• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah induk memijah (ekor)

Gambar 18. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan jumlah induk yang memijah pada ikan nila

Untuk memperjelas hubungan penambahan dosis kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk memijah disajikan pada Gambar 19. Hasil analisis sidik ragam ditunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara minyak ikan dan vitamin E berbeda nyata terhadap jumlah induk yang memijah (P<0.05) (Lampiran 15). Pada uji kontras didapatkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk memijah berpolakan kuadratik. Jumlah induk memijah meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan.

10 20 30 40 50 100 150 200 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Jumlah induk memijah (ekr)

Minyak ikan (g/kg)

Vit. E (mg/kg)

Gambar 19. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap jumlah induk yang memijah pada ikan nila

Derajat Tetas Telur

Derajat tetas telur secara nyata dipengaruhi oleh penambahan minyak ikan dan vitamin E pakan. Induk ikan nila yang diberi kombinasi pakan dengan komposisi optimal menghasilkan telur dengan derajat penetasan secara nyata lebih baik pada perlakuan K (MI.30 g/kg; VE.150 mg/kg) yaitu sebesar 95.00±2.35 yang diikuti oleh perlakuan L (MI. 30 g/kg; VE. 200 mg/kg) yaitu sebesar 90.00±3.54 (Lampiran 11).

Penambahan kombinasi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan induk ikan nila mempengaruhi derajat tetas telur (P<0.05) (Lampiran 17).Hasil analisis

polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 10 sampai 30 g/kg meningkatkan derajat tetas telur. Peningkatan penambahan dosis minyak ikan diatas 30 g/kg

menyebabkan penurunanan derajat tetas telur (DTT) mengikuti persamaan y = 75.53+3.26x-0.20x2. Nilai derajat tetas telur optimal sebesar 88.66% pada

pemberian minyak ikan 30 g/kg dengan nilai r2 = 0.71 (Gambar 20).

y = 75.53+3.26x -0.20x

2

r

2

= 0.71

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

10 20 30 40

Penambahan minyak ikan (g/kg)

Derajat tetas telur

Gambar 20. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan derajat tetas telur pada ikan nila

Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 50 sampai 150 mg/kg meningkatkan derajat tetas telur pada ikan nila. Peningkatan dosis vitamin E diatas 200 mg/kg menyebabkan penurunanan derajat tetas telur mengikuti persamaan y = 58.4+0.41x-0.001x2. Nilai jumlah derajat tetas telur optimal sebesar 88.66% pada pemberian vitamin E 150 mg/kg dengan nilai r2 = 0.71 (Gambar 21).

y = 58.4+0.4131x-0.0014x2 r2 = 0.71 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 Penambahan vitamin E (mg/kg)

Derajat tetas telur (%)

Gambar 21. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan derajat tetas telur pada ikan nila

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan kombinasi antara vitamin E dan minyak ikan berbeda nya ta terhadap derajat tetas telur (P<0.05) (Lampiran 17). Pada uji kontras tampak bahwa interaksi perlakuan kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur berpolakan kuadratik. Jumlah induk memijah meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan vitamin E dan minyak ikan dalam pakan. Kualitas telur yang baik dapat juga dilihat dari derajat tetas telur. Pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E yang optimal akan menghasilkan derajat tetas telur yang lebih tinggi.

Hasil ini membuktikan bahwa induk ikan nila yang memperoleh pakan dengan kualitas yang sama sehingga unsur nutrien yang terkandung dalam telur juga hampir sama, meskipun penambahan minyak ikan dan vitamin E masing-masing perlakuan berbeda. Nilai derajat tetas telur optimal sebesar (88.569%) dengan nilai tertinggi derajat tetas telur pakan perlakuan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg) sebesar (95%). Untuk jelasnya hubungan antara penambahan dosis kombinasi minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur disajikan pada Gambar 22.

