• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Dalam dokumen DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (Halaman 7-62)

Perlindungan perkebunan mempunyai peranan yang penting sebagai “jaminan” bagi keberhasilan usaha perkebunan, mulai dari pembibitan, pertanaman sampai pasca panen. Dalam rangka mendukung kegiatan pengendalian OPT maka diperlukan partisipasi aktif seluruh jajaran dan perangkat perlindungan perkebunan di pusat dan daerah, petugas pengamat, petani, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Sampai dengan tahun 2014, jumlah perangkat perlindungan sebanyak 571 unit, yang tersebar di seluruh provinsi berupa Laboratorium Lapangan/LL (26 unit); Laboratorium Utama Pengendali Hayati/LUPH (4 unit); Laboratorium Pengendali Hama Vertebrata/LPHV (1 unit); Laboratorium Analisa Pestisida/LAP (2 unit); Brigade Proteksi Tanaman/BPT (26 unit) dan Unit Pembinaan Proteksi Tanaman/UPPT (500 unit) dan sub laboratorium hayati (14 unit). Sebanyak 24 LL telah berubah status menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Di provinsi pengembangan yaitu Banten dan Gorontalo telah dibentuk UPTD yang menangani perlindungan perkebunan.

Sejalan dengan perkembangan pembangunan perkebunan, maka kondisi perangkat yang ada perlu direvitalisasi fungsinya. Untuk

2

mengoptimalkan kembali fungsi perangkat yang ada, perlu didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM), prasarana dan sarana serta pendanaan. Melalui APBN tahun 2016 dialokasikan dana untuk pemberdayaan perangkat, meliputi: operasional LL di 26 provinsi, LUPH di 4 provinsi dan Sub Lab Hayati di 12 provinsi, dan revitalisasi fungsi Brigade Proteksi Tanaman (BPT) di 32 Provinsi serta pemberdayaan petugas pengamat di 28 provinsi.

Revitalisasi fungsi BPT dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi dalam penanganan OPT pada situasi eksplosi atau pada sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi. Melalui revitalisasi fungsi BPT diharapkan penyelesaian permasalahan eksplosi serangan OPT dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat tanpa harus menempuh suatu mekanisme penanganan yang sangat panjang dan berbelit-belit. Fasilitasi BPT dimaksudkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan BPT dalam mengendalikan OPT di 32 Provinsi.

Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) merupakan ujung tombak perlindungan tanaman perkebunan karena mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pelaksanaan pengamatan OPT dan pembinaan pengendalian OPT di lapangan.

Perangkat perkebunan yang mewadahi petugas pengamat OPT adalah Unit Pembinaan Proteksi

3

Tanaman (UPPT). Pada tahun 1988 UPPT berjumlah 500 unit dan setiap UPPT memiliki petugas pengamat sebanyak 3 orang. Sejak diberlakukannya otonomi sebagian besar UPPT beralih fungsi dan jumlah petugas pengamat/petugas UPPT semakin berkurang karena sebagian besar telah alih tugas ke instansi lain atau purna tugas/pensiun.

Pada tahun 2014, jumlah petugas pengamat OPT hanya 989 orang yang tersebar di 28 provinsi. Upaya daerah dalam rangka merekrut petugas pengamat baru telah dilakukan, namun jumlahnya masih belum memadai dan rekruitmen baru relatif tidak sesuai dengan kebutuhan serta kualitasnya belum memenuhi kriteria untuk menjadi seorang petugas pengamat. Selain itu biaya operasional UPPT dan petugas pengamat OPT semakin berkurang sehingga pengamatan serangan OPT tidak optimal.

Semakin luasnya perkembangan pembangunan perkebunan maka permasalahan OPT juga semakin kompleks dan area perkebunan yang harus diamati di lapangan semakin luas, sehingga dengan kondisi pengamat saat ini tidak dapat melakukan pengamatan OPT, menyajikan dan melaporkan data serangan secara optimal.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tahun anggaran 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pemberdayaan

4

perangkat perlindungan perkebunan di 32 provinsi serta pemberdayaan petugas pengamat di 28 provinsi. Pada tahun 2016 melalui APBN, pemerintah mengalokasikan anggaran Pemberdayaan perangkat untuk pemberdayaan petugas pengamat OPT berupa pemberian insentif/honor dan operasional lapangan. Pada kegiatan ini juga ditujukan untuk mendorong Petugas pengamat/POPT agar mampu meningkatkan kinerja perangkatnya terutama dalam kegiatan ekplorasi dan pengembangan APH, uji mutu dan efikasi APH serta penanganan situasi eksplosi OPT di wilayah masing-masing.

