• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat sudah lama menggunakan obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu tanaman yang digunakan oleh masyarakat Indonesia khususnya di Aceh adalah tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.). Menurut Sabri et al. (2009), ekstrak batang Sipatah-patah mengandung kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Cissus quadrangularis Linn yang terdapat di India. Selain itu, batang Sipatah-patah mengandung fitoestrogen yang termasuk golongan steroid. Kandungan kalsium pada tanaman ini bermanfaat dalam membantu pemenuhan kalsium dalam proses osteogenesis sedangkan fitoestrogen dapat menggantikan fungsi estrogen pada wanita. Djuwita et al. (2012), melaporkan bahwa ekstrak batang Sipatah-patah dapat membantu proses osteogenesis dengan terjadinya proliferasi dan diferensiasi sel tulang menjadi osteoblas.

Masyarakat memanfaatkan tanaman Sipatah-patah sebagai obat penyembuhan penyakit seperti rematik dan patah tulang. Pengobatan rematik dilakukan dengan meminum rebusan daun tumbuhan tersebut dan ditambahkan dengan unsur-unsur yang lain. Pengobatan patah tulang dilakukan dengan cara meminum air rebusan dan plester eksternal (sabri et al. 2009). Menurut Senthamari et al. (2013) ekstrak CQ memiliki aktivitas antiartritik yang dapat mengurangi peradangan pada rematik. Sendi yang semula terlihat kemerahan, bengkak dan sendi yang imobilitas berkurang setelah diberikan perlakuan ekstrak CQ. Jadi, tanaman ini berpotensial dapat menangani inflamasi. Menurut Deka et al. (1994), CQ dapat mempercepat proses penyembuhan tulang radius ulna pada anjing dan dibuktikan dengan menggunakan radiograf. Jadi, ekstrak batang Sipatah-patah berpotensi sebagai bahan suplemen atau obat untuk membantu proses osteogenesis dan perbaikan kerusakan tulang.

Proses osteogenesis pada tulang dapat bersumber dari sel osteoprogenitor yang selanjutnya menjadi preosteoblas (Mescher 2010) dan sel punca mesenkimal (mesenchymal stem cell) (Baron 2008). Mesenchymal stem cell (MSC) dapat didefinisikan sebagai sel yang mampu berkembang (berdiferensiasi) menjadi berbagai tipe sel mesenkim seperti fibroblas, kondrosit, osteoblas, mioblas dan adiposit (Halim et al. 2010). Jaringan MSC pertama kali diidentifikasi dalam sumsum tulang manusia sebagai sel yang mampu berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi jaringan ikat seperti tulang dan kartilago (Lanza et al. 2006). Sel ini dapat ditemukan dalam berbagai jaringan dewasa seperti lemak (Zuk et al. 2001), sumsum tibia dan femur (Murphy et al. 2002), dan bagian jaringan fetus seperti plasenta (Miao et al. 2004) dan darah tali pusat (Secco et al. 2008). Jaringan MSC mampu berdiferensiasi menjadi osteosit, kondrosit, adiposit dan berbagai jenis sel penyusun jaringan ikat (Vaananen 2005), otot, stroma sumsum, tendon, dan ligament (Minguell et al. 2001). Selain itu, MSC dapat mengalami transdiferensiasi (yang menyebabkan perubahan alur diferensiasi) menjadi sel saraf (Halim et al. 2010). Mesenchymal stem cell dapat digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif diantaranya osteoporosis melalui terapi penggantian sel (Bongso dan Richards 2004).

