A LATAR BELAKANG
3. Penanganan Gas Hasil Pembakaran
Dalam proses pembakaran yang dihasilkan gas-gas buang (asap) yang memliki kandungan bahan padat. Untuk itu diperlukan penanganan agar gas buangan tersebut bersih dan tidak mencemari lingkungan. Penanganan gas tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan cerobong dan ruangan penyaringan bahan padatan pada gas.
8
Menurut Porges dan Porges (1979) di dalam Budiman (2001) luas cerobong asap dapat didekati dengan persamaan berikut:
A = Luas Lubang Cerobong (m2)
Qc = Debit gas hasil pembakaran pada cerobong (m3/detik) V = Kecepatan gas (m/detik)
Sedangkan tinggi cerobong dapat dihitung dengan persamaan berikut:
( )
hd =Tekanan udara dalam ruang pembakaran (mm.air) Hc = Tinggi cerobong (m)
T1 = Suhu diluar cerobong (oK) T2 = Suhu didalam cerobong (oK)
Suhu yang terjadi umumnya pada alat pembakar sampah berkisar antara 600 oC hingga 800oC. Dengan suhu pembakaran seperti itu maka ruang pengendapan zat padat akan berkisar antara 400 hingga 500oC. Dengan suhu seperti itu dapat digunakan untuk pengeringan sampah yang memiliki kadar air diatas 70% dan disalurkan ke heat
exchanger yang dapat digunakan untuk memanaskan fluida yang. Beberapa alat
pembakar sampah menggunakan ruang tersebut untuk membakar kembali zat padat yang masih tersisa.
D. SISTEM PINDAH PANAS
Pindah panas adalah perpindahan energi dari suatu bidang kebidang yang lain dengan disertai perubahan temperatur pada dua bidang tersebut (McCabe et al, 2005). Pindah panas dapat terjadi dengan 3 metode, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Pindah panas pada pipa yang dipanaskan secara langsung akan mengalami proses konduksi dan konveksi.
1. Konduksi
Jika dalam suatu bahan mengalir terdapat gradien suhu, maka kalor akan mengalir tanpa disertai oleh sesuatu gerakan zat. Aliran kalor tersebut disebut dengan konduksi. (McCabe et al, 2005). Menurut Ҫengel (2003) secara umum besaran kalor dapat dalam
konduksi dapat dihitung melalui persamaan berikut:
Besarnya nilai dT/dr dipengaruhi bentu bidang tempat pindah panas terjadi. Untuk silinder berlubang menurut Singh (1992) dapat nilainya dapat dicari dengan persamaan berikut:
Dari persamaan diatas maka besarnya kalor yang dipindahkan pada bidang silinder berlubang atau pipa adalah:
9
ri = Jari-jari dalam pipa (m) ro = Jari-jari luar pipa (m) L = Panjang pipa (m)
k = konduktivitas panas (Watt/moK) (Ti –To) = Perbedaan pipa luar dan pipa dalam (o
K)
2. Konveksi
Bila arus partikel-partikel utama pembentuk fluida melintas suatu permukaan tertentu, seperti umpamanya, bidang batas suatu volume kendaliarus akan ikut membawa serta jumlah tertentu entalpi. Aliran entalpi tersebut disebut dengan konveksi. (McCabe et al, 2005). Menurut Ҫengel (2003) nilai kalor yang dipindahkan melalui konveksi dapat menggunakan persamaan berikut:
q = kalor yang dipindahkan (Watt)
h = koefisien pindah panas konveksi (Watt/m2 K) A = luas permukaan dinding (m2)
(Ts - T∞) = perbedaan suhu dinding dengan suhu fluida (oK)
Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa. Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang terjadi dimana aliran fluida bergerak dengan pengaruh gravitasi tanpa pengaruh eksternal yang lain. Sedangkan konveksi paksa adalah proses pindah panas dimana fluida bergerak dengan disengaja dan diatur kecepatan dan debitnya. Berdasarkan jenis aliranya konveksi dapat dabagi menjadi dua, yaitu konveksi pada aliran laminer dan konveksi pada aliran turbulen.
Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dipengaruhi oleh bilangan reynold yang dapat dicari dengan persamaan berikut:
Menurut Lienhard IV dan Lienhard V (2011) konveksi pada pipa dengan jenis aliran turbulen secara konveksi paksadipengaruhi NuD dan nilai St melalui persamaan berikut :
Persamaan tersebut berlaku jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Semua nilai dari sifat panas fluida berdasarkan suhu rata-rata
b. Nilai n = 0.3 jika fluida didinginkan, sedangkan nilai n = 0.4 jika fluida dipanaskan. c. Nilai Re harus lebih besar dari 104
d. Nilai Pr terletak antara 0.7 sampai 100 e. Perbandingan antara L dengan D lebih dari 60
Nilai koefisien pindah panas secara konveksi dapat dihitung melalui persamaan berikut:
h = koefisien pindah panas secara konveksi (W/m2oK) k = koduktivitas panas fluida (W/moK)
10
Suhu rata-rata pindah panas yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan berikut (Purwadaria et al. 1996):
Tf = suhu rata-rata (oK)
T∞ = suhu pemanasan bahan (o K) Ti = Suhu fluida saat masuk (oK) To = suhu fluida saat keluar (oK)
Menurut Purwadaria et al. (1996) panjang pipa dalam suatu sistem pindah panas secara konveksi dapat didekati melalaui persamaan berikut:
( ) ( )
St = Bilangan Stanton L = Panjang pipa (m) D = Diameter pipa (m)
T∞ = Suhu pemanasan bahan (oK) Ti = Suhu fluida masuk (oK) To = Suhu fluida keluar (oK)
11
III.
METODE PENELITIAN
A. TAHAPAN PENELITIAN
Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch) . Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat prototipenya. Bagan alirnya sebagai berikut:
Gambar 6. Bagan Alir Penelitian
B. PERANCANGAN ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR)
Alat pembakar sampah ini harus mampu membakar secara sempurna dan habis sampah yang masuk ke dalam alat pembakar sampah. Pembakaran secara sempurna berkaitan dengan jumlah oksigen yang masuk ke dalam ruang pembakaran serta ketepatan dalam melakukan pembakaran pertama. Perancangan alat pembakar sampah diawali dengan menentukan parameter-parameter perancangan. Parameter yang harus diketahui yaitu volume ruang pembakaran, jumlah udara yang dibutuhkan dalam pembakaran, jenis sampah yang akan di bakar, serrta jumlah sampah yang akan dibakar. Prinsip kerja alat pembakar sampah ini adalah dengan menempatkan sampah pada ruang pembakaran, kemudian pembakaran awal dimulai dengan menyulut api pada potongan sampah yang mudah terbakar dan menempatkan pada kasa penyulut api. Hal tersebut dilakukan agar pembakaran merata. Kebutuhan udara selama pembakaran akan dipenuhi dengan masuknya udara melalui lubang udara yang telah disesuaikan dengan kebutuhan udara. Diharapkan pembakaran yang terjadi secara sempurna.
B.1. PENDEKATANRANCANGAN
Instalasi alat pembakar sampah (incinerator) yang dirancang merupakan salah satu sistem pengelolaan sampah perkotaan terutama di parkantoran dalam hal ini dikhususkan pada Fateta IPB. Sampah perkantoran berupa sampah padat yang terdiri dari, kertas, daun kering, kayu, sisa makanan, plastik dan lain-lain. Proses
Penentuan parameter perancangan
Perancangan fungsional dan struktural
Pembuatan Alat
Penentuan parameter pengujian
Pengujian unjuk kerja alat
Analisa hasil unjuk kerja dan rekomendasi
12
pembakaran yang diharapkan merupakan proses pembakaran sempurna dan pembakaran habis.
Alat yang dirancang diharapkan mempunyai banyak keuntungan yaitu, konstruksinya sederhana sehingga tidak terlalu sulit dalam membuatnya. Bahan konstruksinya mudah didapat sehingga penggantian komponen yang rusak atau aus lebih mudah dilakukan. Bentuk dan ukuran tidak memerlukan ruangan yang besar. Biaya relatif ringan dan meminimalisir dampak terhadap lingkungan.
Pembakaran yang berlangsung dalam alat pembakar sampah (incinerator) menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Untuk memanfaatkan panas tersebut maka dirancang alat penukar panas. Sistem ini dimanfaatkan untuk memanaskan air yang dialirkan melalui pipa. Sistem penukar panas yang terjadi adalah konduksi pada permukaan pipa dan konveksi paksa yang terjadi di aliran air dalam pipa.