• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luas areal perkebunan Indonesia sekitar 24,44 juta ha. Luas areal yang diusahakan oleh rakyat sekitar 66,38% dari total areal perkebunan. Produktivitas komoditi utama perkebunan baru mencapai sekitar 7,12–80,9%. Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul berkontribusi sebesar 40% terhadap keberhasilan pertanaman, rendahnya kualitas penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan OPT. Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama perkebunan tahun 2016 sekitar 3,83 juta ha. Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran lahan dan banjir. Kerugian akibat serangan OPT pada 16 komoditas perkebunan yaitu tebu, kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, teh, tembakau, nilam, sagu, kemiri sunan, pala dan kapas pada tahun 2016 berdasarkan data perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp.1,087 trilyun. Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan antara lain: Penggerek Buah Kakao (PBK), penyakit Vascular

Streak Dieback (VSD), dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); penyakit busuk pangkal batang dan jamur pirang pada lada; penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Kering Alur Sadap (KAS) pada karet; hama Sexava sp., Oryctes sp., Rhyncophorus sp., Brontispa sp., tungau (Aceria guerreronis) dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; hama Helopeltis sp., penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Jamur Akar Coklat (JAC) pada jambu mete; hama ulat api dan penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp.) pada kelapa sawit; hama uret, tikus, babi hutan, penggerek batang (Chilo sp.) dan penggerek pucuk (Scirphophaga sp.) pada tebu; hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum.), budok (Synchytrium sp.) dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx sp. dan ulat daun Spodoptera sp. pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus sp., Jamur Akar Putih/JAP (Rigidophorus lignosus) dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh/BPKC (Pseudomonas syzigii) pada cengkeh; hama penggerek batang (Batocera

hercules), penyakit Jamur akar putih

(Rigidophorus lignosus), penyakit layu pembuluh (Ceratocystis sp), dan penyakit kanker batang (Phytopthora palmivora) pada pala.

Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT.

Penanganan OPT masih belum optimal karena peran, kesadaran dan kemampuan masyarakat masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian dan pemberdayaan petani oleh pemerintah untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada tahun anggaran 2018 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan melalui kegiatan Gerakan Pengendalian OPT tanaman perkebunan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan pada kawasan pengembangan komoditas perkebunan.

B. Sasaran Nasional

Sasaran kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan melalui Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan pada tahun 2018 berdasarkan Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah terkendalinya serangan OPT sehingga dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan berkelanjutan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan penanganan OPT melalui Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan) adalah:

Mendorong/membantu petani melakukan pengendalian OPT secara mandiri melalui gerakan massal pada pusat-pusat serangan agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya.

D. Pengertian Umum

Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :

1. Gerakan pengendalian OPT adalah Pengendalian OPT secara mandiri melalui

gerakan massal pada pusat-pusat serangan agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya.

2. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

3. Calon Petani/Calon Lokasi (CP/CL) adalah kelompok tani/Gabungan kelompok tani/lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta kegiatan yang akan dilaksanakan. 4. Hamparan tanaman adalah luas pertanaman

dengan yang relatif homogen.

5. Sosialisasi adalah penyampaian/penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani.

6. Aksi gerakan pengendalian OPT adalah pelaksanaan pengendalian OPT secara massal dan serentak oleh petani

7. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan (gulma), jamur/cendawan, bakteri, nematoda, virus, vertebrata dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu kehidupan tanaman budidaya sehingga

menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. 8. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap

organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

9. Feromon serangga adalah senyawa yang dihasilkan dari tubuh/badan serangga hama betina atau sintentis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi.

10. Atraktan adalah senyawa kimia yang mempunyai daya tarik terhadap serangga. 11. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang

hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.

12. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

13. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor-faktor yang mempe-ngaruhinya secara berkala pada tempat tertentu.

14. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pengendalian OPT dengan cara menggabungkan berbagai tindakan pengendalian yang kompatibel untuk menjaga agar populasi OPT tetap berada dibawah ambang kerusakan ekonomi dengan memperhatikan hubungan antara dinamika populasi OPT dan lingkungannya.

15. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/ serangan OPT yang dinyatakan dalam hektar.

16. Luas pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian. 17. Sanitasi adalah tindakan membersihkan

tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

18. Eradikasi adalah tindakan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan.

19. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.