B. Sasaran Nasional

Sasaran kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan adalah terlaksananya operasional Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Utama Pengendali Hayati (LUPH), Sub laboratorium Hayati (Sublab), Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan pemberdayaan petugas pengamat.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan adalah meningkatkan peran dan fungsi LL, LUPH, Sub Lab, BPT dan pemberdayaan petugas pengamat dalam mendukung kegiatan perlindungan perkebunan.

5

D. Pengertian Umum

Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :

1. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

2. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.

3. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.

4. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati.

6

5. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/ membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan.

6. Uji Efikasi APH adalah Pengujian efektivitas APH terhadap organisme sasaran yang didaftarkan berdasarkan pada hasil percobaan lapangan atau laboratorium menurut metode yang berlaku.

7. Uji Mutu APH adalah pengujian kualitas APH meliputi pengujian jumlah spora, viabilitas, uji antagonisma atau virulensi.

8. Protokol pengujian APH adalah protokol yang berisi kumpulan metode standar pengujian efikasi APH yang telah disetujui oleh Komisi Pestisida.

9. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.

10. Sumber serangan OPT adalah tempat pertanaman ditemukan serangan OPT pada komoditas perkebunan dan tidak dikendalikan oleh petani/pekebun, sehingga keberadaannya dapat menjadi sumber serangan terhadap tanaman perkebunan yang berada di sekitarnya.

7

11. Petugas pengamat adalah personil/ sumberdaya manusia perlindungan tanaman yang diberi tugas dan tanggungjawab serta hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan pengelolaan OPT dan Dampak Perubahan Iklim (DPI).

12. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

13. Perangkat perlindungan adalah unit organisasi yang menangani perlindungan perkebunan dan berada di bawah pembinaan dinas provinsi yang membidangi perkebunan, meliputi: Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub Laboratorium Hayati, Brigade Proteksi Tanaman dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman.

8 II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan. a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang Membidangi Perkebunan Provinsi.

b. Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.

c. Juklak, Juknis

Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan paling lambat 2 (dua) minggu setelah diterimanya pedoman teknis dari Ditjen. Perkebunan.

9 d. Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.

Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait.

e. Pelelangan/pengadaan

Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai bulan Februari 2016. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.

f. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.

10 g. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh penanggung jawab kegiatan.

2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form SIMONEV.

3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2016.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

a. Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan

1)Personil laboratorium diutamakan personil yang mempunyai latar belakang pendidikan S2/S1 plus/S1/D3/S01 jurusan hama penyakit/biologi/analis kimia/agronomi/ Agroteknologi atau personil yang mempunyai keahlian khusus atau telah dilatih dibidang perlindungan tanaman.

2)Penetapan SK personil laboratorium paling lambat akhir Januari 2016.

3)Pelaksanaan operasional LL, LUPH, BPT, dan Sub Lab. Hayati mengacu kepada pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

11 4)Revitalisasi fungsi BPT dilaksanakan oleh

LL/UPTD Perlindungan Perkebunan.

5)Alat dan bahan yang digunakan untuk laboratorium serta alat dan bahan pengendalian OPT harus memenuhi standar teknis.

6)Pembinaan kelompok tani alumni SL-PHT dilaksanakan di Provinsi yang telah melaksanakan SL-PHT.

b.Pemberdayaan petugas pengamat OPT Tanaman Perkebunan

1) Pengamat yang mendapatkan insentif adalah petugas yang melaksanakan kegiatan pengamatan OPT di lapangan dan ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

2) Penetapan SK petugas pengamat OPT paling lambat akhir Januari 2016 dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan. 3) Pelaksanaan pengamatan mengacu kepada

pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan.

