanaan penagihan aktif.

(a) Penerimaan Daftar Pengantar Penetapan dan lampirannya.

Daftar Pengantar Penetapan beserta lampirannya (STP,

SKPKB, dan SKPKBT) yang diterima oleh Kasubsi Penagihan

dari Kepala Seksi Penagihan, kemudian diteliti dan dicocokkan

kebenaran angka-angkanya. Jika setelah diteliti ternyata benar

dan cocok, maka Daftar Pengantar Penetapan beserta

lampirannya diteruskan kepada Petugas Pemegang Buku

Register Pengawasan Penagihan untuk dicatat pada Buku

Register tersebut.

Daftar Pengantar Penetapan beserta lampirannya

Pengawasan Penagihan dan diteruskan dengan Buku Ekspedisi

kepada Kepala Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak.

(b) Penerimaan Daftar Pengantar Keputusan Pembetulan, SK.

Keberatan, Putusan Banding, dan lampirannya.

Daftar Pengantar Surat Keputusan Pembetulan, SK.

Keberatan, Putusan Banding, dan SK. Pembetulan, SK.

Keberatan, Putusan Bandingnya termasuk SK. Pembetulan, SK.

Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan lebih bayar

yang diterima oleh Kasubsi Penagihan dari Kepala Seksi

Penagihan kemudian diteliti dan dicocokkan kebenaran

angka-angkanya. Jika setelah diteliti ternyata cocok, maka Daftar

Pengantar Keputusan Pembetulan, SK. Keberatan, Putusan

Banding dan lampirannya diteruskan kepada Petugas Pemegang

Buku Register Pengawaan Penagihan untuk dicatat pada Buku

Register tersebut.

Daftar Pengantar Keputusan Pembetulan, Keberatan,

Putusan Banding dan SK. Pembetulan, SK. Keberatan, putusan

Bandingnya termasuk SK. Pembetulan, SK. Keberatan Putusan

Banding yang menyebabkan lebih bayar diterima kembali dari

Petugas Pemegang Buku Register Pengawasan Penagihan dan

diteruskan dengan Buku Ekspedisi kepada Kepala Sub Seksi

Tata Usaha Piutang Pajak.

(c) Penerimaan SK. Angsuran, SK. Penundaan, dan SK. Penolakan

SK. Angsuran Pembayaran Pajak (KP. RIKPA 4.3), SK.

Penundaan Pembayaran Pajak (KP. RIKPA 4.4) dan SK.

Penolakan atas permohonan Angsuran atau Penundaan

Pembayaran Pajak (KP. RIKPA 4.5) yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak

diteliti kebenarannya. Jika setelah diteliti ternyata cocok, maka

SK. Angsuran Pembayaran Pajak (KP. RIKPA 4.3) dan SK.

Penundaan Pembayaran Pajak (KP. RIKPA 4.4) diteruskan

dengan Buku Ekspedisi kepada Petugas Pemegang Buku

Register Pengawasan Angsuran dan Penundaaan Pembayaran

Sedangkan SK. Penolakan atas Permohonan Angsuran atau

Penundaan Pembayaran Pajak diteruskan kepada Petugas

Pemegang Buku Register Pengawasan Penagihan untuk dicatat

pada masing-masing Buku Register tersebut dan selanjutnya

disimpan ke dalam Berkas Penagihan.

(d) Penerimaan Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan dan

lampirannya KP. RIKPA 4.42).

Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan beserta

Petikan Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang

Penghapusan Piutang Pajak per Wajib Pajak dan Daftar

Lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan diterima dari

Kepala Seksi Penagihan.

Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan beserta

Register Pengawasan Penagihan untuk dicatat pada Buku

Register tersebut dan satu petikan pada Petugas Pemegang

Berkas Penagihan untuk disimpan.

Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan beserta

lampirannya diterima kembali dari Petugas Pemegang Buku

Register Pengawasan Penagihan dan diteruskan dengan Buku

Ekspedisi kepada Kepala Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak.

(e) Penerimaan Surat Setoran Pajak.

Surat Setoran Pajak dan Bukti Pbk (KP. PDIP 5.3)

untuk STP, SKPKB, SKPKBT, SK.Pembetulan, SK.