20. Insentif diberikan kepada petugas pelaksana kegiatan gerakan pengendalian OPT dalam melaksanakan pengamatan dan pengendalian OPT serta pembinaan kepada petani di lapangan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/Kepala UPT Pusat/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan (TP) provinsi, ditetapkan oleh Kepala Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi. b. Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Direktorat Jenderal Perkebunan.

c. Juklak/Juknis

Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK

Tim pelaksana dan mengacu kepada pedoman teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

d. Koordinasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.

e. Sosialisasi Pengendalian OPT

Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan dan petugas lapangan kepada petani peserta kegiatan gerakan pengendalian OPT dan pihak terkait lainnya.

f. Aksi Gerakan Pengendalian OPT

Aksi gerakan pengendalian dilakukan secara serentak dan massal oleh petani dibimbing petugas lapangan/ Dinas Provinsi/kabupaten/Kota yang menangani perkebunan dan aparat Pemda.

g. Pengadaan Barang

Pengadaan barang dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pengadaan barang dan jasa harus selesai pada bulan Januari 2018. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.

h. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.

i. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan kepada Direktur Perlindungan Perkebunan secara berkala.

2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form SIMONEV.

3) Laporan akhir kegiatan gerakan pengendalian OPT disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke Direktur Perlindungan Perkebunan paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2018.

2. Prinsip Pendekatan Teknis a. Calon petani/Calon Lokasi

1) Survei Calon Petani/Calon Lokasi dilakukan oleh Dinas Provinsi dan berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten/Kota.

2) Calon Petani/Calon Lokasi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

b. Petugas lapangan

Petugas lapangan membimbing/mendampingi petani dalam melakukan gerakan pengendalian OPT dan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.

c. Sosialisasi

Sosialisasi kepada petani dan pihak terkait lainnya dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan Gerakan pengendalian OPT Tanaman Perkebunan.

d. Gerakan Pengendalian OPT

Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilaksanakan secara serentak dan massal oleh petani dan dibimbing oleh petugas lapangan.

e. Bahan dan alat Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan/teknologi 1) Bahan dan alat untuk kegiatan Gerakan

Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan meliputi: APH/Pupuk hayati, feromon, bahan sarungisasi, fungisida, jaring perangkap dan lain-lain.

2) Pengadaan bahan dan alat yang digunakan untuk kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan harus memenuhi Spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

3) Menerapkan teknologi pengendalian OPT yaitu dengan memadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi.

f. Aksi gerakan pengendalian OPT

Aksi gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan dilaksanakan pada kesempatan pertama setelah dilakukan penetapan Calon Petani/Calon lokasi, pelaksanaan sosialisasi dan setelah tersedianya bahan pengendalian OPT, serta disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing komoditas.

g. Pelaksana

Pelaksana kegiatan adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

h. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut pada tahap pelaksanaan kegiatan sebagai berikut :

1) Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.

2) Tahap Pasca Kegiatan

a) Kelompok tani/Gapoktan diharapkan melakukan pengendalian OPT secara berkelanjutan.

b) Provinsi pelaksana gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan diharapkan terus melakukan pendampingan pengendalian OPT kepada Petani.

c) Petugas melakukan pencatatan/ evaluasi perkembangan pelaksanaan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan, dan petani melakukan pemeliharaan tanaman perkebunan.

B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria

a. Calon petani pelaksana kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani/gapoktan pada areal eksisting/kawasan pengembangan komoditas perkebunan/sentra serangan OPT.

b. Calon lokasi Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan merupakan hamparan tanaman yang relatif kompak dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan pada areal eksisting/kawasan pengembangan komoditas perkebunan/sentra serangan OPT.

c. Petugas lapanganan adalah petugas yang memiliki kemampuan teknis untuk membimbing petani dalam melakukan gerakan pengendalian OPT dan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan

d. Gerakan Pengendalian OPT

Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan secara serentak dan massal untuk mengendalikan OPT tanaman perkebunan yaitu: Oryctes sp.

pada kelapa, PBKo pada kopi, Hama Uret pada tebu, JAP pada karet dan jambu mete, PBK dan BBK pada tanaman kakao.

e. Bahan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan /teknologi

1) APH/Pupuk Hayati, Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan untuk kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.

2) Menerapkan teknologi pengendalian OPT yaitu dengan memadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi.

