• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

B. Asma Bronkial

7. Penatalaksanaan Asma

Asma pada kebanyakan penderita dapat dikontrol secara efektif meskipun tidak dapat disembuhkan. Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosisnya penyakit ini dan pengobatan yang tidak cukup. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila:

a. gejala kronik minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala asma malam b. eksaserbasi minimal (jarang)

c. tidak ada kunjungan ke Unit Gawat Darurat

d. kebutuhan obat agonis -2 minimal (idealnya tidak diperlukan) e. tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

f. variasi harian APE kurang dari 20% g. nilai APE normal atau mendekati normal h. efek samping obat minimal (tidak ada). i. tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk j. menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

xliii k. mencegah eksaserbasi penyakit

l. meningkatkan fungsi paru mendekati nilai normal dan m. mempertahankan nilai tersebut

n. mengusahakan tercapainya tingkat aktivitas normal, ter- o. masuk exercise

p. menghindari efek samping karena obat q. mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma jangka panjang perlu dirancang sedemikian rupa agar penyakit dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan seminimal mungkin.

Pengobatan diberikan berdasarkan tahap beratnya penyakit. Secara garis besar obat asma terdiri atas 2 golongan, yaitu pertama, obat yang berguna untuk menghilangkan serangan asma, yaitu mengurangi bronkokonstriksi yang terjadi. Obat ini disebut obat pelega napas (reliever) yang umumnya bekerja sebagai bronkodilator dan golongan obat kedua adalah obat yang dapat mengontrol asma disebut sebagai controller medications. Obat ini diberikan setiap hari untuk jangka waktu yang lama.

a. Pengobatan asma ditujukan pada macam-macam aspek seperti berikut ini. 1) Kausal : mencari dan menentukan sebabnya, bila diketahui sebabnya maka

dengan menghindari sebab itu akan mengurangi kemungkinan mendapat serangan terutama dari sebab-sebab yang tergolong pada faktor pencetus. 2) Simptomatis : pengobatan yang hanya untuk menghilangkan gejala asma. 3) Obat pencegah serangan : berguna untuk mencegah agar serangan asma

xliv

4) Imunoterapi : dengan jalan mengurangi bahan-bahan yang menyebabkan timbulnya serangan asma (Baratawidjaja, 2001).

b. Prinsip umum pengobatan asma bronkial adalah seperti berikut ini. 1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

2) Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.

3) Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma maupun tentang perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter yang merawatnya (Baratawidjaja, 2001 ).

c. Obat-obat asma

Obat-obat asma terdiri dari dua bagian yaitu saat serangan asma dan pencegah serangan asma.

1) Obat saat serangan asma. a) Bronkodilator

Bronkodilator menyebabkan relaksasi otot-otot polos yang berada di saluran pernafasan. Obat ini membantu mengontrol kondisi saluran pernafasan yang menyebabkan hambatan pada aliran udara yang melewatinya. Bronkodilator sendiri terdiri atas 3 golongan yaitu:

(1) Simpatomimetik

Obat anti asma golongan simpatomimetik bekerja dengan jalan merangsang reseptor-reseptor. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi kimia di dalam sel, yang hasilnya berupa efek yang sudah tertentu.

xlv

Misalnya rangsangan terhadap reseptor beta 2 menyebabkan pelebaran saluran nafas, obat-obatannya dikenal dengan nama agonis beta2 atau agonis beta 2 selektif. Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan semprotan (Sundaru, 2001).

(2) Xantin

Dalam golongan metil-xantin termasuk teofilin dan aminofilin (teofilin dan etilendiamin), merupakan bronkodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma (Bratawidjaya, 2004). Bentuk obatnya berupa tablet, kapsul, sirup, suntikan dan supositoria (Sundaru, 2001). (3) Atropin

Atropin hanyalah bronkodilator yang lemah sehingga tidak dipergunakan sebagai obat utama anti asma. Turunan atropin yang lebih efektif dan aman yaitu pratiopium dalam bentuk Metered Dose Inhaler (MDI) (Sundaru, 2001).

b) Kortikosteroid

Kortikosteroid yaitu obat anti alergi dan anti peradangan contohnya; prednison, metil prednisolon, hidrokortison. Cara kerjanya sebagai obat anti alergi yang kuat, mengurangi pembengkakan saluran nafas dan memperbaiki kerja bronkodilator yang sudah melemah. Karena banyak efek sampingnya steroid diberikan bila obat-obatan bronkodilator sudah tidak mempan lagi (Sundaru, 1995). Hanya sebagian kecil penderita asma yang memerlukan kortikosteroid dalam hidupnya, terutama asma menahun (Bratawidjaya, 2001).

