• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks gonad somatik (%)

Gambar 7. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan indeks gonad somatik pada ikan nila

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dosis 30 g/kg dan vitamin E dosis 150 mg/kg pakan terhadap indeks gonad somatik optimal 2.92% adalah sangat berbeda nyata (P<0.05) (Lampiran 13). Pada uji kontras dinyatakan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara penambahan minyak ikan dan vitamin E terhadap indeks gonad somatik adalah berpolakan kuadratik. Agar lebih jelas, interaksi hubungan kombinasi penambahan minyak ikan dan vitamin E disajikan pada Gambar 8.

10 20 30 40 50 100 150 200 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Indeks gonad somatik (%)

minyak ikan (g/kg)

Vit. E (mg/kg)

Gambar 8. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap indeks gonad somatik pada ikan nila

Hasil pengamatan struktur histologis gonad disajikan pada Gambar 9. Perkembangan dan pertumbuhan sel telur dapat diketahui melalui struktur histologis gonad, dimana interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E memberi pengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan sel telur. Sediaan histologis yang ditampilkan pada Gambar 9a adalah telur dengan kondisi TKG II sebelum induk ikan mulai diberi perlakuan. Pada gambar tersebut ovari terdiri atas oosit dan sel-sel yang berada di dalam folikel. Kondisi oosit tampak tidak seragam karena ikan nila termasuk partial spawner, yaitu mengeluarkan telur tidak sekaligus melainkan secara bertahap (Gambar 9a dan Gambar 9d).

eu

g

oc

n

oa

ob

od

g

g

oi

n

l

Gambar 9. Struktur histologi gonad pada perlakuan K (MI.30g/kg;VE.150mg/kg)

(Pengamatan histologi dilakukan pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE 56x) Keterangan :

a. Oosit dalam lamela, Tingkat Kematangan Gonad I (TKG I)

b. Oosit TKG II, euvitelin (eu) dengan granular kuning telur (g)

c. Oosit TKG III, granular kuning telur (g) dan butir lemak (oi)

mengisi sitoplasma, dan inti (n) mulai bergerak ke tepi sel

d. Oosit dalam berbagai stadia oa: Oosit TKG I, ob: Oosit TKG

II, oc: Oosit TKG III, od: Oosit TKG IV.

Selanjutnya pada Gambar 9b ditunjukkan oosit stadium III yang mulai tumbuh, berkembang, dan tampak diameter telur mulai membesar serta butiran telur terlihat jelas. Pada tahap ini perkembangan gonad telah memasuki TKG III.

Pada TKG III mulai terjadi proses vitelogenesis sehingga tingkat ini disebut juga sebagai fase akumulasi kuning telur dan tahap pematangan gonad. Pada Gambar 9c terlihat telur memasuki tahap kematangan akhir yang ditandai dengan posisi inti sel yang berada di tepi atau berada di kutub anima (TKG IV). Artinya, ikan sudah siap dipijahkan. Hal ini sesuai dengan nilai indeks gonad somatik, ikan yang diberi pakan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg) mencapai indeks gonad somatik paling tinggi, yaitu 3.25%.

Hubungan antara indeks gonad somatik (IGS) dan tingkat kematangan gonad (TKG) dapat ditunjukkan dengan perkembangan garis tengah telur. Isi telur yang ditunjukkan dengan garis tengah telur merupakan hasil pengendapan kuning telur selama proses vitelogenesis. Dari hubungan ini didapatkan ukuran garis tengah telur yang terbesar pada waktu akan terjadi pemijahan sebagai ukuran telur yang masak dalam proses pemijahan. Penelusuran terhadap ukuran telur masak dalam komposisi ukuran telur secara keseluruhan dapat menjadi penuntun ke pendugaan pola pemijahan ikan.

Hasil pengamatan histologis pada testis menunjukkan adanya perbedaan kepadatan sel-sel spermatozoa maupun spermatid dalam tubulus seminiferi setiap perlakuan. Kepadatan sel-sel spermatozoa (spermatid) dalam tubulus seminiferi merupakan hasil sperma terbaik (Gambar 10a). Pada tingkat perkembangan testis II (Tahap perkembangan) ukuran testis lebih besar dari tingkat perkembangan testis I. Secara histologis, pada tingkat perkembangan testis II ini kantong-kantong tubulus seminiferi mulai berisi spermatosit yang berasal dari perkembangan spermatogonium (Gambar 10b). Spermatozoa yang mempunyai ciri di atas memiliki motilitas dan viabilitas tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai fertilitas.

