• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN PASIEN HIPERPIREKSIA MALIGNAN PADA PEMBERIAN ANESTESI

Pasien yang harus dipertimbangkan pada peningkatan resiko timbulnya hiperpireksia malignan adalah pasien dengan penyakit muskuloskeletal. Sindrom King-Denborough secara konsisten dihubungan dengan hiperpireksia malignan. Sindrom ini terlihat terutama pada anak-anak lelaki yang pendek, retardasi mental, kriptorchidisme (testis tidak turun), kyphoscoliosis, kelainan pada dada, mata sipit, skapula menonjol.15

Gambar 3A. Kyphoscoliosis dengan skapula menonjol25 Gambar 3B. Gambaran radiografik25

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

3.1 Mekanisme Kerja Anestesi

Penggunaan yang aman dari semua obat anestesi ini terhadap individu yang rentan memerlukan suatu pemahaman tentang ilmu farmasi.23 Obat anestesi inhalasi sering menimbulkan efek farmakologi yang berbeda.24 Obat anestesi yang paling banyak dihubungkan dengan hiperpireksia malignan adalah halotan.2 Oleh karena itu, beberapa efek farmakologi halotan akan dibahas lebih lanjut.

Halotan adalah suatu cairan jernih yang mudah menguap yang tidak terbakar pada suhu-kamar dengan bau manis yang tidak tajam.24 Aksi halotan pada jantung secara klinis penting. Halotan adalah suatu obat yang menekan daya kontraksi jantung yang menyebabkan turunnya kekuatan kontraktil jantung, denyut jantung dan tekanan darah. Perubahan ini tergantung pada dosis; anestesi halotan yang lebih dalam, semakin besar penurunan volume curah jantung dan bersamaan dengan dilatasi pembuluh darah perifer sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah arterial. Gangguan pada irama jantung biasa terjadi selama anestesi dengan halotan dan dihubungkan dengan penurunan adrenalin yang dihasilkan oleh tubuh. Peningkatan dalam sekresi catecholamin disebabkan baik melalui stimulasi pembedahan dan peningkatan tekanan CO2 selama anestesi halotan.4,23

Penurunan tekanan darah yang terlihat selama anestesi halotan juga dihubungkan dengan penurunan aliran darah arteri koroner. Bagaimanapun, kebutuhan oksigen miokardium juga dikurangi sejalan dengan penurunan aliran darah ini.23

Anestesi dengan halotan juga menyebabkan pernafasan yang cepat dan pendek. Pernafasan seperti itu tidak cukup menutup kekurangan volume tidal

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

sehingga dapat mengakibatkan hipoventilasi dan meningkatkan volume CO2 dalam darah.4,24 Peningkatan tekanan CO2 juga akan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Sebagai tambahan, peningkatan sekresi catecholamin secara endogen yang disebabkan hipoksia dan hiperkapnia akan mengakibatkan aritmia dengan detak jantung yang cepat dan tidak beraturan.14

Hal penting secara klinis untuk dicatat adalah halotan dapat dihubungkan dengan kondisi gemetar sesudah operasi dan aktivitas otot yang dihasilkan akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen. Kebanyakan pasien yang sehat akan mampu menghasilkan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Bagaimanapun, difusi hipoksia digabungkan dengan kondisi gemetar akan menghasilkan hipoksemia dan oksigen tambahan harus diberi.23

Anestetikum yang dihirup ke dalam paru diserap melalui membran alveoli ke dalam aliran darah, sepanjang tekanan parsial anestetik dalam darah tetap pada tingkat yang lebih rendah daripada yang terdapat pada paru. Anestetikum yang diangkut dalam aliran darah akan diserap oleh jaringan oleh karena jaringan tersebut mempunyai konsentrasi obat yang lebih rendah daripada darah. Bila pemberian anestesi dihentikan proses berjalan sebaliknya, obat diekskresi dari jaringan ke dalam darah dan dari aliran darah ke alveoli. Setelah anestetikum telah mencapai aliran darah, ia beredar ke semua organ dalam tubuh. Sistem saraf pusat menerima proporsi lebih besar daripada organ lain. Hal ini disebabkan pendarahan yang lebih banyak daripada organ lain dan memiliki kadar lemak tinggi. Tentu saja obat anestesi diserap oleh organ tubuh lainnya, dengan rasio langsung terhadap kadar lemaknya. Sementara hati menyerap jumlah anestesi terbanyak setelah sistem saraf pusat, dan otot dengan