2

Penelitian mengenai potensi ekstrak batang Sipatah-patah dalam pengobatan penyakit degeneratif khususnya anti osteoporosis telah dilakukan oleh Sabri et al. (2009) dan Potu et al. (2010), tetapi pada spesies yang berbeda yaitu Cissus quadrangularis Linn dari India. Ekstrak batang Sipatah-patah (Sabri et al. 2009) dan Cissus quadrangularis (Potu et al. 2010), dapat meningkatkan kualitas tulang pada tikus ovariektomi dengan adanya peningkatan ketebalan tulang kortikal dan trabekula. Penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak batang Sipatah-patah dapat membantu proses osteogenesis. Mustafa et al. (2011) melaporkan adanya peningkatan kualitas tulang fetus yaitu adanya pertambahan panjang tulang femur dan semakin besar rangka tubuh pada masa pertumbuhan. Djuwita et al (2012) melaporkan bahwa terjadi peningkatan proliferasi sel tulang akibat pemberian ekstrak CQ secara in vitro. Jadi, ekstrak CQ dapat membantu pertumbuhan dan perbaikan jaringan tulang. Namun demikian, potensi ekstrak batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) dalam meningkatkan proliferasi dan diferensiasi MSC pada sumsum tulang untuk menjadi osteoblas dan osteosit belum diketahui. Karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui kemampuan induksi dari ekstrak batang Sipatah-patah pada MSC sumsum tulang untuk menjadi osteoblas dan osteosit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi dan dosis yang optimal ekstrak batang Sipatah-patah dalam meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel punca mesenkimal (MSC) pada sumsum tulang tikus menjadi osteoblas dan osteosit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah mengenai potensi ekstrak batang Sipatah-patah dalam meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel punca mesenkimal sumsum tulang tikus menjadi osteoblas dan osteosit. Informasi ini diharapkan bermanfaat dalam upaya pencegahan dan pengobatan berbagai kerusakan tulang.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.)

Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) dapat ditemukan di Aceh yang pada umumnya terdapat di daerah hutan. Tanaman ini memiliki regenerasi yang tinggi karena dapat tumbuh dengan cepat apabila ditanam di tempat lain (Sabri et al. 2009). Menurut Herbarium Bogoriensis, tanaman ini adalah spesies Cissus quadrangula Salisb. Tanaman ini mirip dengan spesies Cissus quadrangularis Linn. yang terdapat di India. Taksonomi tanaman ini adalah sebagai berikut.

3 Divisi : Spermatophyta Class : Magnoliophyta Ordo : Sapindales Family : Vitaceae Genus : Cissus

Spesies : Cissus quadrangula Salisb.

Bentuk batang tanaman ini terlihat bertekuk-tekuk (Kloppenburgh-Versteegh 2006) dan berbuku-buku (Sabri et al. 2009). Tanaman ini berwarna hijau kemerahan. Apabila tanaman ini dipotong secara melintang maka akan terlihat penampang batangnya berbentuk segi empat sehingga tanaman ini dinamakan quadrangula. Setiap sudut batangnya terdapat tonjolan yang tipis ke samping. Setiap satu meter batang terdapat empat sampai lima buku. Buku tersebut terus tumbuh ke atas dan ke samping. Daun pada tanaman ini merupakan jenis daun penumpu (Sabri et al. 2009). Daun berbentuk runcing, memiliki panjang sekitar 4-5 cm dan cepat rontok (Kloppenburgh-Versteegh 2006). Satu sampai dua daun penumpu terdapat diantara buku-buku dan diujung batang. Apabila daun penumpu terdapat diujung batang maka calon batang baru akan tumbuh diantara daun penumpu tersebut, tetapi apabila daun penumpu terletak diantara buku-buku maka calon batang baru akan tumbuh di bagian bawah daun (Gambar 1) (Sabri et al. 2009).

Gambar 1 Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) yang berasal dari Aceh, (A) Habitat tanaman sipatah-patah, (B) Morfologi batang dan daun sipatah-patah (Sumber: Sabri 2011)

Simplisia 5 g Sipatah-patah mengandung kalsium sebesar 4,33%, fosfor sebesar 0,37%, alkaloid, flavonoid, tannin (polifenolat), dan triterpenoid. Selain itu, ekstrak Sipatah-patah juga mengandung 33 senyawa fitokimia yang dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu steroid, triterpenoid, asam karboksilat, hidrokarbon dan kelompok ester. Senyawa fitokimia yang paling dominan adalah golongan steroid yaitu sebesar 74,52%, sedangkan untuk asam karboksilat, triterpenod, hidrokarbon dan ester berturut-turut sebesar 9,81%, 8,49%, 1,82% dan 3,98%. Tujuh senyawa fitoestrogen terdapat di dalam kandungan steroid tersebut antara lain A-noncholestan-3-one-5-ethynyl (22,67%), Stigmast-5-en-3-ol

4

(15,52%), Stigmast-4-en-3-one (8,53%), Lup-20(29)-en-3-ol (3.beta) (7,49%), Ergost-22-en-3-ol (5,74%), Stigmast-5,23-dren-3.beta-ol (2,55%) dan Methyl (25RS)-3β-hydrokxyl-5 cholesten (2,36%) (Sabri et al. 2009).