Selanjutnya, pada gonad jantan yang berada pada TKG III, testis berukuran lebih besar dari tingkat perkembangan II. Pada tingkat kematangan gonad ini, testis mengisi hampir setengah rongga perut, berwarna lebih putih, jaringan ikat gonad terlihat lebih sedikit, spermatid menyebar, tetapi sebagian masih terlindung oleh kista yang berbentuk kantong. Secara histologis, spermatid dan spermatozoa lebih dominan (Gambar 10c).

Gambar 10. Gambaran histologi testis ikan nila (Oreochromis niloticus)

Keterangan :

a: testis stadium I, b: testis stadium II, c: testis stadium III, d: testis stadium IV spt: spermatid, spg: spermatogonium, sps: spermatosid, spz: spermatozoa

Pembentukan spermatozoa telah berakhir kapan dan ikan siap untuk melakukan spermiasi. Dengan kata lain, perkembangan testis sudah masuk tahap TGK IV sehingga testis makin besar dan pejal mengisi sebagian besar rongga perut, dan induk ikan jantan sudah siap dipijahkan (Gambar 10d). Secara histologis, dalam testis masih terlihat sisa sel-sel spermatozoa dan spermatid yang belum dikeluarkan pada saat pemijahan. Pada tahap ini masih dijumpai spermatogonium yang akan berkembang menjadi spermatosit, spermatid, dan spermatozoa untuk pemijahan berikutnya. Selanjutnya, tingkat perkembangan ini dinamakan lepas salin (spent), yaitu testis terlihat mengempis dan pada bagian tertentu kosong karena semen telah dikeluarkan pada saat pemijahan, dan terdapat sisa spermatozoa dan spermatid yang belum dikeluarkan pada saat pemijahan. Diameter Telur

Hasil pengamatan ukuran diameter telur menunjukkan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi tipe asinkronisasi. Berdasarkan 100 contoh oosit sample pada setiap stadium diperoleh data distribusi frekuensi diameter telur dan nilai rataan diameter telur disajikan pada Lampiran 8 dan Lamp iran 9. Analisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi penambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan tidak mempengaruhi terhadap diameter telur (P>0.05) (Lampiran 13). Nilai indeks gonad somatik meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan minyak ikan dosis 30 g/kg dan vitamin E dosis 150 mg/kg pakan serta mencapai nilai diameter telur optimal 1.84 mm, dengan r2 = 0.58 disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Jumlah telur pada setiap selang diameter telur pada masing- masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Diameter telur terbaik pada pakan K (minyak ikan 30 g/kg dan vitamin E 150 mg/kg pakan), yaitu rataan berukuran 1.91±0.41 mm dan terbanyak pada ukuran 1.71 - 2.00 mm (100 butir). Diameter telur terendah pada pakan D (minyak ikan 10 g/kg; vitamin E 200 mg/kg pakan), yaitu rataan berukuran 1.53±0.43 mm dan terbanyak pada ukuran 1.40-1.60 mm (100 butir).

y =1.58 + 0.07x -0.004x2 r2 = 0.58 0 0.5 1 1.5 2 2.5 10 20 30 40

Penambahan minyak ikan (g/kg)

Dimaeter telur (mm)

Gambar 11. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan diameter telur pada ikan nila

y = 1.22+0.01x-0.00003x

2

r

2

= 0.58

0

0.5

1

1.5

2

2.5

50 100 150 200

Penambahan vitamin E (mg/kg)

Diameter telur (mm)

Gambar 12. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan diameter telur pada ikan nila

Hasil ini menunjukkan bahwa induk ikan memperoleh pakan dengan kualitas nutrien yang hampir sama setiap perlakuan sehingga unsur nutrien yang terkandung dalam telur juga tidak berbeda, walaupun dengan penambahan minyak ikan dan vitamin E ke dalam pakan untuk setiap perlakuan berbeda. Fungsi vitamin E sebagai antioksidan pada percobaan ini terlihat dari peningkatan kandungan lemak dalam telur, meskipun peningkatan tersebut untuk setiap perlakuan relatif hampir sama (Gambar 13).

10 20 30 40 50 100 150 200 0 0.5 1 1.5 2 2.5

Diameter telur (mm)

Dokumen terkait