• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi daging ikan di Indonesia masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia tahun 2009 baru mencapai 30.17 kg/kap/tahun atau masih di bawah anjuran Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 31.40 kg/kap/tahun. Tingkat konsumsi ikan rakyat Indonesia bukan hanya minim, tapi masih kalah jauh dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura (Fadel Muhammad dalam Festival Raya Lele Nusantara 2010). Hal ini disebabkan ikan dalam bentuk penyajian langsung kurang digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan pengolahan lanjut komoditas perikanan sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan. Kualitas gizi makanan jajanan dan potensinya sebagai salah satu wahana program diversifikasi pangan dan perbaikan gizi nasional harus diberi perhatian yang lebih baik (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 1993). Dari sekian banyak makanan jajanan yang dikenal, salah satu pangan tradisional Indonesia berbasis ikan adalah empek-empek yang merupakan makanan tradisional khas bagi masyarakat di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Empek-empek dapat didefinisikan sebagai produk makanan yang berbentuk bulat atau lonjong dan bentuk lainnya, yang diperoleh dari campuran ikan giling dengan persentase 25-50% dan tepung tapioka atau sagu, air dan garam dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 1995). Pada awalnya pempek dibuat dari ikan belida, kakap, tenggiri dan ekor kuning. Namun, dengan semakin langka dan mahalnya harga ikan-ikan tersebut, maka ikan tersebut harus dicari alternatif penggantinnya dengan ikan yang harganya lebih murah dan tingkat ketersediannya terbilang tinggi, tetapi dengan rasa yang tetap gurih. Guna menjawab kendala dan tantangan tersebut maka peneliti memilih ikan tuna jenis tongkol (Euthinnus afinis) sebagai alternatif penggantinya. Hal tersebut didasarkan karena tuna memiliki nilai gizi yang tinggi meliputi kandungan asam amino, lemak, vitamin dan mineral.

Empek-empek mengandung protein tinggi, namun memiliki kadar air tinggi dan pH netral sehingga rentan terhadap kerusakan. Daya awet empek-empek maksimal 2-3 hari pada suhu kamar (36.5-37.5 0C), hal ini yang menjadi alasan para penjual untuk mengambil jalan pintas dengan mengawetkan empek-empek dengan menambahkan boraks. Boraks yang dikenal dengan “bleng” berfungsi mengenyalkan dan dapat memperpanjang daya simpannya

(Widyaningsih, 2006). Penggunaan bahan tersebut digunakan karena para penjual dapat memperoleh dengan mudah dan dengan harga yang murah tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan. Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan produsen, konsumen, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya boraks, sehingga perlu adanya penyuluhan dan bahan alternatif lain yang lebih aman dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ketersediaan dan kesehatan sebagai pengganti boraks.

Produsen dan masyarakat masih dibatasi oleh aspek keamanan pangan tentang empek-empek yang aman dan baik untuk dikonsumsi. Terbukti masih ditemukannya empek-empek yang positif mengandung boraks dengan kadar yang bervariasi di pasaran dan tetap dikonsumsi oleh konsumen. Padahal boraks, memiliki dampak amat yang tidak baik bagi kesehatan karena boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh membran mukosa usus dan disimpan secara kumulatif oleh hati dan otak. Mengkonsumsi makanan yang mengandung dalam jangka panjang akan menyebabkan gangguan otak, hati, depresi, apatis, tekanan darah rendah, pingsan, gangguan system saraf pusat, kerusakan ginjal, kanker bahkan kematian akan terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu 1994).

Menurut Sugeng (2006), alternatif untuk mengatasi permasalahan penggunaan boraks, formalin dan bahan-bahan tambahan makanan berbahaya lainnya, yaitu menggunakan kitosan. Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin yakni produk samping limbah (zero waste) dari pengolahan industri perikanan, salah satunya adalah udang (bagian kulit dan kepala). Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus melapisi produk

(coating) sehingga terjadi interaksi minimal antara produk dan lingkungannya. Keunggulan pengawet alami kitosan lebih baik dibanding dengan formalin yang meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik yang meliputi kenampakan, rasa, bau, dan tekstur pengawetan dengan kitosan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan pengawet boraks pada bakso, mie basah dan kerupuk (Susanto, 2006).

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan Kitosan Sebagai Pembentuk Gel dan Edible Coating serta Pengaruh Penyimpanan Suhu Ruang Terhadap Mutu dan Daya Awet Empek-Empek”.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari penggunaan kitosan sebagai pembentuk gel dan edible coating terhadap mutu organoleptik dan mutu fisik sensori serta pengaruh penyimpanan suhu ruang yang dibuktikan melalui uji mikrobiologi dan uji kimia serta daya cerna dari produk empek-empek.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Membuat formulasi kitosan sebagai bahan pembentuk gel dan bahan pelapis (edible coating) pada produk empek-empek.

2. Mengetahui penilaian mutu organoleptik dan mutu fisik sensori terhadap formulasi kitosan serta memilih formulasi terbaik dari produk empek-empek berdasarkan mutu organoleptik dan mutu fisik sensorinya.

3. Menentukan titik kritis terhadap mutu mikrobiologi dari produk empek-empek terhadap penyimpanan suhu ruang.

4. Mempelajari pengaruh penyimpanan suhu ruang terhadap daya awet produk empek-empek dengan formulasi terbaik.

5. Menganalisis mutu kimia dan mutu cerna produk empek-empek terhadap penyimpanan suhu ruang.

6. Membandingkan tingkat penerimaan konsumen antara produk empek-empek terpilih dengan produk empek-empek-empek-empek komersil.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat kepada masyarakat mengenai pengaruh penggunaan kitosan sebagai pembentuk gel dan edible coating dalam meningkatkan daya awet produk empek–empek pada penyimpanan suhu ruang untuk dapat disajikan kembali.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait