• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Escherichia Coli

2.4.5 Pencegahan Kontaminasi Escherichia Coli

Bakteri Escherichia coli dapat menginfeksi korbannya melalui makanan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang telah tercemar oleh bakteri. Menurut Bahri, (2001) hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan makanan yang diakibatkan bakteri patogen adalah :

1. Mencegah secara higiene, yaitu:

a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan b. Mencuci tangan setelah dari toilet

c. Mencuci bahan makanan dengan menggunakan air mengalir

d. Teliti dalam memilih bahan makanan yang dimakan tanpa diolah, misalnya buah dan sayuran

e. Pemilihan bahan makanan yang baik pada waktu membeli, melihat dari textur bahan makanan itu, baik dari bentuk warna maupun aromanya.

2. Mencegah secara sanitasi, yaitu:

a. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan dengan air mengalir

b. Mencuci bersih semua alat-alat masak termasuk talenan setelah dipakai, terutama setelah memotong daging

c. Menjaga area tempat mengolah atau meracik makanan dari serangga dan hewan lainnya

d. Meletakkan atau menyajikan makanan ditempat yang bersih dan dalam keadaan tertutup agar tidak dihinggapi lalat atau serangga yang merupakan pembawa bibit yang memproduksi racun misalnya bakteri.

2.5 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu konsep pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang berkaitan dengan pengolahan, distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk pendefenisian cara pencegahan untuk pengendalian bahaya (Nuraini, 2008).

Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan (Sudarmaji, 2005).

Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997) dan NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Wallace, 2005) :

1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya)

3. Prinsip 3 : Tetapkan batas kritis.

4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP.

5. Prinsip 5: Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu berada diluar kendali.

6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja dengan efektif.

7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip tersebut dan penerapannya.

Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004).

HACCP dan titik pengendalian kritis terdiri dari 7 elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi bahaya dan penilaian tingkat bahaya dan resiko (analisis bahaya) 2. Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP : Critical Control Point) yang

dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya

3. Spesifikasi batas kritis yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses dapat dikendalikan pada titik pengendalian kritis (CCP) tertentu.

4. Penyusunan dan penetapan sistem pemantauan

5. Pelaksanaan tindakan perbaikan ketika batas kritis tidak tercapai

7. Penyimpanan data atau dokumen, dilakukan agar informasi yang diperoleh dari studi Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis (HACCP) serta verifikasinya dapat dievaluasi kembali, diaudit atau untuk maksud-maksud lain.

Analisis bahaya pada air tebu, yaitu terdiri dari :

a. Bahaya biologis yang terdapat pada bakteri E.coli dapat dicegah (CCP1) dengan mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan.

b. Bahaya kimia yang mungkin terkandung pada tebu meliputi kontaminan pestisida CaO, SO2, dan flokulan. bahan kimia sukar dihilangkan dan kadarnya harus di bawah batas yang ditentukan. akan tetapi dapat dikurangi/dieleminasi (CCP2) pada saat pencucian tebu.

c. Bahaya fisik terdapat pada kotoran dari tebu berupa tanah, kerikil, dan pada bagian tubuh, seperti : kuku, rambut, keringat, dapat dihilangkan pada saat pencucian (CCP 1).

Bagan keputusan/penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP) dikutip dari Nuraini, 2008 yaitu :

Pertanyaan 1 : Apakah mungkin bahan baku/mentah (Tebu) mengandung bahaya pada tingkat yang tidak dapat diterima?

Ya

Pertanyaan 2 : Apakah pengolahan minuman sari tebu termasuk cara pengunaan oleh konsumen dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang dapat diterima?

Ya Titik pengendalian kritis (CCP2) Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk setiap tahap pengolahan.

Pertanyaan 3 : Apakah formulasi/komposisi atau struktur produk antara/jadi penting untuk mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima?

Ya

Pertanyaan 4 : Apakah pada tahap pengupasan, pemotongan, dan penggilingan tebu dapat muncul atau bertambah sampai tingkat yang tidak diterima?

Ya

Pertanyaan 5 : Apakah pengolahan selanjutnya yaitu tahap pencampuran sirup vanili dan es batu dapat menjamin hilangnya/kurangnya bahaya sampai tingkat yang diterima?