2. Metode

a. Sosialisasi

Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada petani peserta Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dan pihak terkait lainnya setelah penetapan Calon Petani/Calon Lokasi di lokasi kegiatan.

b. Aksi Gerakan Pengendalian OPT

Aksi gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan dilaksanakan pada

kesempatan pertama setelah dilakukan penetapan Calon Petani/Calon Lahan, pelaksanaan sosialisasi serta telah tersedianya bahan pengendalian OPT, yang disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing.

c. Pengamatan

1) Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan digunakan sebagai lokasi Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan.

2) Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan untuk melihat efektivitas hasil pengendalian.

3) Pengamatan awal dan akhir dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani peserta kegiatan Gerakan Pengendalian dan OPT Tanaman Perkebunan.

4) Khusus untuk Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dengan

menggunakan feromon dan perangkap jaring dilakukan pengamatan jumlah tangkapan OPT sasaran.

d. Teknologi PHT

Teknologi PHT yang diterapkan untuk kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan sebagai berikut : 1) Gerakan pengendalian Hama Kumbang

Nyiur Oryctes sp. pada Kelapa:

a) Mekanis: pemerangkapan imago Oryctes sp. menggunakan feromon yang berbahan aktif etil 4 metil oktanoat sebanyak 1 set/ ha. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 (tiga) bulan. b) Sanitasi: membersihkan kebun dan

memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes rhynoceros seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan atau ditimbun tanah.

2) Gerakan pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Karet

a) Mekanis/Eradikasi: menebang, membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang berat/mati; b) Sanitasi kebun: mengumpulkan dan

memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

c) Aplikasi fungisida berbahan aktif

hexaconazol: disiramkan disekitar

pangkal pohon dengan sebelumnya dibuat parit kecil di sekeliling pohon agar fungisida dapat terserap hingga ke daerah perakaran.

d) Penggunaan APH/pupuk hayati berbahan aktif jamur Trichoderma untuk menekan perkembangan JAP.

e) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit Jamur Akar Putih (JAP)

3) Gerakan pengendalian Penggerek Buah Kopi (PBKo)

a) Pengaturan naungan;

b) Petik bubuk, lelesan dan rampasan akhir panen/racutan;

c) Pemasangan atraktan/sex feromon sebanyak 25 set/hektar/aplikasi.

Aplikasi feromon diulang dengan interval setiap 1 (satu) bulan.

4) Gerakan pengendalian OPT Kakao (Penggerek Buah Kakao dan Busuk Buah Kakao)

a) Pemangkasan dilakukan dengan memotong semua cabang/tunas baru yang arahnya ke atas di luar batas 4 m; b) Panen sering dilakukan dengan interval

panen 4-7 hari sekali dengan tujuan untuk memutus siklus hidup hama PBK; c) Sanitasi dengan memetik semua buah

kakao yang terserang Busuk Buah kakao yang dilakukan bersamaan saat pemangkasan atau panen, kemudian dibenamkan kedalam tanah sedalam 30 cm;

d) Penyarungan buah dilakukan pada saat buah kakao berumur 3 bulan atau ukuran panjang 8-10 cm dengan kantong plastik lebar 15 – 17 cm, panjang 28 cm, dan tebal minimal 0,2 mm. Dasar kantong plastik dibiarkan terbuka sebagai ventilasi untuk mengatur kelembaban buah yang disarungi.

5) Gerakan Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Jambu mete a) Mekanis/Eradikasi: menebang,

membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang berat/mati; b) Sanitasi kebun: mengumpulkan dan

memusnahkan sisa-sisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma;

c) Aplikasi fungisida berbahan aktif

hexaconazol: disiramkan disekitar

pangkal pohon dengan sebelumnya dibuat parit kecil di sekeliling pohon agar fungisida dapat terserap hingga ke daerah perakaran.

d) Penggunaan APH/pupuk hayati berbahan aktif jamur Trichoderma sp. untuk menekan perkembangan JAP.

e) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit Jamur Akar Putih (JAP)

6) Gerakan pengendalian Penggerek Hama Uret pada Tebu

a) Sanitasi dilakukan dengan membongkar dan membersihkan tunggul-tunggul tanaman sehingga tidak tersedia makanan untuk uret.

b) Mekanis dilakukan dengan pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah.