xlvi

2) Obat-obatan untuk mencegah serangan asma. a) Kromon

Sodium kromolin adalah senyawa yang sudah lama tersedia bagi perawatan profilaksis asma kurang lebih selama hampir 20 tahun. Mekanisme senyawa ini belum diketahui. Hal yang sudah diketahui adalah bahwa kromon menghalangi early asthmatic respons (EAR) dan late asthmatic respons (LAR) serta mencegah menigkatnya hiperaktivitas bronki berikutnya. Hal ini diduga bahwa semua aktivitas kromolin merupakan hasil stabilitas tiang sel membran. Profilaksis jangka panjang dengan kromolin mencegah reaksi umum pada hiperaktivitas bronki yang disebabkan oleh tepung sari, debu dan alergen yang dapat menghasilkan pengurangan pada dasar hiperaktivitas bronki. Kromilin menghalangi pergerakan invitro dalam neutrofil, makrofag, dan eosinofil manusia (Kelly dan Kamada, 1997).

b) Ketotifen

Dibandingkan dengan obat-obatan pencegah serangan asma yang lain seperti kortikosteroid aerosol, obat ini lebih praktis dan mudah dipakai karena bentuk obatnya berupa tablet dan sirup. Angka keberhasilan pengobatan ketotifen pada asma berkisar antara 60%-70%. Dosis pada anak-anak sama dengan orang dewasa yaitu 2 kali 1 mg sehari. Ketotifen terutama bermanfaat pada asma yang penyebabnya alergi (Sundaru, 2001).

xlvii c) Kortikosteroid aerosol

Kebalikan dari obat yang bekerja sistematik, obat aerosol bekerja dengan jalan menempel di permukaan bagian tubuh yang sakit. Cara kerja steroid aerosol pada dasarnya sama dengan yang sistematik yaitu sebagai anti alergi dan anti peradangan. Untuk melihat manfaatnya diperlukan waktu sekitar 4 minggu. Diperkirakan steroid aerosol juga membantu memperkuat kerja dari bronkodilator (Sundaru, 2001).

d) Nedokromil

Obat ini diduga mempunyai efek anti peradangan seperti halnya natrium kromolin, nedokromil dipakai untuk mencegah asma ringan dan sedang, terutama yang disebabkan oleh alergen, kegiatan jasmani maupun iritan seperti hawa dingin atau asap (Sundaru, 2001).

e) Antileukotrien

Leukotrien adalah salah satu mediator dari reaksi alergi yang dapat menyebabkan gejala asma. Obat-obatan yang termasuk golongan anti leukotrien bekerja dengan jalan mencegah terjadinya serangan asma. Oleh karena itu obat ini dipakai terus menerus untuk jangka panjang. Keuntungan anti leukotrien bermanfaat pada asma yang dicetuskan oleh alergen, kegiatan jasmani, aspirin, dan iritan karena polusi udara (Sundaru, 2001).

f) Suntikan alergen (Laprin)

Istilah suntikan allergen bermacam-macam. Ada yang menyebut hiposensitisasi atau imunoterapi atau desensitasi, yang disuntikkan

xlviii

adalah alergen atau zat penyebab alergi. Bila disuntikkan ke badan akan membentuk zat anti (kebal), sehingga suatu hari jika penderita terpapar (kontak) dengan alergen tadi, reaksi alergi tidak terjadi sama sekali dan hasil akhirnya serangan asma tidak timbul (Sundaru, 2001).

Obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Cara pemberian yang paling baik adalah secara inhalasi. Pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat menurunkan kebutuhan terhadap kortikosteroid sistemik. Pada asma kronik berat dibutuhkan dosis inhalasi yang tinggi untuk mengontrol asma. Bila dengan dosis inhalasi yang tinggi belum juga dapat mengontrol asmanya, maka ditambahkan kortikosteroid oral. Pada pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat timbul efek samping kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang-kadang batu. Efek samping itu dapat dicegah dengan pemakaian spacer atau dengan mencuci mulut sesudah pemakaian alat. Obat kortikosteroid sistemik diberikan bila obat inhalasi masih kurang efektif dalam mengontrol asma. Obat sistemik juga diberikan pada seat terjadi serangan asma yang berat. Pemberian obat selama 57 hari dapat digunakan sebagai terapi maksimal untuk mengontrol gejala asma. Pemberian demikian dilakukan pada permulaan terapi jangka panjang maupun sebagai terapi awal pada asma yang tidak terkontrol atau selama masa perburukan penyakit. Pemberian obat kortikosteroid jangka panjang mungkin perlu untuk mengontrol asma

xlix

persisten berat, tetapi pemberian itu terbatas oleh karena risiko terhadap efek samping.

Pemberian inhalasi kortikosteroid jangka lama selalu lebih baik daripada pemberian secara oral maupun parenteral. Bila pemberian oral diberikan untuk jangka lama harus diperhatikan kemungkinan timbal efek samping. Untuk jangka panjang pemberian obat secara oral lebih baik daripada parenteral. Preparat oral golongan steroid yang bersifat short acting seperti prednison, prednisolon dan metil prednisolon lebih baik karena efek mineralokortikoidnya minimal, masa kerja pendek sehingga efek samping lebih sedikit dan efeknya terbatas pada otot. Bila mungkin prednison oral jangka lama diberikan selang sehari pada pagi hari untuk mengurangi efek samping. Tetapi kadang-kadang penderita asma berat memerlukan obat tiap hari bahkan dua kali sehari (Anonim, 2003).

Dokumen terkait