Keberatan, dan Putusan Banding serta pembayaran bunga

penagihan yang dihitung sendiri dan SPS-nya, yang diterima

oleh Kasubsi Penagihan dari Kepala Seksi Penagihan,

kemudian dicocokkan kebenaran angka-angkanya serta jumlah

SSP yang tercantum pada SPS dan SHR-nya. Jika setelah

diteliti ternyata cocok, maka SSP beserta bukti Pbk, SHR,

SPS-nya diteruskan kepada Petugas Pemegang Buku Register

Pengawasan Penagihan untuk dicatat pada Buku Register

tersebut, tanpa merubah susunannya.

SSP, Bukti Pbk, dan SPS-nya diterima kembali dari

Petugas Pemegang Buku Register Pengawasan Penagihan dan

diteruskan dengan Buku Ekspedisi yang kolomnya memuat No.

SPS, jumlah SSP, dan jumlah uangnya kepada Kepala Sub

(f) Penerimaan KP. RIKPA 4.18 (Daftar Piutang Pajak yang

diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi).

KP. RIKPA 4.18 (Daftar Piutang Pajak yang

diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi)

lembar ke-1 yang diterima oleh Kasubsi Penagihan dari Kepala

Seksi Penagihan kemudian diteruskan kepada Jurusita untuk

dilakukan penelitian setempat.

Surat Perintah Penelitian Setempat (KP. RIKPA 4.24)

dipersiapkan oleh Jurusita.

Laporan Hasil Penelitian Setempat (KP.RIKPA 4.25)

yang diterima oleh Kasubsi Penagihan dari Jurusita Pajak

diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi

Penagihan untuk diteliti dan ditandatangani dan selanjutnya

disampaikan kepada Kepala KPP untuk disetujui dengan

membubuhkan tandatangan.

(g) Penerimaan Surat Setoran Pajak.(dari Wajib Pajak).

SSP dan bukti Pbk untuk pembayaran STP, SKPKB,

dan SKPKBT yang diterima dari Wajib Pajak kemudian diteliti

dan diteruskan kepada Petugas Pembuat Berkas Penagihan

untuk disimpan dalam Berkas Penagihan yang bersangkutan.

(3) Kegiatan Penagihan

Berikut ini adalah kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam

(a) Surat Teguran (KP. RIKPA 4.6)

Surat Teguran yang diterima Seksi Penagihan dari

Petugas Pemegang Buku Register Pengawasan Penagihan (KP.

RIKPA 4.23) diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada

Kepala Seksi Penagihan untuk ditandatangani.

(b) Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus (KP. RIKPA 4.7)

Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus

dibuat dan diparaf, kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi

Penagihan untuk diteliti dan diparaf, selanjutnya disampaikan

kepada Kepala KPP untuk ditandatangani.

(c) Surat Paksa (KP. RIKPA 4.8)

Surat Paksa yang diterima Kasubsi Penagihan dari

Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada

Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan diparaf, selanjutnya

disampaikan kepada Kepala KPP untuk ditandatangani.

(d) Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (KP. RIKPA 4.9)

Laporan Pelaksanaan Surat Paksa yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.

(e) Tanda Terima Biaya Penagihan Pajak Negara oleh Jurusita

diajukan kepada Kasubsi Penagihan

(f) Tanda Terima Biaya Pelaksanaan Surat Paksa atau Pelaksanaan

Tanda Terima Biaya Pelaksanaan Surat Paksa atau

Pelaksanaan Penyitaan yang diterima oleh Kasubsi Penagihan

dari Jurusita diteliti kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi

Penagihan

(g) Surat Perintah Melakukan Penyitaan (KP. RIKPA 4.12)

Surat Perintah Melakukan Penyitaan yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala KPP untuk ditandatangani.

(h) Berita Acara Pelaksanaan Sita (KP. RIKPA 4.13)

Berita Acara Pelaksanaan Sita yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Jurusita diteliti, kemudian diteruskan

kepada Kepala Seksi Penagihan untuk disimpan dalam Berkas

Penagihan.

(i) Surat Pencabutan Sita (KP. RIKPA 4.15)

Surat Pencabutan Sita yang diterima oleh Kasubsi

Penagihan dari Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan

diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP untuk

ditandatangani.

(j) Surat Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Gerak Atas

Nama WP/PP (KP. RIKPA 4.16)

Surat Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Gerak

Atas Nama Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang diterima

kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk

diteliti dan diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala

KPP untuk ditandatangani.