Ya CCP = titik pengendalian kritis

Pertanyaan 6 : Apakah penyaringan/pemisahan ampas tebu bertujuan untuk menghilangkan bahaya sampai tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Gambar 2.1 Diagram HACCP pada Pengolahan Minuman Sari Tebu

Keterangan : = CCP 1 ( Titik kendali kritis 1)

Tebu Penggilingan Tebu Pengupasan kulit tebu Pemotongan tebu Penyaringan air perasan dari tebu

Pencampuran air tebu dengan air putih dan sirup

vanili

Tabel 2.1 Lembar ABTPK (Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis) pada Pengolahan Minuman Sari Tebu

Titik Kendali Kritis Bahaya Cara Pengendalian Batas Kritis Nilai Target Pemantauan Tindakan Koreksi Proses penyaringan E.Coli Kebersihan peralatan harus dijaga dengan baik Tidak ada E.Coli Tidak ada nilai target =0 Kebersihan peralatan harus dijaga dengan baik Peralatan sebaiknya di tutup rapat dengan wadah agar tidak masuk kuman pada peralatan Proses penyajian E.Coli, debu dan kotoran lainnya Sanitasi penyajian minuman sari tebu Tidak ada E.Coli Tidak ada nilai target =0 Hygiene sanitasi dalam penyajian minuman sari tebu Hygiene sanitasi dalam penyajian minuman sari tebu 2.6 Landasan Teori 2.6.1 Teori Simpul

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel kependudukan

dapat digambarkan dalam teori simpul.

Sumber : Achmadi, 2008

Gambar 2.2 Teori Simpul

Simpul 1 E.coli Simpul 2 Air tebu Simpul 3 Penjual minuman sari tebu Simpul 3 - Diare - Tidak diare

Diagram Skematik Patogenesis Penyakit

Berdasarkan skematik diatas maka patogenesis penyakit dapat diuraikan kedalam empat simpul yakni :

1. Simpul 1 (sebagai sumber penyakit)

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara. Umumnya melalui roda beracun yang dihasilkan ketika berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian atau seluruh bagian tubuh manusia sehingga menimbulkan gangguan fungsi maupun morfologi (bentuk organ tubuh).

Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu :

a. Mikroba seperti virus amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain

b. Kelompok fisik misalnya kekuatan radiasi, energi, kebisingan, kekuatan cahaya c. Kelompok bahan kimia toksik misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO, H2S

dan lain-lain.

Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Media yang harus diperhatikan bagi kesehatan masyarakat adalah air. Salah satunya adalah minuman sari tebu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Cara membuat air tebu yang cukup sederhana sehingga penjualan dapat dilakukan di lokasi usaha maupun tempat lain.

Walaupun cara pembuatanya sederhana, namun kemungkinan tercemarnya air tebu dengan E.coli lebih besar pada saat pengolahan air tebu.

2. Simpul 2 (komponen lingkungan yang merupakan transmisi penyakit)

Komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit yang dapat menyebabkan agent penyakit yakni :

a. Udara b. Air

c. Tanah/pangan d. Binatang/serangga e. Manusia/langsung

Bakteri E.coli merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam habitat yang sangat menentukan kualitas air atau bahan makanan. Kehadiran E.coli di dalam makanan yang berhubungan dengan kepentingan manusia sangat tidak diharapkan. Salah satunya adalah para penjual air tebu yang menjajakan daganganya bersebelahan dengan jalan raya merupakan salah satu indikator adanya pencemaran bakteri E.coli.

3. Simpul 3 (penduduk)

Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender, dan lain-lain. Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain masuk kedalam tubuh melalui satu proses yang disebut sebagai proses hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dalam konsep yang

disebut perilaku pemajanan. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Perilaku orang perorang dipengaruhi oleh pendidikan, tinggi badan, gender, pengalaman dan lain sebagainya.

