• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pencemaran dan Limbah

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Pengamatan terhadap sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya. Bahan pencemar keluar bersama- sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air dan tanah yang

merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik dan masuk ke lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai sumber pencemaran, dan sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan pencemar yang dikeluarkan, kuantitas dan jangkauan pemaparannya.

Menurut Soeparman dan Soeparmin (2001), limbah cair merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai makhluk hidup maupun makhluk sosial. Apabila limbah cair tidak ditangani sebagaimana mestinya maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaran.

Antara satu pabrik dengan pabrik lainnya berbeda jenis dan jumlah bahan pencemar yang dikeluarkannya, tergantung pada bahan baku yang digunakan, proses dan cara kerja karyawan dalam pabrik. Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas masuk ke dalam lingkungan, sehingga terjadi perubahan terhadap kualitas lingkungan. Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai buangan padat, organik dan pengolahan bahan makanan, anorganik, cairan berupa minyak, berupa panas, dan zat kimia.

Menurut Kristanto (2004), sumber bahan beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Industri kimia organik maupun anorganik.

2) Penggunaan B-3 sebagai bahan baku atau bahan penolong. 3) Proses kimia, fisika dan biologi di dalam pabrik.

Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh luar, disebut dengan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya berbeda. Beberapa komponen lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya ikut menetapkan nilai daya dukung lingkungan.

Kristanto (2004) menjelaskan bahwa pengertian limbah itu sendiri adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Bedasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah di mana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Misalnya dalam pabrik gula, tetes merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri alkohol, sedangkan ampas tebu sebai limbah dari pabrik gula juga dapat dijadikan bahan baku untuk industri kertas karena mudah dibentuk menjadi bubur pulp.

Williams (1979) mengelompokkan bahan pencemar menjadi tiga tipe, yaitu bahan patogenik, estetik dan ekomorpik. Bahan pencemar pada penelitian ini bersifat patogen (pathogenic pollutants) yaitu bahan pencemar yang dapat menyebabkan penyakit pada menusia, misalnya pencemaran logam berat.

Limbah non ekonomis adalah suatau limbah walaupun telah dialakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Menurut Kristanto (2004) limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian:

1) Limbah cair, terdapat beberapa keracunan dalam mengidentifikasi limbah cair, yaitu buangan air yang digunakan untuk mendinginkan mesinnya.

2) Limbah Gas dan Partikel, limbah ini merupakan limbah yang banyak dibuang ke udara. Jenis limbah ini akumulasinya di udara dipengaruhi oleh arah angin, namun sumbernya bersifat stasioner maka lingkungan sekitarnya menerima risiko dampak pencemaran yang paling tinggi.

3) Limbah padat, hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang (misalnya plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis.

Oleh karena itu dalam kegiatan industri dan teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan. Proses daur ulang air limbah industri atau Water Treatment Recycle Process adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan.

Beberapa jenis industri yang menghasilkan limbah gas atau partikel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Industri dan Limbahnya

No. Jenis Industri Jenis Limbah Dampak

1 Industri pupuk Uap asam NH3, bau, partikel

Menyebabkan hujan asam Menyebabkan sakit kepala 2 Industri pangan Hidrokarbon

Karbon monoksida

Penyebab Kanker Penyakit jantung dan pernapasan

3 Industri pertambangan Nitrogen dioksida Iritasi paru-paru 4 Industri metalurgi

(tembaga, baja, seng, timah, dll) Karbon monoksida Hidrokarbon Pernapasan Pusing Kanker Gatal-gatal Sumber: Kristanto (2004)

2.6 Replacement Cost dan Cost of Illness

Penurunan kualitas lingkungan memberikan dampak negatif terhadap masyarakat Kelurahan Nanggewer. Dipandang dari sisi ekonomi, kerugian atau penurunan atas kualitas lingkungan akan menyebabkan timbulnya biaya. Pada penelitian ini akan dibahas dua macam biaya yang ditanggung oleh masyarakat Kelurahan Nanggewer yaitu Replacement Cost dan Cost of Illness. Replacement Cost atau biaya pengganti merupakan metode yang digunakan untuk menilai suatu sumber daya alam yang dilihat dari biaya yang dikeluarkan untuk menggantikan atau memperbaiki sumberdaya tersebut setelah adanya kerusakan (Garrod dan Willis, 1999). Metode Replacement Cost dapat digunakan untuk menentukan nilai suatu aset pada saat ini.