3. Tindak Lanjut

a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

- Perencanaan kegiatan, jadual kegiatan - Pembuatan juklak, juknis setiap kegiatan

12 - Menunjuk penanggungjawab dan

pelaksana kegiatan - Survei lokasi kegiatan

- Koordinasi dengan instansi terkait

- Menindaklanjuti rekomendasi hasil pembinaan

b. Tahap Pasca Kegiatan 1) Pemberdayaan perangkat

a) Hasil kajian teknologi PHT spesifik lokasi didata dan didiseminasikan kepada petani sehingga mampu menyelesaikan permasalahan OPT di wilayah kerjanya. b) Secara pro-aktif membuat jejaring dan

kerjasama di bidang teknologi perlindungan tanaman terkini dan dalam hal pengembangan, pendaftaran dan legalitas produk APH dan pestisida nabati dengan BBP2TP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak, Puslit/Balit/ Perti.

c) LL, LUPH, BPT, Sub lab agar mendokumentasikan data dan informasi seluruh hasil kegiatan yang dilakukan. d) Menyebarluaskan dan mensosialisasikan

teknik pengendalian OPT tanaman perkebunan.

e) Mendorong terbentuknya regu pengendali hama (RPH).

13 f) BPT menjadi lebih eksis dan berperan dalam pengendalian eksplosi/outbreak OPT.

2) Pemberdayaan petugas pengamat OPT tanaman perkebunan

a)Petugas pengamat OPT harus menyampaikan data pengamatan OPT ke Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan secara berkala yaitu setiap minggu.

b)Dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan menyampaikan laporan hasil pengamatan OPT ke Dinas provinsi yang membidangi perkebunan secara berkala yaitu setiap bulan (bulanan).

c)Dinas provinsi yang membidangi Perkebunan/UPTD Perlindungan menyampaikan laporan hasil pengamatan OPT ke Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap triwulan.

B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria

a. Pemberdayaan Perangkat

1) Kajian metode PHT spesifik lokasi dilaksanakan dalam rangka menguji teknologi pengendalian OPT yang dihasilkan oleh UPT Pusat/Balit/Perti atau teknologi

14 pengendalian OPT yang sudah berkembang di masyarakat.

2) Pelatihan perbanyakan dan penyebaran APH bagi petani dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan petani tentang cara melakukan perbanyakan dan penyebaran APH dengan metode dan peralatan sederhana. Pelatihan dilaksanakan di lokasi kebun milik petani.

3) Diseminasi teknologi perlindungan perkebunan dilaksanakan dalam rangka penyebaran informasi teknologi perlindungan perkebunan, dan dapat dilakukan melalui sosialisasi, seminar dan pelatihan serta penyusunan bahan informasi seperti buku, leaflet dan poster.

4) Demplot teknologi pengendalian OPT dilaksanakan untuk menguji rakitan teknologi pengendalian OPT yang telah dihasilkan oleh UPTD perlindungan.

5) Perbanyakan dan penyebaran APH dilaksanakan untuk APH hasil identifikasi atau eksplorasi (pada tahun sebelumnya), apabila tidak ditemukan APH baru, kegiatan perbanyakan dan penyebaran dilakukan terhadap koleksi APH yang telah dimiliki oleh setiap UPTD perlindungan.

6) Uji adaptasi dan efikasi APH dilaksanakan dalam rangka menguji APH pada berbagai kondisi lingkungan. Dalam pelaksanaan pengujian dilakukan modifikasi-modifikasi

15 sehingga dapat dipergunakan pada berbagai kondisi lingkungan dan kemanfaatan APH tersebut menjadi lebih luas.

7) Kalibrasi dilaksanakan untuk memastikan akurasi alat-alat laboratorium. Kalibrasi dapat diuji oleh lembaga penguji yang telah terakreditasi dan memiliki ruang lingkup kalibrasi antara lain : Balai Besar Industri Agro (BBIA), Succofindo dan Saraswati. 8) Ekplorasi dan inventarisasi APH dilaksanakan

dalam rangka mengeksplorasi dan menginventarisasi APH yang ditemukan menyerang OPT pada komoditi utama perkebunan, sehingga diharapkan akan diperoleh jenis-jenis APH baru baik dari golongan predator/parasitoid/patogen. 9) Bahan pengendali OPT/pestisida kimia

(fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida, dll) dirinci berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. Pestisida hanya dapat digunakan pada kondisi serangan OPT yang bersifat eksplosi atau pada sumber-sumber serangan OPT yang dilaporkan sangat cepat berkembang dan merugikan. Pestisida kimia sekaligus merupakan buffer stock dalam memenuhi standar pelayanan minimum pemerintah dalam mengendalikan OPT.

