• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Uraian Teori

6. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Surat Paksa sesuai Pasal 1 huruf 21 (UU KUP) dan Pasal 1 huruf 12 (UU Penagihan Pajak) menyatakan bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Undang-undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa menjelaskan:

Agar tercapai efektifitas dan efisiensi penagihan pajak yang didasari dengan surat paksa, maka surat paksa mempunyai kekuatan hukum eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

31

Menurut Mardiasmo (2011) pengertian surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat yang bersifat perintah untuk membayarkan atau melunaskan tunggakan pajak dan biaya penagihan pajak yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, surat paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding.

Menurut Rondonuwu, dkk (2016) Dalam Pasal 7 ayat 2 UU Penagihan Pajak disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:

1) Nama wajib pajak atau nama wajib pajak penanggung pajak. 2) Dasar penagihan.

3) Besarnya utang pajak. 4) Perintah untuk membayar.

b. Ciri-Ciri Surat Paksa

Dalam menyampaikan tindakan penagihan dengan surat paksa, maka surat paksa memiliki ciri-ciri dan sifatnya.

Menurut Priantara (2013) Ciri-ciri surat paksa yaitu:

1) Formulir surat paksa harus memuat kepada surat dengan keterangan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

2) Surat perintah sekurang-kurangnya harus memuat: a) Nama WP atau nama WP penanggung pajak. b) Dasar Penagihan.

c) Besarnya utang Pajak. d) Perintah untuk membayar .

3) Surat paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti grosse dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

4) Yang dapat ditagih dengan surat paksa adalah semua jenis pajak pusat dan daerah yang terdiri dari:

a) Pajak pusat dan pajak daerah (pokok pajak yang kurang dibayar).

b) Sanksi perpajakan berupa: kenaikan, denda (bukan denda pidana), bunga, biaya termasuk biaya penagihan.

c) Penagihan pajakdengan surat paksa tersebut dilaksanakan oleh jurusita Pajak pusat dan jurusita pajak daerah.

Surat paksa tidak hanya memiliki ciri-ciri saja, tetapi surat paksa tersebut juga memiliki sifat.

Menurut Priantara (2013) adapun sifat surat paksa adalah:

1) Berkekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

2) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).

33

3) Berkekuatan hukum yang pasti (In Kracht Van Gewijsde). Agar tercapai keefektifan dan efesiensi penagihan pajak yang didasari surat paksa, kekuatan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta memberikan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/pencegahan.

c. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2000 dalam pasal 8 ayat (1) tentang penagihan surat paksa ditebitkan apabila:

1) Penanggung pajak tidak juga melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.

3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak (wanprestasi atau cidera janji mengangsur).

Menurut Waluyo (2013, hal 93) surat paksa wajib pajak orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita pajak kepada:

1) Penanggung pajak ditempat tinggal, tempat usaha atau ditempat lain yang memungkinkan.

2) Orang dewasa yang bertempat tinggal, tempat usaha ataupun yang bekerja ditempat usaha penanggung pajak, bila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dijumpai.

3) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, bila wajib pajak telah meninggal dunia, dan harta warisan belum dibagi.

4) Para ahli waris, bila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Sedangkan bagi wajib pajak badan cara memberitahukan surat paksa yaitu:

1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan

2) Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita pajak tidak dapat menjumpai.

35

d. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Tabel II.4

Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

No Peraturan Tentang

1. Undang-Undang No. 19 tahun 1997 sebagaimana diubah Undang-Undang No.19 tahun 2000.

Penagihan Pajak

Dengan Surat Paksa

2. Undang-Undang No.16 tahun 2009. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 137 tahun 2000.

Tempat dan tata cara penyanderaan,

rehabilitasi nama baik penanggung pajak, dan pemberian ganti rugi

dalam rangka

penagihan pajak

dengan surat paksa. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor

561/KMK.04/2000.

Tata cara penagihan seketika dan sekaligus dan pelaksanaan surat paksa.

5. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP- 474/PJ/2003.

Bentuk, jenis dan orde kartu, formulir, surat, dan buku ini digunakan dalam pelaksanaan

penagihan pajak

dengan surat paksa. 6. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

02/PJ.75/2004.

Kebijaksanaan

penagihan pajak tahun 2004.

7. Surat Edaran Dirjen Pajak SE-01/PJ.75/2004.

petunjuk pelaksanaan penagihan pajak dalam rangka reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak.

7. Tunggakan Pajak

Tunggakan pajak adalah besarnya pajak yang terutang yang belum dibayarkan oleh Wajib Pajak. Tunggakan disebabkan oleh dua hal yaitu: 1) Karena pemeriksaan

Pemeriksaan meliputi:

a) Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat Ketetapan Pajak (SKP) ini ditebitkan terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) atau karena ditemukan data fisik yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. b) Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan penagihan

pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda bagi wajib pajak.

2) Karena wajib pajak tidak mampu membayar kewajiban

Dalam hal ini tunggakan timbul murni karena yang bersangkutan atau wajib pajak tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila bidang penagihan mendapati adanya tunggakan pajak yang disebabkan seperti diatas, maka akan dilakukan tindakan penagihan aktif salah satunya melalui surat paksa sebagai sarana untuk menagih pajak kepada wajib pajak.

37

Dokumen terkait