• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II . PENELAAHAN PUSTAKA

C. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

5. Penatalaksanaan ISPA

Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-langkah pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna menurunkan angka kejadian ISPA antara lain:

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya tahan yang optimal untuk melawan segala macam agen infeksi yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit.

b. Imunisasi dan vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan infeksi beberapa jenis virus seperti influenza dan pneumonia. Namun, saat ini masih kontroversial mengenai efektivitas pemberian vaksinasi pada usia lanjut yang berhubungan dengan penurunan fungsi limfosit B pada kelompok geriatri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi risiko terjadinya penyebaran agen infeksi dari luar.

d. Menghindari berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah penularan infeksi dari invidu satu ke individu lainnya (Anonim, 2009a).

Jika datang pasien dengan gejala ISPA seperti demam, nyeri badan, batuk, nyeri tenggorokan dan pilek maka perlu dipertimbangkan penyebab infeksinya. Apakah infeksi tersebut disebabkan oleh virus atau bakteri. Perlu ditanyakan bagaimana riwayat penyakitnya meliputi onset, penggunaan obat yang telah dilakukan sendiri oleh pasien, faktor risiko dan faktor komorbidnya. Dan jika terdapat indikasi ISPA maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi tanda klinis yang relevan (Anonim, 2009a).

Pasien dengan infeksi virus maka tidak perlu pemberian antibiotik. Terapi yang digunakan pada pasien adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien dan membantu pasien mengurangi gejala yang muncul sementara tubuh berusaha untuk mengeliminasi virus (Anonim, 2009a).

Berikut ini adalah beberapa contoh gejala, tindakan dan obat yang dapat digunakan untuk meringankan gejala yang muncul pada pasien dengan infeksi virus:

a. Demam dan nyeri

Kompres dingin, tirah baring, kompres hangat pada bagian tubuh yang nyeri/pegal.

Medikamentosa: analgesik (asetamenofen, ibuprofen). b. Batuk dan sakit tenggorokan

Perbanyak minum air, menjaga kelembaban ruangan, kumur dengan air garam hangat.

Medikamentosa: ekspektoran, antitusif, kombinasi keduanya. c. Pilek

Inhalasi uap hangat, spray pelega hidung, pelembab kulit untuk daerah kemerahan sekitar hidung.

Medikamentosa: dekongestan dan antihistamin (Anonim, 2009a).

Banyak pasien beranggapan semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik. Edukasi dan penyampaian informasi yang baik penting untuk menjelaskan kepada pasien bahwa tidak semua kasus infeksi memerlukan antibiotik. Pasien perlu tahu akan bahaya resistensi antibiotik pada penggunaan yang tidak tepat. Pasien juga perlu diingatkan apabila sakitnya bertambah buruk untuk segera datang ke unit kesehatan terdekat (Anonim, 2009a).

Berdasarkan Adult Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA Foundation, penatalaksanaan pada ISPA dapat dikelompokan menjadi:

1. Sinusitis Bronkhial Akut

• Dengan antibiotik

Pasien dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang tidak membaik dalam 10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7 hari. Antibiotik diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah pemberian selama 72 jam, reevaluasi pasien dan berikan antibiotik pilihan lain.

• Tanpa antibiotik

Hampir semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian antibiotik.

• Dengan antibiotik

Jika pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan eksudat tonsilofaringeal, petekie palatum, nyeri tekan dan pembesaran pada nodus limfatikus servikal anterior dan tanpa disertai batuk. Diagnosis dipastikan dengan kultur swab tenggorok atau deteksi antigen sebelum diberikan antibiotik.

• Tanpa antibiotik

Hampir seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi virus. Adanya gejala seperti di atas tidak biasa ditemukan pada Strep grup A. dan antibiotik tidak diperlukan pada pasien dengan konjungtivitis, batuk, rinorea, diare dan tanpa demam.

3. Batuk Tidak Khas/Bronkhitis Akut

• Dengan antibiotik

Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi bakterial akut pada bronchitis kronis dan PPOK. Pada pasien dengan kondisi yang lebih berat dapat dipertimbangkan pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak banyak membantu untuk menentukan kebutuhan antibiotik.

• Tanpa antibiotik

90% kasus ini merupakan kasus nonbakterial. 4. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik

Tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien biasanya mengharapkan terapi obat sehingga diperlukan edukasi yang baik tentang penggunaan antibiotik dan terapi nonmedikamentosa.

5. Pasien rawat jalan dengan Pneumonia Community Acquired

• Dengan antibiotik

Kultur gram sputum disarankan jika pasien merupakan pengkonsumsi alkohol, mengalami obstruksi paru berat atau efusi pleura.

• Tanpa antibiotik

Pertimbangkan untuk memondokkan pasien jika skor PSI > 90, CURB-65

≥ 2, tidak dapat mentoleransi pemberian oral, kondisi sosial yang tidak stabil

atau jika penilaian klinis tidak terdapat indikasi (CMA, 2011).

Namun, penatalaksanaan infeksi pada geriatri tidak hanya terfokus pada penggunaan antibiotika saja. Pada pasien usia lanjut, telah terjadi perubahan fungsi organ akibat proses penuaan serta faktor-faktor komorbid. Sehingga terjadi perubahan pada proses distribusi obat, metabolisme obat, interaksi dan eksresi obat. Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan ekskresi obat melalui ginjal menurun sehingga diperlukan penurunan dosis obat-obat yang diekskresi oleh ginjal. Perubahan motilitas gaster, penurunan permukaan untuk mengabsorpsi obat dan peningkatan jumlah jaringan adipose akan mempengaruhi efektivitas obat pada pasien geriatri. Selain itu, juga perlu diperhatikan terapi pada penyakit komorbidnya dan perbaikan keadaan umum yang meliputi nutrisi, hidrasi, oksigenasi, elektrolit dan lain sebagainya. Penyakit komorbid yang berat serta

keadaan umum yang jelek sering menimbulkan sepsis (Rahayu & Bahar, Supartondo & Roosheroe, 2007).

Prinsip pemberian obat yang benar pada usia lanjut antara lain sebagai berikut:

a. Mengumpulkan informasi mengenai riwayat pengobatan lengkap, meliputi semua obat termasuk obat tanpa resep dan vitamin serta riwayat alergi, efek yang tidak diinginkan, merokok, alkohol, waktu pemberian dan siapa pemberi obatnya.

b. Menghindari pemberian obat sebelum diagnosis ditegakkan jika keluhan ringan atau tidak khas, atau jika manfaat pengobatan diragukan.

c. Menyesuaikan obat sesuai kebutuhan. Penggunaan obat tidak boleh terlalu lama.

d. Mengenali farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang digunakan. e. Memulai pemberian obat dari dosis yang terendah dan menaikkan dengan

perlahan-lahan.

f. Menggunakan dosis yang cukup sesuai dengan standar dosis pemberian obat. g. Memberikan dorongan pada pasien untuk patuh terhadap pengobatan.

Kadang diperlukan instruksi tertulis untuk memudahkan pasien mengingat waktu berobat atau dengan meminta bantuan kerabat terdekat pasien untuk mendampingi pasien selama pengobatan berlangsung.

h. Berhati-hati dalam menggunakan obat baru, terutama yang belum tuntas dinilai pada kelompok usia lanjut (Supartondo & Roosheroe, 2007).

Dokumen terkait