Masing-masing agent penyakit yang masuk kedalam tubuh dengan cara-cara yang khas ada 3 jalan atau route of entry, yakni :

1. Sistem pernapasan 2. Sistem pencernaan

3. Masuk melalui permukaan kulit

Pada simpul ke tiga, perilaku hygiene dan sanitasi penjual air tebu sangat menentukan kandungan air tebu yang akan dijual kepada konsumen (masyarakat). Karena tidak semua penjual air tebu mengerti dan memahami betul bagaimana mengaplikasikan enam prinsip hygiene dan sanitasi ke dalam pembuatan minuman sari tebu. Tercemarnya minuman air tebu dapat terjadi pada semua tahap yang dilalui oleh air, baik itu pada proses pengolahan, penyajian, maupun pada proses lainnya.

4. Simpul 4 (keadaan sehat atau sakit)

Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami intraksi atau

exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau

agent penyakit. Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan intraktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Permenkes RI No. 492/Menkes/PER/IV/2010 Air Tebu MS TMS Keberadaan E.Coli Hygiene Sanitasi berdasarkan prinsip : 1. Pemilihan tebu 2. Penyimpanan tebu 3. Pengolahan air tebu 4. Penyimpanan air tebu 5. Pengangkutan air tebu 6. Penyajian air tebu

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hygiene dan Sanitasi

2.1.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat

kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

Perbedaan hygiene dan sanitasi adalah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor- faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakanya usaha hygiene dan sanitasi adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia.

Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari

pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan membuat kondisin lingkungan yang baik agar terjamin kesehatanya. Dengan kata lain

hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan

usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan pribadi manusia.

2.1.2 Hygiene Sanitasi pada Makanan dan Minuman

Makanan penting baik untuk mempertahankan kehidupan. Makanan memberi energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan, untuk bekerja, dan untuk pertahanan tubuh dari penyakit (Adams, 2004). Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).

Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor

tempat, peralatan, orang, dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan (Depkes RI, 2004). Persyaratan hygiene dan sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk

rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapanya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).

Makanan dan minuman yang sehat akan membuat tubuh menjadi sehat namun makanan yang sudah terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit. Dengan demikian makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah terjamin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Ismunandar, 2008). Hal ini dapat diupayakan dengan memperhatikan hygiene sanitasi makanan dan minuman.

Air tebu merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima dan dikonsumsi oleh masyarakat umum. Air tebu adalah hasil perasan dari tebu dengan menggunakan mesin tertentu. Hasil perasan ini akan disaring dan dibuat dalam termos, lalu kemudian diberi es batu. Makanan dan minuman yang dijual kepada masyarakat perlu diperhatikan aspek sanitasinya.

Usaha sanitasi terhadap air tebu tentu tidak terlepas dari pengawasan terhadap produksi dan penjualan minuman, alat-alat yang digunakan, bahan-bahan minuman serta tata cara pengolah dan penyaji minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

2.1.3 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :

1. Pemilihan bahan makanan

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008). salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya.

2. Penyimpanan bahan makanan

Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Tarigan, 2005).

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan adalah (Depkes RI, 2004) :

a. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih. b. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

c. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan : 1) Dalam suhu yang sesuai

3) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80% -90%

d. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :

1) jarak makanan dengan lantai 15 cm 2) jarak makanan dengan dinding 5 cm 3) jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

e. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuk terlebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out).

Ada 4 (empat) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :

a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10°C -15°C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.

b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4°C –10°C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0°C -4°C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0°C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24 jam.

3. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004).

Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera (Azwar, 1990). Dalam proses pengolahan makanan, harus mempunyai persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

Makanan mempunyai rute perjalanan makanan yang sangat panjang dibagi dalam dalam dua rangkaian yaitu :

1. Rantai makanan (food chain).

Yaitu rangkaian perjalanan makanan sejak dari pembibitan, pertumbuhan, produksi pangan, panen, penggudangan, pemasaran bahan sampai kepada pengolahan makanan untuk seterusnya disajikan. Pada setiap rantai terdapat banyak titik-titik dimana makanan telah dan akan mengalami pencemaran sehingga mutu makanan menurun, untuk itu perlu perhatian khusus dalam mengamankan titik-titik tersebut selama diperjalanan, dengan pengendalian di setiap titik dari rantai perjalanan makanan diharapkan pencemaran dapat ditekan dan tidak bertambah berat.