10 20 30 40 50 100 150 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Derajat tetas telur (%)

Minyak ikan (g/kg)

Vit. E (mg/kg)

Gambar 22. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur pada ikan nila

Ketahanan Hidup Larva

Ketahanan hidup larva perlakuan kombinasi pakan memberi pengaruh nyata antar perlakuan. Induk ikan nila yang diberi kombinasi pakan dengan komposisi optimal pakan perlakuan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg) dapat menghasilkan ketahanan hidup larva sebesar 6.80±0.10 hari (Lampiran 12). Hasil ini menunjukkan bahwa larva hasil pemijahan dari induk- induk yang menerima asupan suplementasi yang optimal pada pakan perlakuan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg) memberi ketahanan hidup larva yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kombinasi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang diberikan pada induk ikan nila mempengaruhi ketahanan hidup larva (P<0.05) (Lampiran 18). Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan minyak ikan memberi pola

respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 10 sampai 30 g/kg meningk atkan ketahanan hidup larva. Peningkatan penambahan dosis minyak ikan diatas 30 g/kg menyebabkan penurunanan ketahanan hidup larva mengikuti persamaan y = 4.99+0.23x-0.01x2. Nilai ketahanan hidup larva optimal sebesar 6.26 hari pada pemberian minyak ikan 30 g/kg dengan nilai r2 = 0.76 (Gambar 23).

y =4.99 + 0.23x-0.01x

2

r

2

= 0.76

0

1

2

3

4

5

6

7

8

10 20 30 40

Penambahan minyak ikan (g/kg)

Ketahanan hidup larva (hari)

Gambar 23. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan ketahanan hidup larva pada ikan nila

Hasil analisis polinomial ortogonal penambahan vitamin E memberi pola respons kuadratik yang artinya peningkatan dosis minyak ikan dari 50 mg/kg sampai 150 mg/kg meningkatkan derajat tetas telur pada ikan nila. Peningkatan dosis vitamin E diatas 200 mg/kg menyebabkan penurunanan derajat tetas telur mengikuti persamaan y = 3.88+0.03x-0.00007x2. Nilai ketahanan hidup larva optimal sebesar 6.26 hari pada pemberian vitamin E 150 mg/kg dengan nilai r2 = 0.76 (Gambar 24).

y = 3.88+0.03x-0.00007x

2

r

2

= 0.76

0

1

2

3

4

5

6

7

8

50 100 150 200

Penambahan vitamin E (mg/kg)

Ketahanan hidup larva (hari)

Gambar 24. Hubungan antara penambahan dosis vitamin E dan ketahanan hidup larva pada ikan nila

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E berbeda nyata terhadap ketahanan hidup larva (P<0.05) (Lampiran 18). Hasil ini membuktikan bahwa induk ikan nila yang memperoleh pakan dengan kualitas yang baik dengan jumlah komposisi optimal menghasilkan telur dengan ukuran diameter yang lebih besar. Hasil ketahanan hidup larva pada perlakuan pakan uji K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg pakan) lebih baik, yaitu mencapai nilai ketahanan hid up larva optimal sebesar 6.26 hari. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kombinasi perlakuan minyak ikan dan vitamin E terhadap derajat tetas telur disajikan pada Gambar 25.

10 20 30 40 50 100 150 200 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ketahanan hidup larva (hari)

Minyak ikan (g/kg)

Vit. E (mg/kg)

Gambar 25. Hubungan antara penambahan kombinasi dosis minyak ikan dan vitamin E terhadap ketahanan hidup larva pada ikan nila

Kandungan Asam Lemak n-3 dan Vitamin E dalam Telur dan Larva

Pemberian minyak ikan dan vitamin E meningkatkan kandungan asam lemak n-3 dalam telur dan larva. Penurunan derajat ketahanan larva disebabkan larva ikan tidak diberi pakan (dipuasakan) dan pada akhirnya mati dan tersisa total larva 20%. Hasil analisis kandungan asam lemak n-3 dan vitamin E dalam telur, larva 0 hari (L0Hr) dan larva 2 hari (L2Hr) (Tabel 10).

Tabel 10. Kandungan asam lemak n-3 dan vitamin E (mg/kg) dalam telur, larva 0 hari (LoHr) dan larva 2 hari (L2Hr) (% area) pada ikan nila

Kandungan vitamin E (mg/kg) dan asam lemak (% area)

Perlakuan

(Minyak ikan g/kg dan Vit. E mg/kg)

Bahan Telur Larva(L0Hr) Larva(L2Hr)