Cissus quadrangularis Linn. yang berasal dari India memiliki sedikit perbedaan dengan Cissus quadrangula Salisb. baik secara morfologi (Gambar 2) dan kandungan senyawanya. Batang Cissus quadrangularis Linn. berwarna hijau (Rao et al. 2007), sedangkan Sipatah-patah berwarna hijau kemerahan (Sabri 2011). Selain itu, daun Sipatah-patah lebih runcing di bagian ujungnya daripada daun Cissus quadrangularis Linn. Kandungan kalsium pada tanaman Sipatah-patah adalah 4,33% sedangkan C.quadrangularis Linn yang berasal dari India 4% (Sabri et al. 2009).

Gambar 2 Perbedaan morfologi pada daun dan warna batang, (A) Cissus quadrangularis Linn dari India (Sumber: Rao et al. 2007), (B) Cissus quadrangula Salisb. dari Aceh (Sumber: Sabri 2011) Masyarakat Aceh sering menggunakan tanaman ini untuk pengobatan rematik dan patah tulang. Penggunaan tanaman ini bisa dilakukan dengan merebus dan menumbuk daunnya. Rebusan daun dapat diminum untuk penderita rematik sedangkan patah tulang dengan cara meminum air rebusan dan menempelkan gerusan daun pada daerah yang sakit. Tanaman ini sangat manjur untuk pengobati sakit sendi dan patah tulang pada wanita usia lanjut (Sabri et al. 2009). Ekstrak etanol batang Sipatah-patah dapat mencegah dan mengobati osteoporosis pada hewan tikus betina ovariektomi (Sabri et al. 2009). Ekstrak Cissus quadrangularis dapat meningkatkan ketebalan tulang kortikal dan trabekula pada tulang femur fetus tikus (Rao et al. 2007). Selanjutnya ekstrak Sipatah-patah dapat menambah kualitas tulang pada masa pertumbuhan fetus (Mustafa et al. 2011). Sumber lain menyebutkan bahwa pemberian ekstrak batang Sipatah-patah pada progenitor sel tulang secara in vitro meningkatkan proliferasi dan diferensiasi progenitor sel tulang menjadi osteoblas dan osteosit (Djuwita et al. 2012).

Tanaman Cissus quadrangularis Linn secara luas digunakan untuk pengobatan fraktur tulang, tumor, wasir, sariawan dan tukak lambung (Nadkarni 1954; Warrier et al. 1994). Ekstrak tanaman ini juga bersifat anti kanker (Taylor 2002), antiosteoporotik (Shirwaikar et al. 2003), anti tukak, antimikroba,

antibakterial, antifungal anti inflamasi, aktivitas a

Sel P Kata mesenchyma Mesenchymal stem cell berbagai variasi tipe sel dan adiposit (Pittenger memiliki lebih banyak mengandung lebih bany stem cell memiliki sitopl lemah dan memiliki n penelitian Djuwita et al serta adanya penjuluran pada permukaan cawan karakteristik dari MSC (

Gambar 3 Morfologi Pewarnaan Mesenchymal stem pengambilan sel atau j aspirasi. Isolasi MSC be al. 1999), sumsum tib toracalis dan vertebrae paling popular adalah su MSC dapat diisolasi dar al. 2006), tetapi kebanya

al (Austin dan Jagdeesan 2004), efek parasimpat s anabolik dan androgenik (Mishra et al. 2010).

l Punca Mesenkimal (Mesenchymal stem cell)

al stem cell dipopulerkan oleh Caplan (Gao et dapat juga didefinisikan sebagai sel yang dap el mesenkim seperti fibroblas, kondrosit, osteobla

er et al. 1999). Mesenchymal stem cell seca ak podia dan penjuluran (Mauney et al. 2 nyak serabut aktin (Stenderup et al. 2003). Me

plasma yang kecil dan inti yang besar. Intinya be nukleolus satu atau lebih (Kuehnel 2003). B al. (2010) bahwa MSC memiliki inti yang besar n sitoplasma yang amorf (Gambar 3). Kemampua an petri kultur dan memiliki morfologi fibroblas