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

proporsi lemaknya yang rendah, menangkap sedikit zat dari sirkulasi. Gas dibawa dalam darah dalam larutan sederhana dan tidak membentuk senyawa dengan hemoglobin.26

Mekanisme akhir dengan mana anestetikum menimbulkan pengaruhnya pada sel-sel sistem saraf pusat tidak diketahui, seperti diterangkan oleh banyak teori tentang kerjanya. Walaupun demikian, kita mengetahui bahwa otak dipengaruhi secara progresif sehubungan dengan struktur perkembangannya. Kawasan ‘tertinggi’ adalah yang pertama kehilangan fungsinya, dengan hasil kehilangan kesadaran. Pada titik ini pikiran bawah sadar, yang dibebaskan dari kontrol lebih tinggi, dapat menimbulkan berontak, berteriak dan menahan nafas secara tidak disadari. Tingkat aktivitas otak ini berikutnya hilang, penerusan pemberian anestetikum mengakibatkan penekanan respons refleks pasien terhadap rangsang. Hal ini merupakan proses yang bertahap. Mula-mula, gerakan, refleks yang terkoordinasi hilang, kemudian kontraksi otot sebagai respons terhadap stimulasi daerah tubuh yang relatif tidak sensitif dan yang sensitif.26

3.2 Persiapan Pasien

Hal-hal lain yang mungkin menunjukkan kerentanan hiperpireksia malignan meliputi suatu riwayat keluarga tentang komplikasi setelah pemberian anestesi, tidak tahan makanan yang mengandung kafein, atau suatu riwayat demam yang tidak jelas sebabnya atau kram otot. Bagaimanapun, anestesi sebelumnya yang tidak menimbulkan gejala apa-apa dan tiadanya riwayat keluarga yang positif adalah

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

prediksi kerentanan hiperpireksia malignan yang terkenal tidak dapat dipercaya. Seperti yang telah disebutkan, pasien manapun yang menimbulkan trismus selama induksi anestesi harus dianggap rentan terhadap hiperpireksia malignan.15

Memperoleh suatu riwayat anestetik keluarga adalah langkah pertama mencegah hiperpireksia malignan. Pasien atau anggota keluarga dengan risiko hiperpireksia malignan seharusnya menyampaikan informasi ini kepada dokter pada kunjungan awal. Banyak yang telah kehilangan anggota keluarga akibat hiperpireksia malignan akan menceritakan hal tersebut saat operasi direncanakan. Akan tetapi, kebanyakan dari pasien kadang tidak melakukannya.2,5

Oleh karena itu, sebelum pemberian anastesi, pasien ditanya tentang adanya riwayat komplikasi yang tidak jelas dari anastesi-anastesi yang sebelumnya yang meliputi hiperkarbia, gangguan otot pada keluarga, kejang otot dan warna urin yang gelap. Jika terdapat kecurigaan, dilakukan pemeriksaan kreatin fosfokinase dalam darah. Apabila level kreatin fosfokinase meningkat, dilakukan pemeriksaan histologi pada spesimen biopsi yang diambil dari otot quadrisep dan menguji spesimen itu dengan tes kontraksi dengan halotan dan kafein.2,16,27

Pencabutan gigi pada pasien hiperpireksia malignan dapat dilakukan pada kebanyakan kasus, tetapi pada pasien dengan risiko yang lebih tinggi, lebih bijaksana untuk mengadakan pencabutan di rumah sakit, dimana perawatan darurat yang cepat dapat dilakukan segera setelah timbulnya gejala. Anestesi lokal amida dengan dosis normal dapat digunakan dengan sedikit peningkatan resiko.2

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

Anestesi umum dapat digunakan apabila benar-benar diperlukan, walaupun harus dengan ketelitian dan persiapan yang matang. Obat-obatan yang dapat diberikan secara aman pada pasien hiperpireksia malignan yaitu:

1. Anestesi lokal ester

2. Benzodiazepin misalnya diazepam, midazolam

3. Droperidol 4. Barbiturat 5. Propofol 6. Etomidat 7. Ketamin 8. Pancuronium2

Anestesi ester juga dapat digunakan sebagai anestesi infiltrasi. Anestesi ini termasuk kloroprokain. Vasokontriktor dapat digabung dengan ester atau amida untuk mendapatkan waktu kebas yang lebih lama dan juga hemostasis.2