Asam Lemak n-3 5.68 3.48 2.65 A (10;50) Vitamin E 116.25 102.10 95.45 Asam Lemak n-3 6.46 4.14 3.48 B (10;100) Vitamin E 155.45 125.35 105.55 Asam Lemak n-3 6.89 4.68 3.84 C (10;150) Vitamin E 175.75 152.50 115.52 Asam Lemak n-3 5.48 3.26 2.42 D (10; 200) Vitamin E 225.45 173.15 125.55 Asam Lemak n-3 6.78 4.52 3.76 E (20;50) Vitamin E 106.45 89.40 75.49 Asam Lemak n-3 7.56 5.24 4.62 F (20;100) Vitamin E 145.45 112.37 105.35 Asam Lemak n-3 6.50 4.68 3.18 G (20;150) Vitamin E 265.35 252.20 232.32 Asam Lemak n-3 7.18 5.62 4.38 H (20;200) Vitamin E 295.15 273.50 255.35 Asam Lemak n-3 6.52 4.24 3.28 I (30;50) Vitamin E 106.65 92.30 75.85 Asam Lemak n-3 7.86 5.28 4.64 J (30;100) Vitamin E 131.45 120.35 102.55 Asam Lemak n-3 8.47 6.36 5.42 K (30;150) Vitamin E 185.50 172.15 162.25 Asam Lemak n-3 7.60 5.64 4.26 L (30;200) Vitamin E 294.40 283.85 271.15 Asam Lemak n-3 6.85 4.48 3.64 M (40;50) Vitamin E 136.47 124.25 105.45 Asam Lemak n-3 7.57 5.26 4.38 N (40;100) Vitamin E 156.94 143.65 125.30 Asam Lemak n-3 6.56 4.86 3.72 O (40;150) Vitamin E 295.87 282.51 262.34 Asam Lemak n-3 7.42 5.84 4.52 P (40;200) Vitamin E 305.42 293.14 275.51

Hubungan antara jumlah induk memijah, derajat tetas telur, dan ketahanan hidup larva dengan kadar minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) dalam pakan di uji secara deskriptif memperlihatkan pola kuadratik disajikan pada Gambar 26. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan dosis minyak ikan dan vitamin E sampai batas tertentu atau optimal dapat meningkatkan nilai jumlah induk memijah, derajat tetas telur dan ketahanan hidup larva; tetapi akan menurun kembali apabila dosis minyak ikan dan vitamin E ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kebutuhan optimal dosis minyak ikan sebesar 30 g/kg dan vitamin E 150 mg/kg dalam pakan induk ikan nila adalah pakan dengan perlakuan yang terbaik.

A B C D E F G H I J K L M N O P DTT (%)

JIM (Ekor) KHL (Hari)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Perlakuan Keterangan:

DTT : Derajat tetas telur

JIM : Jumlah induk yang memijah KHL : Ketahanan hidup larva

Keterangan: : A (MI. 10; VE. 50), B(MI. 10; VE. 100), C(MI. 10; VE. 150), D(MI. 10; VE. 200)

E (MI. 20; VE. 50), F (MI. 20; VE. 100), G (MI. 20; VE. 150), H (MI. 20; VE . 200)

I (MI. 30; VE. 50), J (MI. 30; VE. 100), K(MI. 30; VE. 150), L(MI. 30; VE. 200)

M(MI. 40; VE. 50), N(MI. 40; VE. 100), O(MI. 40; VE. 150), P(MI. 40; VE. 200)

Gambar 26. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) terhadap jumlah induk memijah (JIM), derajat tetas telur (DTT), dan kelangsungan hidup larva (KHL) pada ikan nila

Pembahasan

Hasil pengamatan pada induk ikan nila yang diberi kombinasi penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) dalam pakan menunjukkan bahwa hampir semua ikan dapat matang gonad, memijah, dan berhasil memproduksi larva. Waktu yang diperlukan dari proses pematangan gonad sampai dengan pemijahan berbeda-beda pada masing- masing kombinasi minyak ikan dan vitamin E. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pemberian komposisi minyak ikan dan vitamin E dalam pakan dapat memperbaiki kinerja reproduksi ikan nila.

Kombinasi penambahan dosis minyak ikan (MI) dan vitamin E (VE) pada pakan induk nila memperbaiki kinerja reproduksi ikan uji. Pada percobaan ini induk yang diberi pakan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg) menghasilkan indeks gonad somatik (3.25 ± 0.30), diameter telur (1.91±0.41), fekunditas (600.20 ± 7.66), jumlah induk yang memijah (17.20 ±1.30), derajat tetas telur (95.00 ± 2.35), dan ketahanan hidup larva (6.80 ± 0.10) yang terbaik.