(Prockop 1997).

i Mesenchymal stem cell. (A) Inti sel; (B) S an HE. Bar = 20 m

tem cell dapat diperoleh melalui proses isol jaringan dari sumbernya yang pada umumny berasal dari sumsum tulang pelvis manusia (Dig

ibia dan femur (Murphy et al. 2002), tulang e spina lumbar (D’Ippolito et al. 1999). Sumber sumsum tulang (Gambar 4) (Bianco et al. 2001) ari sumsum tulang berbagai spesies seperti babi yakan dari manusia (Zvaifler et al. 2000).

5 mpatomimetik, et al. 2001). apat menjadi blas, mioblas cara normal 2004) dan esenchymal bersifat basa Berdasarkan ar dan pucat uan melekat ast-like juga Sitoplasma. solasi, yaitu mnya melalui igirolamo et g vertebrae r MSC yang 1). Jaringan bi (Bosch et

6

Gambar 4 Berbagai jenis sel (Sumber: Junqueir Mesenchymal stem cel berbagai tipe sel jaringan dasa sebagai penyokong pembuluh (Jang et al. 2006). Mesench multipoten non-haematopoitic sel seperti mioblas (Wakitani ikat (Young et al. 1995), prog (Jaiswal et al. 1997), kondrosi 2000), adiposit (Purpura et (Nakashima dan de Crombrug Mesenchymal stem cell seluler. Terapi dapat berupa tr sistemik maupun lokal. Orlic tulang yang ditransplantasi Demikian juga pada pasien fungsi jantung (Stamm et al. dalam aplikasi klinis seperti pergantian kulit. Selain itu j klinis. Aplikasi secara klinis melalui isolasi, ekspansi dan i dan diimplantasi kembali ke tu

el tulang dan letak sel mesenkim pada sumsum tu eira dan Carneiro 2005)

ell merupakan sel progenitor untuk menghasi sar seperti yang dilaporkan oleh Blair (2002). Ia luh darah (Hegner et al. 2005) dan haematopo chymal stem cell juga disebut sebagai sel de

c yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai ni et al. 1995), plasenta (Waller et al. 1995), jari rogenitor awal sel saraf (Deng et al. 2001), osteo osit (Johnstone et al. 1998), kardiomiosit (Wang e t al. 2004), lemak (De Ugarte et al. 2003),

gghe 2003), dan cairan sinovial (Jones et al. 200 ell telah banyak digunakan sebagai aplikasi te transplantasi ke dalam tubuh pasien baik secara in ic et al. (2001) menyatakan bahwa stem cell sum si secara lokal dapat meregenerasi miokard n infark menunjukkan adanya perkembangan

2003). Mesenchymal stem cell juga telah ditera rti pembuatan lembaran sel yang berfungsi d juga dapat diterapkan pada operasi ortopedik nis adalah meregenerasi kulit, kartilago dan tu n implantasi kembali. Sel tersebut diisolasi dari pa

tubuh pasien (Bongso dan Lee 2005).

m tulang asilkan Ia juga poietic dengan ai jenis ringan teoblas g et al. ), gigi 004). terapi a infusi umsum rdium. n pada rapkan dalam ik dan tulang pasien

7 Pertumbuhan Tulang (Osteogenesis)

Osteogenesis atau osifikasi adalah proses pembentukan tulang. Sel yang berperan dalam proses pembentukan tulang adalah osteoblas. Osteoblas berasal dari sel-sel mesenkim. Osteoblas tersusun satu per satu di dalam jaringan tulang dan terlihat seperti epitel selapis. Sel ini dapat berbentuk kuboid atau silindris dengan sitoplasma basofilik ketika sedang aktif bekerja dalam mensintesis matriks. Osteoblas berbentuk seperti kacang almond dan datar dan melakukan komunikasi antar sel melalui gap junction (Akers dan Denbow 2008).

