Perlindungan perkebunan mempunyai peranan
yang penting sebagai “jaminan” bagi
keberhasilan usaha perkebunan, mulai dari pembibitan, pertanaman sampai pasca panen. Dalam rangka mendukung kegiatan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) maka diperlukan partisipasi aktif seluruh jajaran dan perangkat perlindungan perkebunan di pusat dan daerah, petugas pengamat, petani, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Sampai dengan tahun 2014, jumlah perangkat perlindungan sebanyak 571 unit, yang tersebar di seluruh provinsi berupa Laboratorium Lapangan/LL (26 unit); Laboratorium Utama Pengendali Hayati/LUPH (4 unit); Laboratorium Pengendali Hama Vertebrata/LPHV (1 unit); Laboratorium Analisa Pestisida/LAP (2 unit); Brigade Proteksi Tanaman/BPT (26 unit) dan Unit Pembinaan Proteksi Tanaman/UPPT (500 unit) dan Sub Laboratorium Hayati (14 unit). Sebanyak 24 LL telah berubah status menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Di provinsi pengembangan yaitu Banten dan Gorontalo
telah dibentuk UPTD yang menangani
perlindungan perkebunan.
Dalam rangka mendukung upaya pengendalian OPT pada tanaman perkebunan, maka perlu
2
ketersediaan SDM yang berkualitas, sarana dan prasarana serta pendanaan yang memadai. Melalui APBN tahun 2017 dialokasikan dana untuk pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan, meliputi: operasional LL di 26 provinsi, operasional Brigade Proteksi Tanaman (BPT) di 31 provinsi serta pemberdayaan petugas pengamat di 28 provinsi.
Operasional BPT dimaksudkan untuk penanganan serangan OPT pada situasi eksplosi, pada sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi atau lokasi serangan endemis dengan intensitas serangan berat
sehingga permasalahan eksplosi serangan OPT
dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat tanpa harus menempuh suatu mekanisme penanganan yang sangat panjang dan berbelit-belit. Fasilitasi BPT dimaksudkan untuk
meningkatkan kesiapsiagaan BPT dalam
mengendalikan OPT di 31 provinsi.
Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) merupakan ujung tombak perlindungan tanaman perkebunan karena mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pelaksanaan pengamatan OPT dan pembinaan pengendalian OPT di lapangan.
Perangkat perkebunan yang mewadahi petugas pengamat OPT adalah Unit Pembinaan Proteksi Tanaman (UPPT). Pada tahun 1988 UPPT berjumlah 500 unit dan setiap UPPT memiliki petugas pengamat sebanyak 3 orang. Kondisi
3
yang terjadi saat ini adalah dengan
diberlakukannya otonomi sebagian besar UPPT
beralih fungsi dan jumlah petugas
pengamat/petugas UPPT semakin berkurang karena sebagian besar telah alih tugas ke instansi lain atau purna tugas/pensiun sehingga
tidak seimbang dengan luas wilayah
pengamatan; luas pelaksanaan pengamatan belum berjalan pada areal perkebunan rakyat sekitar 17 juta ha, sementara jumlah petugas pengamat hanya 1050 orang; adanya pemekaran daerah yang tidak diikuti oleh penambahan petugas; fasilitas-fasilitas bagi petugas yang sangat terbatas dan sudah banyak rusak, terutama roda-2; serta minimnya sarana dan prasarana pendukung UPPT menjadi kendala tidak optimalnya kegiatan pengamatan OPT, penyajikan dan pelaporan data serangan OPT. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tahun 2017 melalui APBN, pemerintah
mengalokasikan anggaran pemberdayaan
petugas pengamat OPT berupa pemberian insentif/honor dan operasional lapangan.
B. Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan fasilitasi teknis
perlindungan perkebunan adalah terlaksananya
operasional Laboratorium Lapangan (LL),
Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan
4
C. Tujuan
Tujuan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan adalah meningkatkan peran dan fungsi LL, BPT dan pemberdayaan petugas
pengamat dalam mendukung kegiatan
perlindungan perkebunan.