Peningkatan nilai indeks gonad somatik dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh (Tang dan Affandi 2000). Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar (Yaron 1995). Selama proses tersebut berlangsung, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad (Yulfiperius 2001).

Selama proses produksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertambahan gonad pada ikan betina berkisar antara 10-25% dari bobot tubuh (Tang dan Affandi 2000). Peningkatan kematangan telur dapat dilihat pada hasil histologis gonad setiap minggunya (Gambar 9). Hasil histologis ovari menunjukkan adanya sejumlah oosit pada minggu ke-1 (Gambar 9a), ovari mulai mengandung sel-sel yang berada pada folikel tahap TKG II. Hasil pengamatan histolo gis ovari minggu ke-4 (Gambar 9b) menunjukkan sejumlah oosit telah tumbuh dan memiliki satu nukleus besar tahap TKG III. Setelah itu adalah fase vitelogenesis, ketika ukuran oosit meningkat pesat yang diiringi dengan peningkatan akumulasi kuning telur minggu ke-6. Hasil pengamatan histologis ovari pada minggu ke-6 menunjukkan bahwa saat ini adalah fase pematangan oosit, yaitu nukleus mulai berimigrasi mendekati mikrofil (Gambar 9c). Nilai indeks gonad somatik awal reproduksi ini menunjukkan persentase gonad yang telah terbentuk dibandingkan dengan bobot tubuh selama masa pemeliharaan. Semakin tinggi persentase gonad berarti semakin banyak telur dan makin tinggi tingkat kematangan telur-telur tersebut. Pertambahan gonad pada induk betina dapat mencapai 10-25% dari bobot tubuh (Tang dan Affandi 2000).

Hasil pengamatan diameter telur antarperlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena pada saat ditebar induk ikan baru berumur 4 bulan dan belum pernah memijah. Hal ini berkaitan dengan ketepatan waktu dalam pemberian pakan dengan kualitas nutrien yang sudah ditingkatkan karena ketepatan waktu awal pemberian pakan akan berpengaruh pada keberhasilan repoduksi (Izquierdo et al.2001).

Nilai fekund itas dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh pakan, ukuran ikan, diameter telur, dan faktor lingkungan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam- macam kondisi terutama respons terhadap pakan (Effendie 2002). Nilai rataan fekunditas tertinggi pada percobaan ditemukan pada ikan yang diberi pakan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg), yaitu (600 butir/ekor) induk. Keberadaan asam lemak esensial pada membran sel dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel serta berfungsi sebagai prekursor senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Prostaglandin diketahui sebagai mediator kerja gonadotropin saat pecahnya folikel (ovulasi) pada ikan (Lam 1985). Prostaglandin juga terlibat dalam peningkatan c-AMP yang dipicu oleh LH atau GTH-II. Dengan demikia n, peningkatan fluiditas membran sel dan prostaglandin telur akan menyebabkan aksi gonadotropin dalam pembentukan telur meningkat dan fekunditas meningkat.

Pemijahan merupakan proses yang meliputi percumbuan (kopulasi), ovulasi/spermiasi, dan fertilasi. Kopulasi merupakan perilaku ikan pada fase awal dari proses pemijahan. Selanjutnya, Watanabe (1988), melaporkan kadar vitamin E yang terbaik pada pakan ikan red seabream sebesar (0.420 mg/g) pakan yang menghasilkan derajat tetas 95%, dan larva normal 97%. Selanjutnya Mokoginta (1991) melaporkan derajat tetas telur 82.3% pada ikan Lele yang diberi pakan yang mengandung 0.5% asam lemak. Induk ikan trout yang mendapat pakan yang mengandung asam lemak rendah akan menghasilkan telur dengan derajat tetas rendah (Leray et al. 1985).

Seperti yang diungkapkan oleh Mokoginta et al. (2000), penurunan atau peningkatan rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur akan menghambat keberhasilan proses embriogenesis. Asam lemak esensial yang terkandung dalam telur

berpengaruh pada stadia awal dan embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut akan berkembang atau tidak (Mokoginta 1992). Asam lemak esensial berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antarsel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin, jika telur kekurangan asam lemak esensial maka proses embriogenesis akan gagal (pada pembelahan sel ke-16, 32,dan organogenesis) dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah (Leray et al. 1985).