10) Kendaraan operasional pengendalian OPT/pengendalian kebakaran lahan dan kebun di peruntukkan bagi unit kerja yang

16 menangani/melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman/pengendalian OPT/ pengendalian kebakaran lahan dan kebun. b.Pemberdayaan petugas pengamat OPT

tanaman perkebunan

1) Petugas pengamat yang ditetapkan adalah petugas yang telah mendapat pelatihan tentang dasar-dasar perlindungan dan atau berlatar belakang pendidikan teknis hama penyakit / biologi / agronomi / pertanian/ agroteknologi.

2) Insentif dan operasional lapangan Petugas Pengamat hanya diberikan kepada petugas pengamat/ petugas POPT/Petugas teknis perlindungan yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan OPT di setiap provinsi dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

3) Pengamatan diutamakan untuk OPT penting (dominan) pada komoditas utama/unggulan perkebunan daerah.

2. Metode

a. Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan

1) LL, LUPH, dan Sub Lab Hayati

a) Metode uji mutu APH mengacu pada protokol uji mutu yang dibuat oleh

17 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.

b) Metode uji efikasi APH mengacu pada protokol pengujian yang telah disusun oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan.

c) Metode uji mutu dan uji efikasi APH dapat didownload pada situs website perlindungan

perkebunan.(ditjenbun.pertanian.go. id/perlindungan)

d) Metode identifikasi, eksplorasi, perbanyakan dan penyebaran APH mengacu kepada metode yang diterbitkan antara lain oleh BBPPTP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak/Puslit/Balit/Perti/ Direkto-rat Perlindungan Perkebunan.

2) BPT

a) Pengadaan dan penggunaan pestisida mengacu kepada jenis pestisida sesuai dengan izin Menteri Pertanian, dengan tetap memperhatikan pada prinsip penggunaan pestisida yang baik dan benar sesuai dengan kaidah PHT. b) Penggunaan bahan pengendalian OPT

didasarkan atas kriteria serangan OPT yang termasuk pada kondisi eksplosi atau pusat serangan yang mempunyai

18 potensi peningkatan serangan yang besar. Kondisi tersebut dinyatakan oleh pejabat yang memiliki kewe-nangan dan kompetensi dalam perlindungan tanaman perkebunan. c) Pengadaan mobil operasional BPT

digunakan untuk kegiatan pengendalian OPT serta pengendalian kebakaran lahan dan kebun berdasarkan spesifikasi teknis tersaji pada lampiran 1.

d) Mobil operasional BPT akan diserahterimakan sebagai aset daerah, sehingga biaya operasional merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. e) Mobil operasional untuk body luar

pada bak di beri logo Kementerian Pertanian dan bertuliskan “Kendaraan Operasional Pengenda-lian OPT/PengendaPengenda-lian Kebakaran Lahan dan Kebun” (dengan Body

Painting/bukan Stiker).

f) Surat pernyataan (komitmen) KPA/Kepala Dinas dalam pengadaan dan pemanfaatan mobil operasional BPT, tersaji pada lampiran 2.

b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan

19 kepada petugas pengamat untuk melakukan kegiatan pengamatan dan pelaporan dengan tahapan :

1)Pengamat melakukan pengamatan OPT penting pada komoditas utama di wilayahnya dan melakukan pembinaan pengamatan dan pengendalian OPT kepada petani secara terjadwal.

2)Pengamatan OPT perkebunan dilakukan dengan baik dan benar mengacu pada pedoman teknis pengamatan dan pelaporan OPT perkebunan yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

3)Data pengamatan OPT di rekap dan disajikan dalam bentuk laporan bulanan di tingkat kabupaten/kota dan triwulan di tingkat provinsi.

Pengiriman laporan OPT sebagai berikut: 1)Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan menyampaikan kepada dinas provinsi yang membidangi perkebunan. 2)Dinas provinsi yang membidangi

perkebunan menyampaikan laporan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan, BBPPTP (Medan, Surabaya, Ambon) dan BPTP Pontianak.

20

III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup

1. Pemberdayaan perangkat

a) Ruang Lingkup Pemberdayaan Perangkat, meliputi : biaya operasional laboratorium (ATK, alat dan bahan laboratorium), biaya operasional lapangan, pemberian honor petugas laboratorium dan petugas BPT.

b) Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Teknologi

2 Output/Keluaran Terfasilitasinya pelaksanaan

operasional LL, LUPH, BPT, Sub lab Hayati dan BPT 3 Outcome/hasil - Tersedianya data

hasil uji mutu dan uji efikasi lapangan APH - Tersedianya 3

(tiga) kelompok APH (parasitoid,

21 No Indikator Uraian predator dan patogen), serta rakitan teknologi spesifik lokasi. - Tersedianya isolat APH kelompok patogen, teknologi perbanyakan dan penyebarannya. -Tersedianya alat dan bahan pengendalian outbreak OPT. -Tersedianya stater APH kelompok patogen yang siap diperbanyak oleh petani. - Terbentuknya brigade proteksi tanaman di pro-vinsi.

2. Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan

a. Ruang lingkup :

1) Pemberian insentif dan operasional pengamatan.

22 2) Pembinaan pengamatan dan

pengendalian OPT kepada petani. 3) Pengamatan dan penyusunan laporan

mengacu pada pedoman pengamatan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.

4) Pengiriman laporan OPT oleh Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dilakukan melalui surat dan e-mail : perlinbun@pertanian.go.id,

ipopt_tanhun@yahoo.com, ipoptregar@yahoo.co.id, perlinbun.tansim@gmail.com.

Format laporan hasil pengamatan OPT perkebunan seperti pada Lampiran 3.

b. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian

1 Input/Masukan - Dana - SDM

- Data dan informasi - Bahan dan Alat 2 Output/Keluaran Terlaksananya pengamatan OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan oleh petugas pengamat yang diberikan insentif dan

23

No Indikator Uraian

operasional pengamatan.

3 Outcome/hasil Tersedianya data hasil pengamatan OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan

B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi dan pemberdayaan perangkat serta pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/ Demplot pengendalian OPT adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.

2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksa-nakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.

24 3. Pelaksana kegiatan BPT adalah LL/UPTD

Perlindungan.

4. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan  Menyiapkan Terms of Reference

(TOR) dan Pedoman Teknis;

 Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.

b. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya, dan Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.

 Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi kegiatan perlindungan perkebunan pada wilayah kerjanya, berkoordinasi dengan

Ditjen. Perkebunan,

Puslit/Balit/Perti, UPTD dan Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

 Menyediakan dan mensosialisasikan teknologi pengendalian hayati (APH, pesnab dan musuh alami).  Melakukan pengujian kualitas

25  Supervisi penyelesaian akreditasi laboratorium bagi UPTD yang memenuhi syarat.

 Memfasilitasi pendaftaran dan perizinan APH.

 Memfasilitasi kegiatan perekat dengan UPTD pada wilayah kerja Balai.

c. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan

 Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan tingkat provinsi;  Melakukan koordinasi dengan

Direktorat Jenderal Perkebunan,

BBPPTP Medan/Surabaya/

Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;

 Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan;

 Melakukan pengawalan,

pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;

26  Menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.

 Menyampaikan laporan pelaksa-naan kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

d. UPTD (Perangkat Perlindungan di Daerah)

 Melakukan pembinaan, monitoring

dan evaluasi kegiatan

Pemberdayaan Perangkat

Perlindungan, berkoordinasi dengan Ditjen. Perkebunan, BBPPTP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak/Puslit/ Balit, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

 Melakukan kaji terap teknologi pengendalian hayati spesifik lokasi (APH, pesnab dan musuh alami).  Menyiapkan bahan APH untuk

kegiatan uji mutu dan uji efikasi lapangan.

 Malaksanakan kegiatan revitalisasi brigade proteksi tanaman.

27  Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan

Pemberdayaan Perangkat

Perlindungan ke Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.

C. Lokasi, Jenis dan Volume

1. Pemberdayaan Perangkat Perlindungan a. Operasional LL

Kegiatan operasional LL di 26 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 4.

b. Operasional LUPH

Kegiatan operasional LUPH di 4 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5.

c. Operasional Sub Lab Hayati

Operasional Sub Lab Hayati di 12 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 6.

d. Operasional Brigade Proteksi Tanaman Kegiatan operasional Brigade Proteksi Tanaman di 32 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 7.

28 2. Jenis dan Volume Kegiatan

a. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan perangkat perlindu-ngan tanaman disajikan pada Lampiran 4-7.

b. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan disajikan pada Lampiran Lampiran 8.

D. Simpul Kritis

1. Simpul Kritis Pemberdayaan perangkat perlindungan tanaman sebagai berikut : a. Dinas Provinsi yang membidangi

Dalam dokumen DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN (Halaman 7-62)

Dokumen terkait