(k) Surat Pemberitahuan Akan Dilakukan Pelelangan atau

Kesempatan Terakhir

Surat Pemberitahuan Akan Dilakukan Pelelangan atau

Kesempatan Terakhir kepada WP/PP yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan

diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP untuk

ditandatangani.

(l) Surat Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan (KP.

RIKPA 4.17)

Surat Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan

(KP. RIKPA 4.17).yang diterima oleh Kasubsi Penagihan dari

Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian diteruskan kepada

Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan diparaf, selanjutnya

disampaikan kepada Kepala KPP untuk ditandatangani.

(m) Pengumuman Lelang

Pengumuman Lelang yang diterima oleh Kasubsi

Penagihan dari Juru sita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan

ditandatangani, yang selanjutnya diumumkan melalui media

massa.

(n) Pembatalan Lelang

Pembatalan Lelang yang diterima oleh Kasubsi

Penagihan dari Jurusita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan

diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP untuk

ditandatangani

(o) Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang

Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang yang diterima oleh

Kasubsi Penagihan dari Juru sita diteliti dan diparaf, kemudian

diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk diteliti dan

diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP untuk

ditandatangani

(4) Pembuatan Laporan Pelaksanaan Penagihan

Laporan Pelaksanaan Penagihan yang diterima oleh Kasubsi

Penagihan dari Jurusita diteliti kebenaran angka-angkanya, materi

laporan, jadwal waktu pembuatan, dan penyampaian laporan,

kemudian diparaf, selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP

untuk ditandatangani.

(5) Pengawasan Pelaksanaan Tugas

Berikut ini adalah pengelolaan Sub Seksi Penagihan dalam rangka

(a) Mengawasi secara langsung kelancaran arus dokumen

penagihan.

(b) Mengawasi secara langsung pelaksanaan tugas dan hasil

pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh Pemegang Buku

Register Pengawasan Penagihan, Jurusita, dan Petugas

Pemegang Buku Register Pengawasan Angsuran atau

Penundaan Pembayaran Pajak.

(c) Mengadakan koordinasi yang baik dengan Kepala Seksi Tata

Usaha Piutang Pajak untuk kelancaran tugas-tugas Sub Seksi

Penagihan.

(6) Tugas Lain-lain

Mengerjakan tugas lainnya yang diberikan oleh Pimpinan.

e. Jadwal Waktu Pelaksanaan Tindakan Penagihan

Kegiatan Pelaksanaan penagihan sejak tanggal jatuh tempo

pembayaran sampai dengan pengajuan permintaan penetapan tanggal

dan tempat pelelangan, meliputi jangka 58 (delapan) hari.

Penentuan jangka waktu 58 (lima puluh delapan) hari tersebut di atas,

dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

(1) Surat Teguran

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan

Pajak, Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar, Surat ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari

dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal

(2) Surat Paksa

Surat Paksa (KP.RIKPA 4.8) diberitahukan dengan

pernyataan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah

lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran.

(3) Surat Perintah Melakukan Penyitaan

Surat Perintah Melakukan Penyitaan dibuat, jika Wajib

Pajak tidak melunasi utang pajaknya meskipun sudah dilaksanakan

penagihan dengan Surat Paksa.

Surat Perintah Melakukan Penyitaan dikeluarkan segera

setelah dua kali dua puluh empat jam Surat Paksa diberitahukan

dengan pernyataan kepada Wajib Pajak.

(4) Pengumuman Lelang

Pengumuman lelang dilakukan jika, Wajib Pajak tidak

melunasi utang pajaknya meskipun sudah dilaksanakan penagihan

dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

Pengumuman lelang dikeluarkan setelah 14 hari SPMP

diberitahukan dengan pernyataan kepada Wajib Pajak.

(5) Lelang

Lelang dilakukan jika, Wajib Pajak tidak melunasi utang

pajaknya meskipun sudah dilakukan pengumuman lelang.

Lelang dilakukan setelah 14 hari pengumuman lelang

Gambaran menyeluruh tentang jadwal waktu Pelaksanaan

penagihan pajak, disajikan dalam Bagan Jadwal Waktu Penagihan

Pajak (Gambar II.2) sebagai berikut ini.

Tanggal jatuh tempo dasar penagihan pajak

f. Petunjuk Teknis Tindakan Pelaksanaan Penagihan

Petunjuk Teknis Tindakan Pelaksanaan Penagihan yang dilakukan,

dapat jelaskan sebagai berikut ini.