D. Pengertian Umum
Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit
atau organisme pengganggu, proses
produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
2. Starter APH adalah biakan induk APH yang
dapat diperbanyak jumlahnya di lapangan.
3. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.
5
4. Sumber serangan OPT adalah tempat pertanaman ditemukan serangan OPT pada
komoditas perkebunan dan tidak
dikendalikan oleh petani/pekebun, sehingga keberadaannya dapat menjadi sumber serangan terhadap tanaman perkebunan yang berada di sekitarnya.
5. Petugas pengamat adalah personil/
sumberdaya manusia perlindungan tanaman yang diberi tugas dan tanggungjawab serta hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup
pertanian untuk melakukan kegiatan
pengelolaan OPT dan Dampak Perubahan Iklim (DPI).
6. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
7. Perangkat perlindungan adalah unit
organisasi yang menangani perlindungan perkebunan dan berada di bawah pembinaan dinas provinsi yang membidangi perkebunan,
meliputi: Laboratorium Lapangan,
Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub Laboratorium Hayati, Brigade Proteksi Tanaman dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman.
6
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.
a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan
ditetapkan oleh Kepala Dinas yang
Membidangi Perkebunan Provinsi.
b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
c. Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan paling lambat 2 (dua) minggu setelah diterimanya pedoman teknis dari Ditjen. Perkebunan.
7
d. Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana
kegiatan dengan Direktorat Jenderal
Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.
Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait.
e. Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang dan jasa dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Lima puluh persen kontrak pengadaan barang dan jasa harus diupayakan selesai pada bulan
Januari 2017, dan seluruh proses
pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai bulan Februari 2017. Pengadaan sarana
pendukung perlindungan tidak dapat
digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.
f. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.
8
g. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan
kegiatan disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan.
2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form
SIMONEV.
3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2017.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
a. Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan
1) Personil laboratorium diutamakan personil yang mempunyai latar belakang pendidikan
S2/S1 plus/S1/D3/S01 jurusan hama
penyakit/biologi/analis kimia/agronomi/
Agroteknologi atau personil yang mempunyai keahlian khusus atau telah dilatih dibidang perlindungan tanaman.
2) Penetapan SK personil laboratorium paling lambat akhir Januari 2017.
3) Pelaksanaan operasional LL mengacu kepada pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
9 4) Operasional BPT dilaksanakan oleh LL/UPTD
Perlindungan Perkebunan.
5) Alat dan bahan yang digunakan untuk
laboratorium serta alat dan bahan
pengendalian OPT harus memenuhi standar teknis.
b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT Tanaman Perkebunan
1) Pengamat yang mendapatkan insentif adalah
petugas yang melaksanakan kegiatan
pengamatan OPT di lapangan dan ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2) Penetapan SK petugas pengamat OPT paling lambat akhir Januari 2017 dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan. 3) Pelaksanaan pengamatan mengacu kepada
pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3. Tindak Lanjut
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
1) Perencanaan kegiatan, jadual kegiatan 2) Pembuatan juklak, juknis setiap kegiatan 3) Menunjuk penanggungjawab dan pelaksana
kegiatan
4) Koordinasi dengan instansi terkait
5) Menindaklanjuti rekomendasi hasil
10
b. Tahap Pasca Kegiatan 1) Pemberdayaan perangkat
a) Secara pro-aktif membuat jejaring dan
kerjasama di bidang teknologi
perlindungan tanaman terkini dan dalam hal pengembangan, pendaftaran dan legalitas produk APH dan pestisida nabati dengan BBP2TP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak, Puslit/Balit/ Perti.
b) LL agar mendokumentasikan data dan informasi seluruh hasil kegiatan yang dilakukan.
c) Menyebarluaskan dan mensosialisasikan teknik perbanyakan dan penyebaran APH tanaman perkebunan.
d) Mendorong terbentuknya regu pengendali hama (RPH).
e) BPT menjadi lebih eksis dan berperan dalam pengendalian eksplosi/outbreak OPT.
2) Pemberdayaan petugas pengamat OPT tanaman perkebunan
a) Petugas pengamat OPT harus
menyampaikan data pengamatan OPT ke Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan secara berkala yaitu setiap minggu.