Berdasarkan hasil penelitian Mokoginta et al. (2000) diketahui bahwa penurunan atau peningkatan rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur akan menyebabkan derajat tetas telur rendah. Rasio asam lemak n-6/n-3 yang sesuai dengan kebutuhan embrio dalam telur akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis yang diperlihatkan oleh nilai derajat tetas telur yang tinggi. Kuning telur merupakan sumber nutrien dan energi utama bagi larva selama proses endogenous feeding, yang dimulai saat fertilisasi dan berakhir saat larva mulai memperoleh pakan dari luar (Kamler 1992). Asam lemak esensial yang terkandung dalam telur berpengaruh pada stadia awal embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut dapat atau tidak berkembang.

Laju penyerapan kuning telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 maupun n-6 yang ditambahkan pada pakan. Pada saat embriogenesis sumber energi utama adalah lemak. Protein, walaupun kadarnya terbesar dalam telur, lebih berperan dalam pembentukan jaringan. Namun demikian yang mempengaruhi laju penyerapan kuning telur pada saat embriogenesis terutama asam lemak jenuhnya.

Asam lemak jenuh berperan sebagai sumber energi sedangkan sebagian besar asam lemak tak jenuh berperan dalam pengaturan permeabilitas membran. Tingkat kelangsungan hidup larva tidak dipengaruhi oleh penambahan minyak ikan dalam pakan. Pada saat belum mendapatkan pakan dari luar, larva masih mengandalkan kandungan kuning telur (terutama lemak) sebagai sumber energinya. Keberadaan lemak dalam telur penting untuk perkembangan selanjutnya (Tang dan Affandi 2000). Bagian lemak yang digunakan sebagai sumber energi adalah sebagian besar asam lemak jenuhnya. Sebagian besar asam lemak tidak jenuh digunakan untuk pembentukan jaringan.

Ketika larva belum mendapat pakan dari luar, larva masih mengandalkan kandungan kuning telur sebagai sumber energi utama yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan hidup larva. Selanjutnya Alava et al. (1993) menyatakan bahwa asam lemak n-3 dan vitamin E yang diberikan dalam pakan induk mempunya i suatu peranan penting dalam proses reproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas telur, seperti derajat tetas telur dan kelangsungan hidup larva. Kebutuhan asam lemak esensial setiap spesies ikan berbeda-beda untuk ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran dari asam lemak n-3 dan n-6. Kisaran kebutuhan asam lemak n-3 secara umum antara 0.5% - 2.5% (Furuichi 1988), serta kebutuhan asam lemak n-3 HUFA sebesar 2.40-3.70% dalam pakan induk Plectorhynchus cinctus (Yuan-you Li et al. 2005).

Pemberian vitamin E dan minyak ikan memperbaiki komposisi nutrisi dalam telur dan larva. Pemberian kombinasi minyak ikan dan vitamin E induk ikan nila akan meningkatkan kandungan asam lemak dalam telur dan larva, sejalan dengan peningkatan kandungan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan. Laju penyerapan kuning telur yang dihasilkan antarperlakuan adalah berbeda nyata antarperlakuan karena jumlah cadangan energi yang dibutuhkan pada proses pematangan gonad berbeda setiap perlakuan. Lemak merupakan sumber energi utama selama proses embriogenesis. Kandungan kadar lemak telur yang berbeda diduga adalah sisa lemak telur tertinggi setelah larva menetas, yaitu pada perlakuan K (MI. 30 g/kg; VE. 150 mg/kg) dalam pakan.

Pada perkembangan awal larva selama pemeliharaan, larva yang baru menetas menggunakan kuning telur sebagai sumber energi karena belum tersedianya pakan tambahan dari luar. Selanjutnya, peningkatan dosisminyak ikan dan vitamin E dalam pakan induk juga akan meningkatkan kadar asam lemak n-3 dan vitamin E dalam telur. Pada masa embriogenesis dan perkembangan larva, tambahan asam lemak n-3 pada setiap perlakuan dapat dimanfaatkan, akan tetapi tingkat pemanfaatannya untuk setiap perlakuan berbeda-beda, dan ini terlihat dengan terjadinya penurunan kandungan asam lemak dari telur sampai dengan larva dua hari.