Osteoblas berperan dalam mensintesis komponen organik tulang seperti kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein. Sel ini juga menyimpan komponen inorganik tulang. Osteoblas bertanggung jawab dalam pembentukan jaringan osteoid dan mensekresi enzim fosfatase yang dibutuhkan untuk penyimpanan garam-garam kalsium dalam jaringan osteoid. Osteoblas aktif mensintesis protein selama masa sintesis matriks. Komponen matriks dikeluarkan ke permukaan sel dan menyatu dengan matriks tulang yang lebih tua sehingga terbentuk lapisan baru. Lapisan baru ini disebut osteoid yang berada di antara lapisan osteoblas dengan jaringan tulang. Proses ini disebut aposisi tulang yang menempatkan garam-garam kalsium menjadi matriks tulang yang baru (Junqueira dan Carneiro 2005).

Selanjutnya osteoblas akan menjadi osteosit. Beberapa osteoblas akan dikelilingi matriks dan menjadi osteosit. Osteosit berada di dalam lakuna dan hanya satu sel yang dijumpai dalam satu lakuna. Proses metabolism sitoplasma dalam matriks tulang dibantu melalui penjuluran kanalikuli yang berbentuk silindris dan kecil (Junqueira dan Carneiro 2005). Kanalikuli sangatlah penting bagi osteosit karena dapat menghubungkan satu sel dengan sel lainnya (Akers dan Denbow 2008). Sel-sel yang berdekatan dapat terhubungan melalui gap junction, sehingga molekul-molekul dapat keluar masuk dari satu sel ke sel lainnya. Pertukaran molekular antar osteosit dan pembuluh darah juga terjadi di sebagian kecil matriks ekstraseluler. Osteosit merupakan sel yang dapat hidup lebih lama dibandingkan dengan osteoblas (Junqueira dan Carneiro 2005).

Mekanisme pertumbuhan tulang dibagi menjadi dua yaitu osifikasi intramembranos dan osifikasi endokondral.

a. Osifikasi intramembranosa

Osifikasi intramembranosa berasal dari sekelompok sel mesenkim yang membentuk blastema tulang. Awalnya, terbentuk daerah hiperplastik yaitu sel-sel mesenkim berkumpul dan homogen. Lapisan mesenkim yang mengalami kondensasi disebut juga dengan pusat osifikasi primer. Sel-sel tersebut terlihat seperti fibroblast, khususnya di sepanjang perimeter dan mengeluarkan ECM seperti kolagen (Samuelson 2007). Proses osifikasi dimulai saat sekelompok sel tersebut berdiferensiasi menjadi osteoblas. Kemudian osteoblas memproduksi matriks tulang dan mengalami kalsifikasi (Junqueira dan Carneiro 2005). Osteoblas membentuk batas atau membran sel yang di dalamnya terdapat sel-sel osteoblas dan selanjutnya menjadi osteosit. Osteosit mengalami mineralisasi dan

8

terbentuk pulau-pulau yang disebut spikula (Samuelson 2007). Pulau-pulau tersebut tersusun atas kapiler, sel sumsum tulang dan sel yang belum berdiferensiasi. Beberapa kelompok pusat osifikasi menyatu dan memberikan bentuk atau struktur tulang spongi (Junqueira dan Carneiro 2005) yang disebut juga trabekula (Samuelson 2007). Jaringan ikat yang terdapat di dinding tulang berkembang seiring pertumbuhan pembuluh darah dan sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi (sel osteoprogenitor) sehingga terbentuk periosteum (Junqueira dan Carneiro 2005). Pusat osifikasi pada tulang tumbuh secara radial yang akhirnya menyatu bersama dan menggantikan jaringan ikat yang lama (Junqueira dan Carneiro 2005). Lapisan tulang baru atau lamella akan terbentuk seiring pertumbuhan tulang. Proses osteogenesis ini bertujuan membentuk tulang seperti tengkorak, mandibula dan klavikula (Samuelson 2007).

b. Osifikasi endokondral

Osifikasi endokondral terjadi bersamaan dengan terbentuknya kartilago hialin. Osifikasi tipe ini bertanggung jawab untuk pembentukan tulang pendek dan panjang. Awalnya jaringan tulang pertama kali terlihat seperti tulang berbentuk silinder dan berlubang yang dikelilingi oleh kartilago hialin (Junqueira dan Carneiro 2005). Ketika kartilago hialin terbentuk, pembuluh darah masuk melalui perikondrium. Struktur tersebut disebut bone collar. Pertama, tulang membentuk kartilago hialin melalui proses osifikasi intramembranosa (Samuelson 2007). Selanjutnya, kartilago mengalami proses perbanyakan sel (hipertropi) dan kalsifikasi tulang. Pembuluh darah memasuki bone collar dengan membawa osteoklas dan sel osteoprogenitor. Selanjutnya, osteoblas menempel pada matriks kartilago dan memproduksi lapisan tulang primer yang mengelilingi matriks kartilago. Pada tahap tersebut, kartilago bersifat basofilik dan tulang primer eosinofilik. Semua proses tersebut disebut juga fase pusat osifikasi primer.

