• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan

Dalam dokumen Referat Inflammatory Bowel Disease (Halaman 28-34)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Penatalaksanaan

A. TERAPI MEDIKAMENTOSA

Mengingat bahwa etiologi dan patogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi jika tidak dapat dihilangkan sama sekali.(4)

Prinsip tatalaksana medikamentosa pada IBD yaitu: (1) Mengobati kedarangan aktif IBD dengan cepat sampai tercapai remisi; (2) Mencegah radang berulang dengan mempertahankan remisi selama mungkin; (3) Mengobati serta mencegah terjadinya komplikasi.(19) Tidak semua lini kesehatan memiliki fasilitas endoskopi sehingga diperlukan suatu alogaritma penatalaksanaan terutama pada lini kesehatan primer (Gambar 6 dan 7). Tindakan bedah dipertimbangkan pada tahap akhir jika medikamentosa gagal atau jika terjadi komplikasi yang tidak teratasi. (12,26)

Pengobatan Umum

Dengan dugaan adanya faktor proinflamasi dalam bentuk bakteri intralumen usus dan komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antibiotik, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus, dan perubahan pola diet.

(4)

Pemberian antibiotik misalnya metronidazole dosis terbagi 1500 – 3000 mg per hari dikatakan cukup bermanfaat menurunkan derajat aktivitas penyakit, terutama PC. Sedangkan untuk KU, jarang diberi terapi antibiotik.(1)

OBAT GOLONGAN ASAM AMINO SALISILAT 5-Aminosalicylic acid (5-ASA)

Obat yang sudah lama dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat sulfasazin yang merupakan gabungan sulpiridin dan aminosalisilat dalam ikatan azo. Preparat ini akan dipecah di dalam usus menjadi sulfapiridin dan 5-ASA. Telah diketahui bahwa yang bekerja sebagai agen anti-inflamasi adalah 5-ASA.(4)

Terapi utama untuk KU dan PC rungan ke sedang adalah sulfasazine dengan agen 5-ASA lainnya. Agen ini efektif dalam menginduksi remisi pada kedua KU dan PC juga mempertahankan remisi pada KU, namun masih belum jelas apakah dapat mempertahankan remisi pada PC.(11) Baik sulfasalazine maupun 5-ASA mempunyai efektivitas yang relative sama dalam pengobatan IBD, hanya efek samping lebih rendah pada 5-ASA. Hal ini disebabkan telah diketahui bahwa efek samping pada sulfasalazine terletak pada unsur sulfapiridinnya.(4)

Sekitar 50-70% pasien dengan KU dan PC ringan sampai sedang membaik ketika diterapi dengan 2 g/hari dari 5-ASA; respon dosis dapat dinaikkan hingga 4,8 g/hari. Dosis 1,5-4 g/hari untuk mempertahankan remisi pada 50-75% pasien KU.(23)

OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID

Sampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC semua derajat dan KU derajat sedang dan berat.(4) Pasien dengan keluhan KU sedang sampai berat umumnya mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi glukokortikoid oral maupun parental. Prednisolon biasanya dimulai dari dosis 40-6- mg/hari untuk KU aktif yang tidak berespon terhadap terapi 5-ASA. Sebuah studi melaporkan bahwa oral prednisolone (dimulai dari 40 mg per hari) dapat menginduksi remisi pada 77% dari 118 pasien dengan penyakit ringan sampai sedang dalam 2 minggu, bila dibandingkan 48% diterapi 8gr/hari dari sulfasalazine. Glukokortikoid parental dpat diberikan sebagai hidrokortison intravena, 300mg/hari, atau metilprednisolon 40-60 mg/hari.(11,23)

Glikokortikoid tidak memiliki peranan dalam terapi rumatan baik pada KU maupun PC. Sekali sudah terjadi remisi, sebaiknya obat dilakukan tapering dose sesuai dengan aktivitas klinis, normalnya tidak lebih dari 5 mg/minggu. Dapat juga diturunkan sampai 20 mg/hari dalam 4-5 minggu namun sering memerlukan beberapa bulan untuk menghentikan seluruhnya.(11)

ANTIBIOTIK

Antibiotik tidak memiliki peranan dalam pengobatan KU aktif maupun tenang. Namun, pouchitis yang muncul pada sepertiga pasien KU setelah kolektomi, umumnya respon terhadap pengobatan metronidazole ataupun ciprofloxacin. Metronidazole efektif pada inflamasi aktif, fistula, dan PC perianal dan dapat mencegah kekambuhan setelah reseksi ileum.(11)

Dosis paling efektif adalah 15-20 mg/kg/hari dibagi dalam tiga dosis; biasanya dilanjutkan sampai beberapa bulan. Coprofloxacin (500 mg 2x/hari) juga bermanfaat untuk PC inflamasi, perianal, dan fistula. Kedua antibiotic ini sebaiknya digunakan sebagai obat lini pertama pada PC perianal dan fistula,dan sebagai obat lini kedua untuk PC aktif setelah agen 5-ASA.(11)