Biaya kesehatan atau Cost of Illness didefinisikan sebagai metode yang digunakan untuk mengestimasi kerugian yang ditanggung masyarakat yang didasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akibat adanya penurunan kualitas lingkungan. Apabila dijabarkan, metode biaya kesehatan ini terdiri dari biaya rumah sakit, biaya obat, biaya perawatan, dan penurunan produktivitas (berkurangnya waktu bekerja).

2.7 Contingent Valuation Method (CVM)

Metode ini disebut Contingent Valuation karena metode ini mencoba mendorong orang untuk mengungkapkan apa yang akan mereka lakukan jika mereka ditempatkan pada kondisi tertentu. Pada awalnya, metode ini didasarkan atas ide sederhana bahwa jika kita ingin mengetahui berapa nilai yang bersedia dikeluarkan atau diterima oleh orang untuk mencapai kondisi lingkungan tertentu, kita dapat menanyakannya kepada mereka. Studi Contingent Valuation telah digunakan untuk mempelajari banyak faktor lingkungan, diantaranya yaitu kualitas udara, nilai keindahan alam, kualitas kondisi pantai, perlindungan spesies liar, dan kepadatan populasi alam liar (Fauzi, 2006).

CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui: pertama, keinginan membayar (WTP) dari masyarakat, misal terhadap perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan sebagainya), dan kedua keinginan menerima (WTA) masyarakat atas suatu kondisi lingkungan yang rusak. Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak-hak atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam, maka pengukuran yang relevan adalah dengan mengukur seberapa besar keinginan membayar untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumberdaya maka pengukuran yang relevan adalah seberapa besar keinginan untuk menerima kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya yang dia miliki (Fauzi, 2006). Penilaian WTA perlu dilakukan di Kelurahan Nanggewer, karena pada kasus ini pihak industri yang mendekat ke pemukiman warga di Kelurahan Nanggewer.

1. Menyusun pasar hipotetik

Langkah yang pertama adalah menetapkan suatu alasan untuk suatu barang atau jasa dimana tidak ada arus pembayaran.

2. Memperoleh penawaran (bid)

Metode untuk memperoleh penawaran diantaranya adalah bidding games yaitu dengan cara responden diberikan penawaran yang lebih tinggi secara progresif hingga mereka memperoleh nilai max WTP atau min WTA, payment card yaitu suatu kisaran nilai yang sudah diberikan pada kartu dan responden diminta untuk memilih satu, open-ended question yaitu responden diminta memberi laporan tentang max WTP atau min WTA, close ended question ada tiga jenis yaitu dichotomous choice (diberikan sebuah penawaran, responden diminta jawaban ya atau tidak), double bounded choice (yang menjawab tidak pada penawaran pertama akan diberikan penawaran selanjutnya), dan yang terakhir trichotomous choice (responden diberikan tiga pilihan untuk membayar ya, tidak atau indiferen.

3. Mengestimasi mean WTP/WTA

Dengan tiga pendekatan pertama dalam menimbulkan penawaran, nilai mean dan median dari WTP atau WTA dapat diperoleh.