c) Pemasangan jaring perangkap (trap) untuk Provinsi DIY.

d) Pemasangan jaring perangkap (trap) dan lampu perangkap light trap untuk Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan sex feromon disajikan pada Lampiran 1, dan 2.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan terdiri dari:

1. Gerakan Pengendalian OPT dilakukan di kebun petani kelapa, karet, kopi, kakao, jambu mete dan tebu.

2. Tahapan kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi:

a. Koordinasi dengan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/BPTP

Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

b. Penetapan calon petani/calon lokasi gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan.

c. Penyiapan Juklak dan Juknis Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan d. Pengadaan alat dan bahan gerakan

pengendalian OPT.

e. Pengamatan awal sebelum pelaksanaan gerakan pengendalian OPT

f. Sosialisasi Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan

g. Aksi Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan.

h. Pengamatan akhir setelah pelaksanaan gerakan pengendalian OPT

i. Pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.

3. Indikator Kinerja

Setiap pelaksanaan kegiatan harus terukur. Indikator kinerja dari kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan seperti pada Tabel 1.

Tabel1.Indikator Kinerja Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan No Indikator Uraian 1 Input/ Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/ Keluaran

Terlaksananya gerakan

pengendalian OPT: Oryctes sp pada kelapa seluas 500 ha, JAP pada karet seluas 400 ha, Hama PBKo pada kopi seluas 1.325 ha, OPT Kakao seluas 2.525 ha, JAP pada jambu mete seluas 100 ha dan hama uret pada tebu seluas 475 ha . 3 Outcome

/ hasil

Terkendalinya OPT: Oryctes sp pada kelapa seluas 500 ha, JAP pada karet seluas 400 ha,

Hama PBKo pada kopi seluas 1.325 ha, OPT Kakao seluas 2.525 ha, JAP pada jambu mete seluas 100 ha dan hama uret pada tebu seluas 475 ha .

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan 1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan

Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

2. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan 1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR)

dan Pedoman Teknis;

2) Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.

b. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan;

2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan C.q. Direktorat Perlindungan Perkebunan,BBPPTP Medan/Surabaya/Ambon/BPTP

Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;

3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan;

4) Melakukan verifikasi CP/CL kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan bersama Dinas Kabupaten/Kota;

5) Menetapkan CP/CL kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan; 6) Melakukan pengawalan, pembinaan,

monitoring dan evaluasi, serta berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan setempat;

7) Melakukan sosialisasi kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;

8) Melakukan/membimbing aksi gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan

bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

9) Menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.

10) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

c. Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan

1) Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;

2) Melakukan verifikasi Calon Petani/Calon Lokasi bersama sama dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan; 3) Melakukan sosialisasi, aksi gerakan

pengendalian OPT, pembinaan dan monev kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan bersama sama dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan;

d. Petugas Lapangan

1) Melakukan survey CP/CL kegiatan gerakan pengendalain OPT bersama sama dengan Dinas Provinsi/kabupaten/kota yang membidangi perkebunan

2) Membimbing/ mendampingi petani dalam melakukan kegiatan gerakan pengendalain OPT bersama sama dengan Dinas Provinsi/kabupaten/kota yang membidangi perkebunan

3) Menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ke dinas provinsi yang membidangi perkebunan

e. Kelompok Tani/Petani :

1) Mengikuti sosialisasi kegiatan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan; 2) Mengikuti aksi gerakan pengendalian

OPT tanaman perkebunan;

3) Melakukan gerakan pengendalian OPT tanaman perkebunan dengan bimbingan petugas lapangan

4) Melakukan pengamatan awal dan akhir bersama-sama dengan petugas lapangan. f. UPT Pusat/UPTD

Berkoordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan untuk

memberikan bimbingan teknis gerakan pengendalian OPT di lokasi binaan masing-masing.

C. Lokasi, Jenis dan Volume 1. Lokasi

a. Gerakan Pengendalian OPT Tanaman kelapa (Oryctes. sp)

Kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman kelapa (Oryctes. sp) seluas 500 ha di 2 Provinsi 2 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5. b. Gerakan Pengendalian OPT Tanaman

Karet (penyakit JAP)

Kegiatan Gerakan Pengendalian OPT Tanaman Karet (penyakit JAP) seluas 400 ha di 2 Provinsi 2 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 6.

Dokumen terkait