Anestesi yang memiliki durasi pendek, seperti barbiturat methohexital, tiopental dan thiamylal, dapat diberikan bersamaan dengan pelemas otot nondepolarisasi seperti pancuronium. Tiopental dan pancuronium aman diberikan, karena mereka menaikkan ambang yang mencetuskan hiperpireksia malignan. Persediaan dantrolen yang cukup perlu selalu tersedia saat anestesi umum diberikan. Penggunaan dantrolen secara intravena sebagai pencegahan sebelum induksi anestesi umum pada pasien yang rentan mungkin tidak diperlukan jika diberikan anestesi aman. Akan tetapi, risiko masih dapat timbul, karena agen pemicu mungkin telah

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

diberikan pada pasien secara tidak sengaja pada saat-saat sebelumnya tetapi baru sekarang menimbulkan sindrom. Kemungkinan timbulnya risiko dari pemberian obat harus selalu dipertimbangkan dengan hati-hati terhadap keuntungan pemakaian obat.2,15

Perkembangan dan penggunaan dantrolen sodium, pelemas otot tipe hidantoin yang berdurasi lama, sangat bermanfaat untuk pencegahan dan perawatan dari hiperpireksia malignan. Dantrolen dengan efektif menghambat pelepasan ion kalsium dari sarkoplasmik retikulum. Dantrolen tersedia dalam sediaan obat yang dikonsumsi secara oral pada tahun 1972 serta dalam bentuk suntikan pada tahun 1978 dan telah digunakan secara luas pada perawatan hiperpireksia malignan. Penggunaannya sebagai pencegahan timbulnya penyakit, mengurangi risiko kemungkinan dari hiperpireksia malignan. Dantrolen diberikan 24 jam sebelum pemberian anestesi dan diberikan dengan dosis 4-7 mg/kg/hari.2

3.3 Penatalaksanaan Pasien Hiperpireksia Malignan

Penanganan episode akut dari hiperpireksia malignan pada pasien anak-anak sama dengan pada orang dewasa. Penatalaksanaan yang berhasil menuntut diagnosis segera, anestesi inhalasi yang berpotensi segera dihentikan dan diberikan hiperventilasi dengan 100% oksigen untuk meminimalisasi efek dari hiperkapnia, asidosis metabolik dan peningkatan konsumsi oksigen. Beberapa ventilator dan pelembab udara dapat menahan gas yang memicu sindrom tersebut untuk waktu yang lama.2,5,15

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

Dantrolen sodium, 1 mg/kg, dicampur dengan air steril harus diberikan sesegera mungkin. Dantrolen merupakan pelemas otot skeletal tipe hidantoin yang menghambat pelepasan kalsium dari sarkoplasmik retikulum saat kontraksi otot. Pemberian dantrolen dilakukan dengan cara infus ke vena yang besar.2,5

Gambar 4. Dantrolen sodium yang diberikan secara intravena28

Apabila terjadi demam, pasien seharusnya dikompres secara aktif. Larutan garam fisiologis yang dingin dapat diberikan secara intravena. Larutan fisiologis dingin juga dapat digunakan untuk membilas lambung dan kantung kemih. Kompres es dapat diletakkan pada ketiak, sela paha, sekeliling leher dan dahi. Proses pengkompresan ini dihentikan apabila suhu telah turun. Jika tidak, dapat menimbulkan hipotermia. Suhu tubuh diukur terus-terusan.2,5,19

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

Asidosis dan hiperkalemia biasanya menimbulkan disritmia. Untuk menanggulangi asidosis, berikan sodium bikarbonat 1-2 mEq/kg secara intravena. Hiperkalemia ditangani dengan kalsium klorida secara intravena atau insulin dengan glukosa dan diuresis. Ini merupakan perawatan yang paling efektif saat hiperkalemia menimbulkan EKG yang tidak normal. Disritmia dapat dirawat dengan prokainamida secara intravena jika disritmia tetap berlangsung dalam waktu lama atau mengancam jiwa pasien.2,5,15

Berikan dantrolen tambahan jika diperlukan. Reaksi dari pemberian dantrolen secara intravena terjadi dalam hitungan menit, mengindikasikan relaksasi otot. Takikardi dan peningkatan tekanan darah dapat menurun dalam beberapa jam. Dosis tambahan dantrolen (2mg/kg) dapat diberikan setiap 5 menit sampai mencapai total 10 mg/kg.2

Pemasangan kateter pada vena internal jugular atau vena subklavia dan kateter arterial akan memudahkan pengambilan darah untuk tes laboratorium. Kateter Foley dipasang agar urine dapat diuji untuk mioglobin dan volume urine yang keluar dapat dicatat.5