4. Mengestimasi kurva penawaran

5. Menentukan total WTA (agregating data) 6. Evaluasi Pelaksanaan CVM

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan topik penelitian ini yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh Bujagunasti (2009). Pada penelitiannya, Bujagunasti

menggunakan metode replacement cost dan cost of illness. Hasil penelitiannnya menunjukkan adanya biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat akibat pencemaran, total kerugian masyarakatnya yaitu sebesar Rp. 13.385.300 per tahun.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Ani Triani (2009) juga dapat dijadikan referensi, penelitian dengan topik “Analisis Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau”. Pada penelitiannya itu Ani menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menganalisis fungsi Willingness to Accept. Perhitungan terhadap dugaan nilai rataan WTA (EWTA) menghasilkan nilai sebesar Rp 5.056,98 per pohon per tahun. Satu hektar lahan berjumlah 500 pohon, setelah dikonversikan maka didapat nilai rataan WTA sebesar Rp 2.528.4900,00 per ha per tahun. Sementara hasil perhitungan total WTA Kelompok Tani Karya Muda II sebesar Rp 217.450,00 per pohon per tahun, luas lahan sebesar 25 ha dengan tiap ha lahan ditumbuhi pohon berjumlah 500 pohon. Mengacu pada jumlah pohon yang terdapat di lokasi penyedia jasa lingkungan maka diperoleh nilai total kesediaan kelompok tani Karya Muda II untuk menerima kompensasi terhadap upaya konservasi sebesar Rp 2.718.125.000. Pada penelitian ini juga menghasilkan variabel yang secara nyata berpengaruh adalah tingkat pendapatan, nilai pembayaran dan kepuasan jasa lingkungan yang diterima, lama tinggal, jumlah pohon, dan penilaian terhadap cara penetapan nilai pembayaran. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, status kepemilikan lahan, dan biaya pemeliharaan.

Sementara pada penelitian ini total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kelurahan Nanggewer sebesar Rp 7.426.000 per bulan. Pada

penelitian ini juga menghasilkan nilai rataan WTA sebesar Rp 275.000 per bulan, sedangkan total WTA yang dihasilkan dari 48 responden sebesar Rp 13.200.000 per bulan. Untuk variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap besarnya kesediaan menerima kompensasi adalah jumlah tanggungan dan ada atau tidaknya upaya mengatasi pencemaran. Hal ini berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh penelitian Ani Triani (2009), pada penelitiannya variabel jumlah tanggungan tidak secara nyata berpengaruh terhadap besarnya kesediaan menerima kompensasi responden di kawasan DAS Cidanau.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pada saat ini industrialisasi merupakan hal sentral dalam pembangunan ekonomi negara. Banyak kebutuhan masyarakat suatu negara yang hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri. Namun, dalam pelaksanaannya industri memberikan perubahan terhadap kualitas lingkungan. Perubahan kualitas tersebut berupa pencemaran air dan udara, ada kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Nanggewer.

Pada kasus pencemaran air, untuk menanggung hal tersebut masyarakat Kelurahan Nanggewer harus mencari sumber air baru untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, misal air galon, air PDAM, dan lain-lain. Sumber air yang baru ini tentu menunjukkan adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk tetap dapat mendapatkan air bersih. Padahal jika air tanah tidak tercemar, masyarakat Kelurahan Nanggewer dapat mendapatkan air bersih tanpa harus ada biaya yang dikeluarkan. Sama halnya dengan pencemaran udara yang terjadi tentu juga menimbulkan kerugian ekonomi pada masyarakat Kelurahan Nanggewer. Pencemaran udara lebih berdampak pada kesehatan, terganggunya pernafasan, batuk-batuk, gatal, dan lain-lain merupakan penyakit yang tentunya diperlukan biaya untuk mengobati penyakit tersebut.

Penelitian ini akan mengidentifikasi kondisi responden setelah terjadi pencemaran menggunakan analisis deskriptif. Selain itu juga akan mengestimasi kerugian yang ditanggung responden dengan pendekatan metode biaya pengganti dan biaya berobat. Mengestimasi besarnya nilai WTA dan mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhinya merupakan tahapan akhir pada penelitiaan

ini. Analisis fungsi WTA dengan alat analisis model regresi berganda akan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat Kelurahan Nanggewer.