11 b) Dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan menyampaikan laporan hasil pengamatan OPT ke Dinas provinsi yang membidangi perkebunan secara berkala yaitu setiap bulan (bulanan).
c) Dinas provinsi yang membidangi
Perkebunan/UPTD Perlindungan
menyampaikan laporan hasil pengamatan
OPT ke Direktorat Perlindungan
Perkebunan setiap triwulan.
B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria
a. Pemberdayaan Perangkat
1) Bahan pengendali OPT (starter APH) yang disiapkan disesuaikan berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. APH digunakan sebagai upaya pencegahan serangan OPT dan untuk mengendalikan serangan OPT pada kondisi serangan ringan.
2) Bahan pengendali OPT/pestisida kimia
(fungisida, insektisida, herbisida,
rodentisida, dll) dirinci berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. Pestisida hanya dapat digunakan pada kondisi serangan OPT yang bersifat eksplosi, sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi atau lokasi serangan endemis dengan intensitas serangan berat yang dilaporkan sangat cepat berkembang
12 dan merugikan. Pestisida kimia sekaligus merupakan buffer stock dalam memenuhi standar pelayanan minimum pemerintah dalam mengendalikan OPT.
b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT tanaman perkebunan
1) Petugas pengamat yang ditetapkan adalah petugas yang telah mendapat pelatihan tentang dasar-dasar perlindungan dan atau berlatar belakang pendidikan teknis hama penyakit / biologi / agronomi / pertanian/ agroteknologi.
2) Insentif dan operasional lapangan Petugas Pengamat hanya diberikan kepada petugas pengamat/ petugas POPT/ Petugas teknis
perlindungan yang ditunjuk untuk
melaksanakan kegiatan OPT di setiap provinsi dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
3) Pengamatan diutamakan untuk OPT penting (dominan) pada komoditas utama/unggulan perkebunan daerah.
2. Metode
a. Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan
13 Metode pembuatan starter APH dan
perbanyakan dan penyebaran APH
mengacu pada metode yang diterbitkan antara lain oleh BBPPTP (Medan,
Surabaya, dan Ambon)/BPTP
Pontianak/Puslit/Balit/Perti/ Direktorat Perlindungan Perkebunan.
2) BPT
a) Pengadaan dan penggunaan pestisida mengacu kepada jenis pestisida sesuai dengan izin Menteri Pertanian, dengan tetap memperhatikan pada prinsip penggunaan pestisida yang baik dan benar sesuai dengan kaidah PHT. b) Penggunaan bahan pengendalian OPT
didasarkan atas kriteria serangan OPT yang termasuk pada kondisi eksplosi
(dinyatakan oleh pejabat yang
memiliki kewenangan dan kompetensi
dalam perlindungan tanaman
perkebunan), sumber-sumber
serangan yang berpotensi
menimbulkan eksplosi atau lokasi serangan endemis dengan intensitas serangan berat.
c) Operasional BPT diberikan untuk melakukan kegiatan pengendalian OPT/kebakaran lahan dan kebun.
14
b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan
Insentif dan operasional lapangan diberikan kepada petugas pengamat untuk melakukan kegiatan pengamatan dan pelaporan dengan tahapan :
1) Pengamat melakukan pengamatan OPT penting pada komoditas utama di wilayahnya dan melakukan pembinaan pengamatan dan pengendalian OPT kepada petani secara terjadwal.
2) Pengamatan OPT perkebunan dilakukan dengan baik dan benar mengacu pada pedoman teknis pengamatan dan pelaporan OPT perkebunan yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
3) Data pengamatan OPT di rekap dan disajikan dalam bentuk laporan bulanan di tingkat kabupaten/kota dan triwulan di tingkat provinsi.
Pengiriman laporan OPT sebagai berikut: 1) Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan menyampaikan kepada dinas provinsi yang membidangi perkebunan.