(1) Pengeluaran Surat Paksa

(a) Jurusita meneliti Buku Register Tindakan Penagihan, dan Buku

Register Tindakan Pengawasan Penagihan terhadap Wajib

Pajak yang belum melunasi utang pajaknya setelah dikeluarkan

Surat Teguran.

(b) Setelah Jurusita Pajak meneliti Buku-Buku Register tersebut di

atas, kemudian Jurusita membuat Surat Paksa dengan

menggunakan formulir bentuk KP. RIKPA 4.8, dan melalui

Kasubsi Penagihan serta Kasi Penagihan meneruskannya 58 hari 7hari Surat Teguran 21 hari Surat Paksa 2 x 24 jam SPMP 14 hari Pengumuman lelang

Tanggal jatuh tempo Dasar Penagihan Pajak

14 hari Lelang

kepada Kepala KPP untuk ditandatangani. Setelah

ditandatangani oleh Kepala KPP, Surat Paksa dicatat pada

Buku Register Surat Paksa. Nomor dan tanggal Surat Paksa

Dicatat pada Buku Register Pengawasan Penagihan, Buku

Register Tindakan Penagihan, dan pada Tindasan

STP/SKPKB/SKPKBT yang bersangkutan.

Buku Register Surat Paksa memuat kolom nomor urut, tanggal,

nama, alamat Wajib Pajak, NPWP, dan Keterangan. Pengisian

formulir Surat Paksa dilakukan secara jelas, lengkap, dan

benar.

(c) Jurusita melaksanakan penagihan dengan Surat Paksa

Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat

dijelaskan sebagai berikut ini.

1) Jurusita mendatangi tempat tinggal atau tempat kedudukan

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, dengan

memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita

mengemukakan maksud kedatangannya, yaitu

memberitahukan Surat Paksa dengan Pernyataan dan

menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.

2) Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak /

Penanggung Pajak, maka WP/PP diminta memperlihatkan

surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti. Tujuan

penelitian surat-surat keterangan pajak dari WP/PP dapat

a) Untuk mengetahui kesesuaian jumlah tunggakan pajak

menurut STP/SKPKB/SKPKBT/SK. Pembetulan/SK.

Keberatan/Putusan banding dengan jumlah tunggakan

yang tercantum pada Surat Paksa.

b) Untuk mengetahui adanya Surat Keputusan

Pembetulan dan Keberatan/Penghapusan.

c) Untuk mengetahui adanya kelebihan pembayaran dari

tahun atau jenis pajak lainnya yang belum

diperhitungkan.

d) Untuk mengetahui apakah utang pajak di dalam Surat

Paksa ada pengajuan keberatan.

3) Apabila Jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak maka Salinan Surat Paksa tersebut dapat

diserahkan kepada pihak-pihak sebagai berikut ini.

a) Keluarga Penanggung Pajak atau orang yang bertempat

tinggal bersama Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

yang akil baliq (dewasa dan sehat mental).

b) Anggota Pengurus Komisaris atau para persero dari

Badan Usaha yang bersangkutan.

c) Pejabat Pemerintahan setempat, dalam hal ini mereka

yang tersebut pada angka satu dan angka dua diatas

tidak dijumpai.

4) Penanggung Pajak tidak ditemukan di kantor atau tempat

dapat menyerahkan salinan SP kepada pihak-pihak sebagai

berikut ini.

a) Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang

pegawai).

b) Seseorang yang ada di tempat tinggalnya.

5) Tunggakan Pajak berbeda.

Apabila dalam menyampaikan Surat Paksa Jurusita

menemukan persoalan seperti di atas, yaitu tunggakan

menurut Surat Paksa berbeda dengan tunggakan menurut

STP/SKPKB/SK. Pembetulan /SK. Keberatan/Putusan

Banding yang ada pada Penanggung Pajak, maka Jurusita

tidak boleh merubah, mencoret, dan menambah apa yang

tertulis pada SP.

Jurusita mengembalikan SP tersebut kepada Kepala

Seksi Penagihan Sub Seksi Penagihan dengan disertai

laporan dan usulan agar dikeluarkan SP yang baru dengan

menggunakan nomor dan tanggal yang sama sesuai dengan

data-data sebenarnya. Hal ini dapat pula atas kesalahan

alamat, Nomor Tindasan STP/SKPKB/SKPKBT/SK.