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian maka dibuat alur pemikiran yang akan menerangkan apa saja yang menjadi ruang lingkup pada penelitian ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pada kasus kawasan industri di Kelurahan Nanggewer yang terjadi adalah pihak industri yang mendekat ke pemukiman warga. Hal ini mengindikasikan telah terjadi kesalahan dalam tata kota di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Terjadinya kobocoran pada kolam penampungan air limbah sisa produksi industri sutra kabel juga merupakan sumber masalah yang mengakibatkan adanya pencemaran air tanah yang seharusnya dapat dikonsumsi warga secara aman. Tidak hanya kualitas air tanah saja yang menurun akibat adanya industri di sekitar pemukiman warga, tetapi juga kualitas udara di Kelurahan Nanggewer telah dicemari asap sisa hasil produksi industri. Keberadaan cerobong asap yang tidak terlalu jauh dari atap rumah warga menimbulkan berbagai masalah seperti kotoran atau debu yang menempel pada pakaian warga hingga penyakit yang timbul akibat pancemaran udara yang telah terjadi akibat keberadaan industri.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi responden sebenarnya setelah terjadi pencemaran di sekitar tempat tinggal mereka. Setelah mengetahui apa yang dialami oleh responden akibat pencemaran, penelitian ini juga akan mengestimasi berapa nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran yang dihasilkan oleh pihak industri dan berapa nilai kompensasi yang bersedia diterima serta faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kesediaan menerima kompensasi

masyarakat Kelurahan Nanggewer akibat hilangnya hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan bersih.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Kawasan industri Kelurahan Nanggewer Peningkatan aktifitas industri Peningkatan limbah Pencemaran air tanah

Kondisi responden akibat terjadi pencemaran Estimasi nilai WTA

responden dengan Metode CVM Analisis deskriptif Estimasi nilai kerugian: Biaya Pengganti dan Biaya

Berobat

Analisis model regresi berganda

Mengetahui kondisi responden setelah terjadi pencemaran, mengestimasi nilai kerugian masyarakat akibat adanya industri, mengestimasi besarnya nilai kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhi besar kesediaan dalam menerima kompensasi.

Terjadi kebocoran pada kolam penampungan dan jarak cerobong asap sisa hasil produksi yang sangat dekat dengan atap rumah warga

Pihak industri yang mendekat ke pemukiman warga

Pencemaran udara

IV.METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Nanggewer, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Nanggewer merupakan salah satu pemukiman yang terdapat di sekitar industri, dimana industri terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat Kelurahan Nanggewer. Waktu penelitian adalah pada bulan September-November 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan meliputi kondisi responden, pandangan responden terhadap keberadaan industri di Kelurahan Nanggewer, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk kembali mendapatkan sumberdaya air yang hilang, serta mengenai seberapa besar mereka bersedia menerima kompensasi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya yang diberikan pihak terkait seperti industri yang bersangkutan. Data primer ini diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden.

Data sekunder pada penelitian ini meliputi data-data industri yang terkait di Kelurahan Nanggewer, penyakit yang diderita masyarakat sekitar akibat pengaruh dari pencemaran, data kualitas air tanah di Kelurahan Nanggewer dan data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Badan

Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor, dan media yang mencakup penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan secara sistematik sampling. Pada metode ini, pemilihan responden dilakukan secara sistematis, yaitu responden dipilih dengan pola memilih rumah berdasarkan jarak terhadap industri. Dengan radius sekitar 700 meter jarak tempat tinggal dari lokasi industri ditentukan sebagai responden. Pada pelaksanaannya jarak tempat tinggal warga dibagi kedalam tiga wilayah, wilayah pertama yaitu sebanyak 18 responden yang bertempat tinggal dengan jarak ≤ 100 meter dari industri, wilayah kedua sebanyak 23 responden dengan jarak 101-500 meter dari industri, dan wilayah ketiga sebanyak 7 responden dengan jarak > 500 meter dari industri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sebesar 48 orang.