2) Dinas provinsi yang membidangi
perkebunan menyampaikan laporan
kepada Direktorat Perlindungan
15 Perkebunan, BBPPTP (Medan, Surabaya, Ambon) dan BPTP Pontianak.
16
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup
1. Pemberdayaan perangkat
a) Ruang Lingkup Pemberdayaan
Perangkat, meliputi: biaya operasional laboratorium (ATK, alat dan bahan
laboratorium), biaya operasional
lapangan.
b) Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana
- SDM
- Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terfasilitasinya pelaksanaan
operasional LL dan BPT
3 Outcome/hasil - Tersedianya stater
APH kelompok
patogen yang siap diperbanyak oleh petani.
- Terkendalinya serangan OPT
17 2. Pemberdayaan petugas pengamat OPT
perkebunan
a) Ruang lingkup :
1) Pemberian insentif dan operasional pengamatan.
2) Pembinaan pengamatan dan
pengendalian OPT kepada petani.
3) Pengamatan dan penyusunan
laporan mengacu pada pedoman pengamatan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. 4) Pengiriman laporan OPT oleh Dinas
Provinsi yang membidangi
perkebunan dilakukan melalui
surat dan e-mail :
ipopt_tanhun@yahoo.com,
Format laporan hasil pengamatan OPT perkebunan seperti pada Lampiran 1.
b) Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana
- SDM
- Data dan informasi - Bahan dan Alat 2 Output/Keluaran Terlaksananya
pengamatan OPT
penting pada
18 No Indikator Uraian perkebunan oleh petugas pengamat yang diberikan insentif dan operasional pengamatan.
3 Outcome/hasil Tersedianya data
hasil pengamatan
OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan
1. Pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi dan pemberdayaan perangkat serta pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten
yang membidangi perkebunan dan
berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/ Demplot pengendalian OPT adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksa-nakan kegiatan agar berkoordinasi dengan
19 BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Pelaksana kegiatan BPT adalah LL/UPTD Perlindungan.
4. Kewenangan dan tanggung jawab :
a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
Menyiapkan Terms of Reference
(TOR) dan Pedoman Teknis;
Melakukan bimbingan, pembinaan,
monitoring dan evaluasi.
b. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Medan,
Surabaya, dan Ambon dan Balai
Proteksi Tanaman Perkebunan
Pontianak.
Melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi kegiatan perlindungan
perkebunan pada wilayah
kerjanya, berkoordinasi dengan
Ditjen. Perkebunan,
Puslit/Balit/Perti, UPTD dan Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota yang
membidangi perkebunan.
Menyediakan dan mensosialisasikan
teknologi pengendalian hayati
20
Melakukan pengujian kualitas
(quality control) APH.
Supervisi penyelesaian akreditasi
laboratorium bagi UPTD yang memenuhi syarat.
Memfasilitasi pendaftaran dan
perizinan APH.
Memfasilitasi kegiatan perekat
dengan UPTD pada wilayah kerja Balai.
c. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
Menetapkan Tim Pelaksana
kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan tingkat provinsi;
Melakukan koordinasi dengan
Direktorat Jenderal Perkebunan,
BBPPTP Medan/Surabaya/
Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
Membuat Petunjuk Pelaksanaan
untuk kegiatan pemberdayaan
perangkat perlindungan;
Melakukan pengawalan,
21 evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;
Menindaklanjuti rekomendasi hasil
monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Menyampaikan laporan
pelaksa-naan kegiatan pemberdayaan
perangkat perlindungan ke
Direktorat Jenderal Perkebunan
cq. Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
d. UPTD (Perangkat Perlindungan di Daerah)
Melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi kegiatan
Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan, berkoordinasi
dengan Ditjen. Perkebunan,
BBPPTP (Medan, Surabaya, dan
Ambon)/BPTP Pontianak/Puslit/
Balit, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
Menyiapkan bahan APH (starter
APH) untuk kegiatan perbanyakan dan penyebaran di petani.