2. Lajur makanan (food flow)

Yaitu perjalanan makanan dalam proses pengolahan makanan, setiap tahap dalam jalur pengolahan makanan akan ditemukan titik-titik yang bersifat riskan pencemaran (critical point). Titik ini harus dikendalikan dengan baik agar makanan yang dihasilkan menjadi aman. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam mengkontaminasi makanan, masuknya bakteri ke dalam makanan akan meningkatkan pertumbuhan bakteri, terutama bila tersedia makanan, kelembaban yang cukup, air yang cukup untuk bakteri tumbuh. Pertumbuhan bakteri berlangsung secara vegetative (membelah diri) satu menjadi dua, dua menjadi empat dan seterusnya. Sel bakteri terdiri inti dan protoplasma. Inti terdiri dari protein dan protoplasma, bakteri memerlukan protein dan air untuk hidupnya, pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak menjadi dua juta lebih dalam waktu 7 jam. Dengan jumlah sebanyak itu maka dosis infeksi dari bakteri telah terlampaui. Artinya kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Suhu yang paling cocok untuk pertumbuhan bakteri adalah 100-600C. Suhu ini sebagai danger zone (daerah berbahaya).

Makanan yang masih dijamin aman paling lama dalam waktu 6 jam, karena waktu 6 jam jumlah bakteri yang tumbuh baru mencapai 500.000 (5x105), setelah melewati waktu tersebut makanan sudah tercemar berat. Daerah aman (safety zone) adalah < 100C dan > 600C. Prakteknya < 100C yaitu di dalam lemari es yang masih berfungsi dengan baik dan > 600C yaitu di dalam wadah yang selalu berada di atas api pemanas, kukusan atau steam (uap air).

Titik pengendalian dalam lajur makanan adalah sebagai berikut : - Penerimaan bahan, memilih bahan yang baik dan bersih.

- Pencucian bahan, melarutkan kotoran yang masih ada seperti residu pestisida pada sayur dan buah, darah dan sisa bulu pada unggas atau daging, debu pada beras. Sayuran atau buah yang diduga mengandung residu pestisida harus dicuci berulang kali dalam air mengalir, sayuran lembaran harus dicuci setiap lembaran.

- Perendaman terutama pada jenis biji untuk meresapkan air ke dalam bahan kering sehingga mudah dimasak, contoh beras, kacang dan bumbu.

- Peracikan dengan cara memotong, mengerus dan mengiris, agar zat gizi tidak hilang maka makanan harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong.

- Pemasakan seperti menggoreng, merebus dan memanggang merupakan tahap perubahan tekstur makanan dari mentah/keras akan menjadi lunak dan empuk sehingga enak di makan, dengan panas < 800C semua bakteri pathogen akan mati. - Pewadahan makanan masak merupakan titik yang paling rawan, karena makanan

sudah bebas bakteri pathogen dan tidak lagi dipanaskan. Pada tahap ini tidak boleh terjadi kontak makanan dengan tangan telanjang, droplet atau wadah yang tidak bersih dan debu atau serangga.

- Penyajian makanan merupakan titik akhir dari rangkaian perjalanan makanan yang siap disantap. Makanan yang telah disajikan segera dimakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pencemaran ulang (recontamination) akibat lingkungan sekitarnya. Penyajian dalam waktu kurang dari 2 jam cukup diamankan dengan

penutup saji, tetapi kalau lebih dari 2 jam harus disimpan di atas pemanas (oven/termos) atau dalam lemari es yang berfungsi.

- Santapan akan lebih nyaman bila dikonsumsi dalam keadaan hangat, makanan akan tetap aman bila disimpan dalam suhu dingin di dalam lemari es pada suhu 100C dan dipanaskan ulang (reheating) pada suhu 800C waktu disantap.

Peralatan makanan dan minuman dapat dipergunakan seperti : piring, gelas, mangkuk, sendok atau garpu harus dalam keadaan bersih. Beberapa hal yang harus diperhatikan (Depkes, 2004) adalah :

a. Bentuk peralatan utuh, tidak rusak, cacat, retak atau berlekuk-lekuk tidak rata. b. Peralatan yang sudah bersih dilarang dipegang di bagian tempat makanan,

minuman atau menempel di mulut, karena akan terjadi pencemaran mikroba melalui jari tangan.

c. Peralatan yang sudah retak, gompel atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dicuci sempurna.

d. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.

4. Penyimpanan Makanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan : a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan

Dokumen terkait