• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN TENTANG PENAGIHAN PAJAK

C. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-30

Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

2. Isi Dan Karakteristik Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari Segi Isinya

1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan ” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”.

2) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.

b. Dari Segi Karakteristik

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyenderaan / pencegahan.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi ”.

3. Penerbitan Surat Paksa

Pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. 2. Dasar Penagihan

3. Besarnya utang pajak 4. Perintah untuk membayar

32

4. Fungsi Surat Paksa

Adapun fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukan penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

5. Mekanisme Penagihan Pajak

Penagihan Pajak disusun secara penjadwalan :

a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tudak dilunasi, maka kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.

b. 21 (dua piluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum lunas, kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Paksa.

c. Kewajiban pajak sebagaimana terutang dalam Surat Paksa adalah 2 x 24 jam. d. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat

Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

e. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum. D. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagaihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

4. Surat Edaran Direktur Jendaral Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak.

E. Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanakan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.

3. Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak,nama yang

34

menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: 1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain

yang memeungkinkan.

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

3. Salah seoranga ahli atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau

4. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita pajak:

1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham pengendali atau mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai keputusan dalam menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas.

2. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk Bentuk Usaha Tetap.

3. Direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan usaha

lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan perseroan komanditer.

4. Ketua atau yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan, untuk yayasan.

5. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 3, dan angka 4 Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa.

Dokumen terkait