Selanjutnya, fase pusat osifikasi sekunder yaitu penggembungan pada bagian ekstremitas kartilago (epifisis). Selama perkembangan dan remodeling tersebut, osifikasi primer dan sekunder membentuk ruang yang akan diisi oleh sumsum tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). Pusat osifikasi sekunder terbagi kepada dua yaitu kartilago artikular dan kartilago epifisis. Kartilago artikular tidak berkontribusi dalam pertumbuhan tulang menjadi panjang. Kartilago epifisis menghubungkan dua epifisis ke diafisis. Kartilago epifisis bertanggung jawab untuk pertumbuhan panjang tulang. Kartilago epifisis terbagi kepada lima zona yaitu (1) zona resting yang tersusun atas kartilago hialin. (2) zona proliferasi, yaitu kondroblas membelah dengan cepat dan tersusun secara paralel di sepanjang aksis tulang. (3) zona kartilago hipertropik tersusun atas kondrosit besar dimana sitoplasmanya mengandung kolagen. (4) zona kartilago kalsifikasi, kondrosit mati dan matriks kartilago menjadi kalsifikasi dengan adanya deposit hidrosiapatit. (5) zona osifikasi, jaringan tulang endokondral yang tersusun dari kapiler darah dan sel osteoprogenitor. Sel osteoprogenitor berdiferensiasi menjadi osteoblas yang selanjutnya membentuk lapisan tulang yang baru. Pertumbuhan tulang panjang terjadi dengan adanya proliferasi kondroblas pada daerah epifisis. Pada saat yang sama, kondroblas daerah diafisis terjadi hipertropi, membentuk matriks yang

9 kalsifikasi dan sel mati. Pertumbuhan pada daerah diafisis mengakibatkan pertumbuhan tulang yang memanjang (Junqueira dan Carneiro 2005).

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai November 2013 di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting bedah, pinset, spuit 1 mL, 10 mL, dan 20 mL, kaca penutup, kaca objek, mikrofilter 0,22 m, cawan petri Corning®, gelas ukur, erlenmeyer, gelas beker, hemositometer, mikropipet, sentrifus, vorteks, timbangan digital, inkubator, inkubator CO2, mikroskop cahaya, mikroskop Phase Contrast dan laminar air flow (LAF).

Bahan yang digunakan antara lain sumsum tulang femur dan tibia tikus jantan (Rattus norvegicus) umur 2 bulan, medium kultur Dulbecco’s modified eagle’s medium (DMEM) yang ditambahkan dengan asam amino non-essensial (AANE; Sigma) 10%, newborn calf serum (NBCS) 10%, sodium bicarbonate (NaHCO3) 3,7 g/mL, gentamicin 50 g/mL, dan Insulin Transferin Selenium (ITS) 1%, gelatin 0,1%, ekstrak Cissus quadrangula Salisb (CQ), phosphate buffer saline (PBS) yang ditambahkan dengan newborn calf serum (NBCS) 0,1% dan gentamicin 50 g/mL, glutaraldehid 2,5%, pewarna Alizarin red.

Prosedur Kerja

Ekstrak Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.)

Simplisia diperoleh dari Sabri et al. (2009) kemudian diekstrak menggunakan metode maserasi etanol di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Hewan Coba

Hewan yang dipakai dalam penelitian ini adalah empat ekor tikus jantan (Sprague Dawley) berumur dua bulan. Tikus diperoleh dari kandang pemeliharaan tikus di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Kandang tikus terbuat dari bak plastik dengan ukuran 35 cm x 22 cm x 9 cm dengan bagian atasnya ditutup kawat jaring dan bagian dasarnya dialasi dengan sekam. Hewan coba diberi makan berupa pelet jenis 789-S dan dipelihara makan minum secara ad libitum.