OBAT GOLONGAN IMUNOSUPRESIF Azathioprine dan 6-Mercaptopurine

Azathioprine dan 6-Mercaptopurine (6-MP) adalah analog purin yang umumnya digunakan dalam penangan glucocorticoid-dependent IBD. Azathioprine (2-3 mg/kg/hari) atau 6-MP (1-1,5 mg/kg/hari) telah digunakan pada dua per tiga pasien KU dan PC yang sebelumnya tidak dapat menghentikan penggunaan glikokortikoid. Peranan imunomodulator ini sebagai terapi rumatan pada KU dan PC juga sebagai pengobatan aktif perianal dan fistula cukup menjanjikan. Sebagai tambahan, Azathioprine dan 6-MP efektif untuk profilaksis pada pasien post operasi dari PC. (11)

Methotrexate (MTX) menghambat dihidrofolat reduktase, yang menghasilkan sintesis DNA terganggu. Dosis 25 mg/minggu intramuscular atau subkutaneus efektif dalam menginduksi remisi dan menurunkan dosis glukokortikoid; 15 mg/minggu efektif dalam remisi rumatan PC aktif. Belum ada uji coba mengenai peranan MTX dalam menginduksi datau mempertahankan remisi pada KU.(11,23)

Cyclosporine

Cyclosporine (CSA) bekerja lebih cepat bila dibandingkan azathioprine dan 6-MP. CSA paling efektif bila diberikan pad adosis 2-4 mg/kg/hari secara intravena pada KU berat yang tidak dapat disembuhkan dengan glukokortikoid intravena. Oral CSA saja hanya efektif pada dosis yang lebih tinggi (7,5 mg/kg/hari) pada penyakit aktif namun tidak efektif untuk rumatan tanpa azathioprine / 6-MP.(11,23)

Antibodi Anti-TNF

TNF adalah sitokin inflamasi dan meditor dari inflamasi intestinal. Ekspresi TNF mengikat pada IBD. Pada pasien PC aktif yang tidak sembuh dengan glukokortikoid, 6-MP/ 5-ASA, 65% akan respon terhadap infliximab (INF) dengan dosis 5mg/hari intravena, sepertiga akan mengalami remisi komplit. Dari pasien yang awalnya respon, 40% akan remisi selama 1 tahun dengan pengulangan infus infliximab setiap 8 minggu.(11)

INF efektif pada pasien KU dapat mempertahankan remisi setelah 30 dan 54 minggu. INF diberikan pada minggu 0, 2, dan 6 dan selanjutnya setiap 8 minggu.(carter lobo) INF juga efektif pada pasien PC dengan fistula perianal dan enterokutaneus yang tidak sembuh, dengan angka respon 68% dan 50% mengalami remisi komplit. Pemasangan infus kembali, setiap 8 minggu penting untuk melanjutkan manfaat terapi.(11)

Gambar 6. Alogaritma rencana terapeutik Kolitis Ulseratif di Pelayanan

Kesehatan Lini Pertama.(1)

Gambar 7. Alogaritma rencata terapeutik Penyakit Crohn di Pelayanan Kesehatan

Lini Pertama.(1)

Kolitis ulseratif perlu dilakukan operasi yaitu dengan membuang bagian

dari kolon dan rektum. Standar prosedur pembedahan untuk kolitis ulseratif yang disebut an ileal pouch anal anastomosis (IPAA). Dalam prosedur tersebut setelah seluruh usus besar dan rektum diangkat, usus kecil dilekatkan pada daerah anus. Kemudian dibuat kantung untuk pembuangan, hal ini untuk memudahkan buang air besar. Namun ada beberapa pasien yang mengalami komplikasi seperti

pouchitis (radang kantung). Beberapa pasien membutuhkan ileostomy permanent,

dimana dibuatkan kantung ekternal yang melekat pada perut pasien sebagai tempat pembuangan feses.(27)

Penyakit Crohn membutuhkan setidaknya pembedahan satu kali selama

hidupnya. Sekitar 70% pasien dengan penyakit Crohn memerlukan operasi pembedahan. 30% pasien yang menjalani operasi dapat mengalami kekambuhan dalam jangka waktu tiga tahun dan 60% dapat kambuh dalam jangka waktu sepuluh tahun. Pembedahan dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit dan lokasi penyakit di usus. Pasien dengan penyakit usus kecil memiliki 80% kemungkinan untuk dilakukan pembedahan. Pembedahan dapat menjadi pilihan ketika pengobatan medis telah gagal atau terdapat komplikasi yang mengharuskan tindakan bedah.(11,27)

INDIKASI PEMBEDAHAN

KOLITIS ULSERATIF PENYAKIT CROHN

Penyakit yang sulit disembuhkan Penyakit yang fulminan

Megakolon toksik Perforasi kolon

Perdarahan masif kolon Penyakit ekstrakolon Obstruksi kolon

Pencegahan kanker kolon Displasia kolon atau kanker

Prolonged corticosteroid dependent

Usus halus

Striktura dan obtruksi yang tidak respon terapi medikamentosa.

Perdarahan masif.

Fistula yang sulit ditangani. Abses

Kolon dan Rektum

Penyakit yang sulit disembuhkan. Penyakit fulminan.

Penyakit perianal yang tidak respon terapi medikamentosa.

Obstruksi kolon. Pencegahan kanker.

Displasia kolon atau kanker.

Tabel 6. Indikasi pembedahan IBD.(11)

Dalam dokumen Referat Inflammatory Bowel Disease (Halaman 28-34)

Dokumen terkait