Hasil pemeriksaan yang tidak normal segera ditangani. Glukosa dengan insulin sebagai tambahan adrenalin akan mendukung pergerakan kalium dari plasma ke hati dan jaringan lainnya.5

Pasien diamati dengan pengaturan pengawasan secara intensif selama 24 jam sejak kekambuhan terjadi. Konsentrasi kreatin kinase, kalsium dan kalium dicek sampai waktu tertentu kembali ke level normal. Pasien juga diamati dengan EKG dan

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

pengukuran suhu tubuh secara terus menerus yang dilanjutkan sampai saat post operasi.2

Apabila keadaan memungkinkan, ubahlah pemberian dantrolen dari intravena menjadi oral. Direkomendasikan 1 mg/kg/6 jam diberikan secara oral selama 48 jam setelah operasi untuk mencegah kekambuhan karena hiperpireksia malignan dapat terulang dalam 24 jam.15

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

BAB IV KESIMPULAN

Hiperpireksia malignan adalah penyakit turunan yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu tubuh yang cepat diatas 40 – 41°C pada pasien yang dianestesi untuk pembedahan, yang dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.2,6,7,8 Hal ini dipicu oleh beberapa golongan obat yang digunakan sebagai anestesi umum (mencakup hampir semua anestesi inhalasi), anastesi lokal golongan amida dan pelemas otot depolarisasi, succinylcholine.10,11

Sindrom ini diturunkan secara herediter pada gen autosom dominan.2,10 Pada individu yang rentan, obat-obatan ini dapat menyebabkan peningkatan oksidasi metabolisme otot skeletal yang drastis dan tidak terkontrol, melebihi kapasitas tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen, mengeluarkan karbondioksida dan mengatur suhu tubuh, yang pada akhirnya mengarah ke kegagalan sirkulasi dan kematian apabila tidak ditangani secepatnya.10

Hal-hal lain yang mungkin menunjukkan kerentanan hiperpireksia malignan meliputi suatu riwayat keluarga tentang komplikasi setelah pemberian anestesi, tidak tahan makanan yang mengandung kafein, atau suatu riwayat demam yang tidak jelas sebabnya atau kram otot.15 Oleh karena itu, sebelum pemberian anastesi, pasien ditanya tentang adanya riwayat komplikasi yang tidak jelas dari anastesi-anastesi yang sebelumnya yang meliputi hiperkarbia, gangguan otot pada keluarga, kejang otot dan warna urin yang gelap. Jika terdapat kecurigaan, dilakukan pemeriksaan

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

kreatin fosfokinase dalam darah. Apabila level kreatin fosfokinase meningkat, dilakukan pemeriksaan histologi pada spesimen biopsi yang diambil dari otot quadrisep dan menguji spesimen itu dengan tes kontraktur dengan halotan dan kafein.

Perkembangan dan penggunaan dantrolen sodium, pelemas otot tipe hidantoin yang berdurasi lama, sangat bermanfaat untuk pencegahan dan perawatan dari hiperpireksia malignan. Dantrolen diberikan 24 jam sebelum pemberian anestesi dan diberikan dengan dosis 4-7 mg/kg/hari.2

Penatalaksanaan yang berhasil menuntut diagnosis segera dan persiapan yang matang. Penatalaksanaan episode akut dari hiperpireksia malignan adalah sebagai berikut:

1. Penghentian semua anestesi inhalasi dan berikan hiperventilasi dengan 110% oksigen.

2. Untuk menanggulangi asidosis, berikan sodium bikarbonat 1-2 mEq/kg

3. Encerkan dantrolen dengan air steril dan berikan 1 mg/kg secara IV 4. Secara bersamaan, kompres seluruh badan.

5. Apabila disritmia berlangsung dalam waktu lama atau mengancam jiwa berikan prokainamida secara IV

6. Berikan dantrolen tambahan jika diperlukan

7. Periksa jumlah pengeluaran urin, total penggumpalan darah dan serum kalium.

8. Amati pasien secara intensif selama 24 jam sejak kekambuhan terjadi. 9. Cek konsentrasi kreatin kinase, kalsium dan kalium sampai ke level

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

10.Ukur suhu tubuh terus menerus

11.Ubahlah pemberian dantrolen dari IV menjadi oral jika keadaan

Yoselinda : Pengaruh Pemakaian Anestesi Pada Penderita Hiperpireksia Malignan, 2010.

Dokumen terkait