Asam lemak n-3 dan vitamin E dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan dan dosis vitamin E dalam pakan akan bergantung pada kandungan asam lemak yang ada dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemak pakan maka kebutuhan vitamin E meningkat pula (Watanabe et al. 1991). Induk ikan trout yang mendapat pakan yang mengandung asam lemak rendah akan menghasilkan telur dengan derajat tetas rendah (Leray et al. 1985). Dilaporkan bahwa induk ikan yang diberi pakan yang kurang asam lemak esensialnya akan menghasilkan telur yang rendah daya tetasnya dan sebagian besar dari larva yang dihasilkan adalah abnormal (Watanabe et al. 1984).

Hasil Pengamatan II: Pengaruh Konsentrasi Estradiol-17ß Plasma Darah dalam Proses Pematangan Gonad

Hasil pengamatan terhadap konsentrasi estradiol-17ß dalam plasma darah ikan nila pada pengamatan II disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 27. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi estradiol-17ß plasma darah pada awal percobaan berkisar antara 0.85-1.89 ng/ml, dan terus meningkat pada hari ke-28 mencapai puncak pada hari ke-42 yang berkisar antara 3.62-7.84 ng/ml. Pada fase ini terlihat bahwa kadar estradiol-17ß pada ikan nila berada pada fase persiapan awal perkembangan ovarium. Kadar estradiol-17 ß plasma darah induk ikan nila pada fase persiapan aktivitas reproduksi mencapai nilai antara 0.85-3.98 ng/ml. Kadar rataan estradiol-17ß plasma darah ikan nila masing- masing perlakuan memperlihatkan pola berbeda.

Tabel 11. Nilai rataan kadar estradiol-17ß (ng/ml) ikan nila

Pengamatan hari ke-

Perlakuan (MI. ; Vit. E) 0 14 28 42 56 70 A (10;50) 0.92 2.59 3.45 5.25 6.30 5.20 B (10;100) 0.85 2.56 4.36 5.28 5.42 4.85 C (10;150) 0.98 2.26 3.62 5.65 6.28 5.38 D (10;200) 0.91 2.09 3.64 5.64 5.84 4.74 E (20;50) 0.95 2.59 4.82 5.24 6.42 5.72 F (20;100) 1.36 2.46 4.23 6.32 5.62 4.52 G (20;150) 1.48 2.36 4.81 6.74 4.92 3.68 H (20;200) 1.57 3.07 4.56 5.34 6.82 5.61 I (30;50) 1.49 2.74 4.58 6.15 5.72 4.58 J (30;100) 1.64 3.82 5.47 6.25 5.84 4.37 K (30;150 ) 1.78 3.98 6.62 7.84 6.85 5.68 L (30;200) 1.72 3.72 5.64 6.75 5.23 3.65 M (40;50) 1.86 3.62 5.89 6.92 5.38 3.54 N (40;100) 1.89 3.58 5.74 6.25 5.23 4.34 O (40;150) 1.85 3.41 5.64 6.15 5.82 4.48 P (40;200) 1.87 3.06 5.64 6.84 5.92 4.78

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 14 28 42 56 70

Pengamatan hari

ke-Nilai rataan kadar estradiol-17ß (ng/ml)

A B C D E F G H

I J K L M N O P

Keterangan: : A (MI. 10; VE. 50), B(MI. 10; VE. 100), C(MI. 10; VE. 150), D(MI. 10; VE. 200)

E (MI. 20; VE. 50), F (MI. 20; VE. 100), G (MI. 20; VE. 150), H (MI. 20; VE . 200)

I (MI. 30; VE. 50), J (MI. 30; VE. 100), K(MI. 30; VE. 150), L(MI. 30; VE. 200)

M(MI. 40; VE. 50), N(MI. 40; VE. 100), O(MI. 40; VE. 150), P(MI. 40; VE. 200)

Gambar 27. Kadar estradiol-17ß plasma darah ikan nila

Induk ikan yang mendapatkan pakan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg) memperlihatkan konsentrasi estradiol-17ß yang meningkat pada akhir percobaan yang mencapai nilai maksimum pada hari ke-42 serta turun pada hari ke-54 dan hari ke-70 (Gambar 27). Penurunan ini disebabkan karena sebagian besar induk telah mencapai TKG IV. Artinya, kadar estradiol-17ß menurun menjelang ovulasi pada TKG IV. Sebaliknya pada kelompok ikan yang mendapat pakan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg) terlihat bahwa sebagian besar induk ikan telah mencapai TKG III pada hari ke-42 ketika proses vitologenesis masih berlangsung.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian minyak ikan dan vitamin E mempengaruhi nilai rataan kadar konsentrasi estradiol-17ß pada hari ke-28, ke-42, dan ke-56. Hasil pengamatan pada hari ke-70 memperlihatkan bahwa konsentrasi estradiol-17ß plasma darah menurun pada saat ovarium mencapai TKG IV. Penurunan ini merupakan efek umpan balik estrogen pada

hormon yang menstimulasi sintesis estrogen. Sesuai pendapat Singh dan Singh (1990) bahwa pada saat ovarium mencapai TKG IV sintesis estradiol-17ß akan menurun. Konsentrasi estradiol-17ß yang tinggi dalam plasma darah merupakan umpan balik yang positif terhadap hipotalamus.