Pembetulan/SK. Keberatan/Putusan Banding.

6) Penanggung Pajak menolak Surat Paksa.

Adakalanya Penanggung Pajak menolak menerima

adalah karena kesalahan SP sendiri maka penyelesaiannya

adalah seperti yang telah diuraikan pada huruf e di atas.

Apabila penolakan didasarkan pada alasan lain yang dapat

disebutkan di bawah ini.

a) Karena sedang mengajukan surat keberatan.

b) Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas.

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita

Pajak tetap melaksanakan SP tersebut dengan

menyerahkan salinan SP kepada yang bersangkutan.

Dan apabila Penanggung Pajak atau wakilnya tetap

menolak maka salinan SP tersebut dapat ditinggalkan

saja pada tempat kediaman atau tempat kedudukan

Penanggung Pajak atau wakilnya, dengan demikian SP

dianggap telah diberitahukan.

7) Surat Paksa tidak dapat disampaikan.

Apabila karena satu dan lain hal SP tidak dapat

disampaikan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan

maka Jurusita harus membuat laporan tertulis mengenai

sebab-sebab tidak dapat disampaikannya SP, dan usaha apa

yang telah dilakukannya. Perlu ditambahkan, Jurusita

terlebih dahulu harus menghubungi camat /lurah setempat

untuk meminta keterangan mengenai WP/PP yang

bersangkutan. Apabila WP/PP yang bersangkutan masih

kepada Camat/Lurah yang bersangkutan. Kalau WP sudah

pindah dan tidak diketahui alamatnya yang baru maka

laporan Jurusita sedapat mungkin dilengkapi dengan

keterangan Camat/Lurah setempat. Dalam hal demikian

Surat Paksa dapat ditempelkan pada pintu utama Kantor

Pelayanan Pajak. Dengan penempelan ini Surat Paksa

dianggap telah diberitahukan kepada WP/PP.

8) WP/PP bertempat tinggal di wilayah KPP lain.

Apabila hal ini terjadi di dalam kota, maka Jurusita

Pajak dari KPP yang mengeluarkan SP, dapat

melaksanakan penyampaian salinan SP tersebut kepada

WP/PP yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu melapor

kepada Kepala KPP di Wilayah WP/PP tersebut bertempat

tinggal. Apabila hal ini terjadi di KPP yang berlainan kota,

maka Kepala KPP yang berwenang dapat mengeluarkan SP

untuk meminta bantuan kepada Kepala KPP dimana WP/PP

bertempat tinggal.

(d) Pemberitahuan Surat Paksa kepada WP/PP yang telah

meninggal dunia

Mengenai hal ini, ketentuan pada pasal 6 ayat (2) huruf

d Undang-undang No. 19/1959 membaginya dalam 2 (dua) hal

1) Bagi WP/PP yang telah meninggal dunia belum lewat 6

(enam) bulan, maka pemberitahuan SP diserahkan kepada

pihak-pihak sebagai berikut ini.

a) Salah seorang dari ahli waris WP/PP.

b) Pelaksana surat wasiat.

c) Seseorang yang diberi kuasa atas warisan WP/PP

tersebut.

2) Bagi WP/PP yang telah meninggal dunia telah lewat

6 (enam) bulan, maka SP harus dibuat atas nama para ahli

waris. Tiap orang ahli waris dikenakan SP sendiri-sendiri

dan besarnya menurut perbandingan bagiannya

masing-masing

(e) Biaya Penyampaian SP

1) Jumlah Biaya

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor

KEP-01/PJ. 75/1994 tanggal 14 Januari 1994 besarnya biaya

penyampaian Surat Paksa adalah sebagai berikut ini.

Biaya Harian Jurusita = Rp. 10.000,00

Biaya Perjalana = Rp. 15.000,00

Jumlah = Rp. 25.000,00

2) Apabila Jurusita Pajak telah melaksanakan tugasnya sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak

(f) Surat Paksa yang telah dilaksanakan diserahkan kepada

Kasubsi Penagihan disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

(KP. RIKPA 4.9), dan diteruskan kepada Kepala Seksi

Penagihan untuk ditandatangani, selanjutnya dimasukkan

dalam Berkas Penagihan WP/PP yang bersangkutan dengan

terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam

Buku Register Pengawasan Penagihan, Buku Register

Tindakan Penagihan, Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak dan

Dokumen terkait