10

Persiapan Kultur Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang

Pada penelitian ini terdapat lima kelompok perlakuan yang terdiri dari kontrol yang tanpa perlakuan ekstrak, kelompok esktrak CQ dengan dosis masing-masing 0,1 mg/mL (CQ 0,1 mg/mL), 0,3 mg/mL (CQ 0,3 mg/mL) berdasarkan Potu et al. (2009), 0,6 mg/mL (CQ 0,6 mg/mL) berdasarkan Djuwita et al. (2012) dan 0,9 mg/mL (CQ 0,9 mg/mL). Cawan petri yang akan digunakan untuk kultur sel dilapisi terlebih dahulu dengan 1 mL gelatin 0,1% dan didiamkan selama 1 jam pada suhu kamar. Setelah itu, gelatin dibuang, dicuci dengan modified phosphate buffer saline (mPBS) dan didiamkan selama 5 menit. Selanjutnya cawan petri diisi dengan medium (modified Dulbecco’s modified eagles’s medium) mDMEM sebanyak 2 mL, kemudian diinkubasi minimal satu jam ke dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37oC untuk mengkondisikan medium pada suhu 37oC. Setiap kelompok perlakuan dilakukan ulangan sebanyak empat kali. Setiap ulangan digunakan dua cawan petri masing-masing untuk evaluasi proliferasi dan diferensiasi.

Isolasi dan Kultur Primer Mesenchymal Stem Cell Sumsum

Tikus dianestesi dengan kombinasi 0,01 mL ketamil (Troy Laboratories PTY Limited) dan 0,01 mL Xylazine (Troy Laboratories PTY Limited) kemudian diambil tulang femur dan tibianya. Tulang dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi dengan mPBS steril dan selanjutnya pekerjaan dilakukan dalam kondisi steril. Tulang dipotong bagian ujungnya dan dibilas dengan mPBS. Suspensi sel sumsum tulang yang didapatkan selanjutnya dipipet berulang, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pencucian dilakukan dengan mPBS sebanyak empat kali dan dengan mDMEM sebanyak satu kali. Suspensi sel sumsum tulang dengan konsentrasi 1 x 106 dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi medium mDMEM sebanyak 2 mL. Setelah satu hari, medium diganti dengan medium yang baru untuk membuang sel selain sel punca mesenkimal dan hitung jumlah selnya. Hari kedua inkubasi, medium diganti dengan yang baru dan ditambahkan dengan ekstrak CQ. Kelompok kontrol tidak ditambahkan ekstrak CQ, sedangkan kelompok perlakuan lainnya ditambahkan esktrak CQ berturut-turut sebanyak 0,1 mg/mL, 0,3 mg/mL, 0,6 mg/mL dan 0,9 mg/mL. Selanjutnya sel tersebut diinkubasi di dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC. Medium mDMEM diganti setiap dua hari sekali dan dilakukan selama 10 hari.

Evaluasi Hasil Kultur Mesenchymal Stem Cell Sumsum Tulang Tingkat Proliferasi

Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)

Proliferasi mesenchymal stem cell sumsum tulang dapat dihitung jumlah sel menggunakan hemositometer Improved Neubauer pada saat akan diinkubasi, hari pertama dan setelah kultur sepuluh hari. Jumlah sel pada saat akan diinkubasi harus sama pada semua kelompok perlakuan. Jumlah sel pada saat akan diinkubasi menggunakan rumus sebagai berikut:

11

Total sel (sel/mL) = rata-rata jumlah sel pada 5 kotak x faktor pengenceran x 104

Sedangkan perhitungan Population Doubling Time (PDT) (Davis 2011) adalah sebagai berikut:

Diferensiasi Sel

Identifikasi Diferensiasi Osteoblas dan Osteosit Melalui Morfologi Sel dengan Pewarnaan Alizarin Red (Kiernan 1990)

Identifikasi diferensiasi sel diamati pada hari pertama dan kesepuluh kultur, sel difiksasi dengan glutaraldehid 2,5% selama 48 jam. Selanjutnya sel dicuci dengan PBS pH 4,2 dan diwarnai dengan larutan Alizarin red. Sel diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam lalu dicuci dengan PBS- sebanyak dua kali. Sel

Dokumen terkait