Hasil analisis sidik ragam pada hari ke-56 memperlihatkan bahwa pemberian pakan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg pakan) mempengaruhi nilai rataan kandungan estradiol-17ß dengan kecendrungan respons kuadratik (Gambar 28). Artinya, dengan peningkatan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan diikuti oleh peningkatan kadar estradiol-17ß plasma darah.

y =3.24+0.08x -0.001x2 r2 = 0.62 0 1 2 3 4 5 6 10 20 30 40

Penambahan minyak ikan dalam pakan (g/kg)

Kadar estradiol darah (ng/ml)

Gambar 28. Hubungan antara penambahan dosis minyak ikan dan estradiol-17ß pada ikan nila

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai rataan konsentrasi estradiol plasma darah meningkat dari (6.62 ng/ml – 7.84 ng/ml) pada kelompok ikan yang diberi pakan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg). Selanjutnya, pada hari ke-56 dan hari ke-70, konsentrasi estradiol-17ß menurun mencapai nilai antara 6.85 ng/ml-5.68 ng/ml (Tabel 11). Penurunan konsentrasi estradiol-17ß plasma darah pada dosis ini tampaknya lebih berkaitan dengan tingkat kematangan gonad ikan nila yang diamati karena pada hari ke-56 semua induk ikan pada setiap perlakuan telah mencapai TKG IV.

Pembahasan

Hasil pengamatan pada ikan yang diberi pakan K yang ditambahkan minyak ikan sebesar 30 g/kg dan vitamin E sebesar 150 mg/kg pakan menunjukkan kadar hormon estradiol-17ß masih meningkat sampai pada akhir percobaan. Pada kombinasi pakan K (MI. 30 g/kg; VE.150 mg/kg) nilai estradiol-17ß mencapai maksimum pada hari ke-42 dan kemudian diikuti penurunan kadar estradiol-17ß pada ha ri ke-54 dan seterusnya hari ke-70 (Gambar 27). Penurunan ini terjadi karena sebagian besar induk telah mencapai TKG IV. Artinya kadar estradiol-17ß menurun menjelang ovulasi pada TKG IV.

Pada awal percobaan rataan kadar estradiol (E2) plasma darah adalah 0.85-1.89 ng/ml, dan terus meningkat mulai pada hari ke-28 sampai pada puncak antara 3.62-7.84 ng/ml pada hari ke-42. Pada minggu ke-4 pengumpulan data, mulai terjadi kenaikan nilai indeks gonad somatik secara cepat. Hal itu terjadi karena terdapat peningkatan kadar estradioi-17ß yang tinggi sehingga memicu pembentukan vitelogenin yang lebih cepat. Vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin di hati oleh hormon estradiol- 17ß, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa dalam aliran darah ke dalam oosit. Aktivitas vitelogenesis ini menyebabkan nilai indeks gonad somatik ikan meningkat (Yaron 1995). Fase sebelum vitelogenesis adalah fase previtelogenesis. Selama fase ini, ukuran oosit primer bertambah tanpa akumulasi material kuning telur (Tang dan Affandi 2000).

Pada ikan dikenal dua jenis hormon gonadotropin, yaitu gonadotropin I dan gonadotropin II. Gonadotropin I merupakan hormon yang akan merangsang sekresi testosteron dan selanjutnya akan diikuti dengan sekresi estradiol-17ß. Sedangkan gonadotropin II akan merangsang sekresi 17a 20ß-dihidroksi progesteron yang akan berfungsi dalam proses pematangan akhir (Swanson 1991). Estradiol-17ß berperan dalam proses vitelogenesis ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sundararaj and Nath (1981) menyatakan bahwa estradiol-17ß dapat merangsang vitelogenesis ikan

Dokumen terkait