4.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini juga melihat kondisi masyarakat, nilai kerugian ekonomi yang diterima oleh masyarakat Kelurahan Nanggewer akibat pencemaran air dan udara, juga besarnya nilai WTA masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15. Pada tabel akan dijelaskan matriks keterkaitan antara sumber data, metode analisis data dan tujuan dalam penelitian ini. Sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Metode Analisis

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Mengidentifikasi kondisi responden sekitar kawasan industri di Kelurahan Nanggewer

Data primer dan sekunder

Analisis deskriptif

2 Mengestimasi nilai kerugian yang dialalmi oleh responden akibat adanya industri di Kelurahan Nanggewer

Data primer dan sekunder

Metode cost of illness

dan replacement cost

3 4

Mengestimasi besarnya WTA masyarakat

Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut

Data primer yang didapat dari kuesioner Wawancara dengan masyarakat yang terpilih menjadi responden Metode CVM Analisis regresi berganda dengan

microsoft excel dan

SPSS 15

Sumber : Penulis (2011)

4.4.1 Identifikasi Karakteristik Responden Sekitar Kawasan Industri di Kelurahan Nanggewer

Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi masyarakat dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana kondisi ekonomi, kesehatan, dan sosial dari masyarakat sekitar kawasan industri di Kelurahan Nanggewer. Beberapa kondisi responden yang perlu dideskripsikan misalnya, laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, gambaran sektor pendidikan dan kesehatan, dan sebagainya.

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat

Pada penelitian ini, nilai kerugian yang diakibatkan dari pencemaran yang dihasilkan di kawasan industri Kelurahan Nanggewer diestimasi dengan menggunakan metode cost of illness dan replacement cost. Metode cost of illness yaitu mengestimasi kerugian ekonomi dengan menggunakan biaya kesehatan. Biaya kesehatan dikeluarkan oleh masyarakat di Kelurahan Nanggewer sebagai akibat dari mengonsumsi air tanah yang tercemar. Pada metode ini informasi yang

diperlukan diantaranya: (1) jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat mengonsumsi air sumur yang tercemar dan apakah penyakit tersebut penyakit turunan atau tidak, (2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden mengalami penyakit tersebut dalam satu tahun, (3) biaya, besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, (4) kemana pergi berobat, apakah ke rumah sakit atau PUSKESMAS. Selain akibat dari mengonsumsi air tanah, biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat juga akibat dari adanya pencemaran udara yang terjadi, udara yang dihirup telah terkontaminasi akibat adanya kawasan industri, hal ini juga menyebabkan timbulnya penyakit. Penyakit tersebut juga diestimasi dengan menggunakan metode biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Informasi yang diperlukan diantaranya: (1) jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat menghirup udara yang telah terkontaminasi dan apakah penyakit tersebut merupakan penyakit turunan atau tidak, (2) tingkat mengalami penyakit, seberapa sering responden menglami penyakit tersebut dalam satu tahun, (3) biaya, besar biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati penyakit yang diderita, (4) kemana pergi berobat, apakah ke rumah sakit atau PUSKESMAS. Besarnya biaya kesehatan didapat dari menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh responden untuk mengobati penyakitnya.

Estimasi kerugian dengan menggunakan metode replacement cost didasarkan pada kasus penggunaan sumber lain akibat tercemarnya air sumur masyarakat yang dididentifikasi dengan penyebaran kuesioner. Informasi yang akan dicari terkait penggunaan metode replacement cost antara lain: 1) sumber air pengganti, yaitu darimana sumber air pengganti yang digunakan responden untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan minum, 2) jumlah konsumsi air pengganti, yaitu berapa besar jumlah konsumsi air pengganti yang digunakan responden, 3) biaya, yaitu besar biaya yang dikeluarkan responden untuk membeli sumber air pengganti.

4.4.3 Analisis Nilai WTA dari Masyarakat Terhadap Pencemaran Sekitar Kawasan Industri Kelurahan Nanggewer

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai dana kompensasi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut. Untuk mengetahui nilai WTA pada penelitian ini akan digunakan pendekatan CVM, yang terdiri dari enam tahapan, yaitu:

Dokumen terkait