Malaksanakan kegiatan operasional
22
Menyusun dan menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan
Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan ke Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Direktorat Jenderal Perkebunan
cq. Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
1. Pemberdayaan Perangkat Perlindungan a. Operasional LL
Kegiatan operasional LL di 26 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada
Lampiran 2.
b. Operasional Brigade Proteksi Tanaman Kegiatan operasional Brigade Proteksi Tanaman di 31 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 3. 2. Jenis dan Volume Kegiatan
a. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan perangkat
perlindu-ngan tanaman disajikan pada
Lampiran 2-3.
b. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan disajikan pada Lampiran
23
D. Simpul Kritis
1. Simpul Kritis Pemberdayaan perangkat perlindungan tanaman sebagai berikut : a. Dinas Provinsi yang membidangi
perkebunan terlambat menyusun
Juklak pemberdayaan perangkat,
sehingga penyelesaian pekerjaan
menjadi terlambat atau tidak tepat sasaran. Juklak harus disusun paling lambat dua minggu setelah Pedoman Teknis diterima.
b. LL dan BPT terlambat menyusun juknis pemberdayaan perangkat, sehingga penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu dan sasaran. Juknis harus disusun paling lambat satu minggu setelah juklak dibuat.
c. Belum dilengkapi SOP yang memenuhi
standar sehingga sulit untuk
menelusuri apabila terjadi kesalahan. Menyusun atau menyempurnakan SOP yang ada sesuai dengan standar yang baku.
d. Pengadaan bahan pengendali berupa pestisida kimia (insektisida, fungisida, herbisida), tidak tepat sasaran karena tidak didasarkan pada data hasil pengamatan dan laporan OPT yang memiliki potensi serangan sangat cepat berkembang dan merusak.
24 Pengadaan bahan pengendali berupa pestisida kimia (insektisida, fungisida dan herbisida) harus didasarkan pada data hasil pengamatan dan pelaporan OPT yang memiliki potensi serangan
sangat cepat berkembang dan
merusak.
2. Simpul Kritis Pemberdayaan Petugas pengamat OPT perkebunan
a. Petugas pengamat yang ditetapkan untuk menerima insentif tidak tepat sehingga tidak dapat melakukan pengamatan dengan baik dan benar. Hal tersebut mengakibatkan data yang dilaporkan kurang akurat. Oleh karena itu Dinas Provinsi/UPTD Perlindungan/ Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan dalam menetapkan
petugas pengamat harus sesuai dengan
kriteria dalam Pedoman Teknis
Direktorat Jenderal Perkebunan.
b. Petugas belum mempedomani
sepenuhnya buku pedoman
pengamatan dan pelaporan OPT perkebunan yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Perkebunan
sehingga data yang dihasilkan kurang optimal. Untuk itu Dinas Provinsi yang
membidangi Perkebunan agar
memperbanyak dan mensosialisasikan buku pedoman pengamatan OPT.
25
IV. PENGADAAN BARANG
A. Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas
Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal
Perkebunan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
B. Pengadaan barang dan jasa kegiatan
pemberdayaan perangkat perlindungan
perkebunan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
26
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dan
TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan
secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak dan pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan,
pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan
pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan,
pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang
dipergunakan (Material). Kegiatan
27
harus mampu meningkatkan kualitas
pelaksanaan kegiatan melalui pemberian
rekomendasi dan pemecahan masalah
terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan
tujuan dan sasaran kegiatan yang
ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan
kabupaten/kota sehingga pembinaan,
pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Direktorat Perlindungan Perkebunan
melakukan pembinaan dan pengawalan
kegiatan fasilitasi teknis perlindungan
perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan,
pengendalian, pengawalan dan
pendampingan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan tingkat provinsi.
28 Dinas yang membidangi Perkebunan
tingkat kabupaten/kota melakukan
pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan fasilitasi teknis
perlindungan perkebunan tingkat
29
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.
Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/ penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat
Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggung
jawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan
kegiatan fasilitasi teknis perlindungan
30
dilaporkan secara berjenjang kepada
penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyu-sunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan
Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan a) Pemberdayaan perangkat
Persiapan meliputi : penetapan tim
pelaksana kegiatan; penyusunan
juklak/juknis; jadwal pelaksanaan; persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.
Dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan
b) Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan
Persiapan meliputi : penetapan tim
pelaksana kegiatan; penetapan