• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang

Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan

dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat

diandalkan. Pembangunan daerah didasarkan atas otonomi daerah dengan

mengacu pada kondisi dimana suatu daerah mampu menggali sumber

keuangannya sendiri dan seminimal mungkin tergantung pada bantuan

pemerintah, sehingga pendapatan asli daerah harus menjadi bagian keuangan

terbesar yang didukung untuk kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah

sesuai dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Salah satu komponen pendapatan asli daerah yang mempunyai kontribusi

terbesar di Kota Semarang adalah pajak daerah. Pajak daerah terdiri dari berbagai

jenis pajak yang terkait dengan sendi kehidupan masyarakat. Adapun beberapa

jenis pajak daerah yang mempengaruhi PAD di Kota Semarang diantaranya

adalah Pajak parkir.

Meningkatnya jumlah pembangunan dari tahun ke tahun dan ditambah

dengan naiknya populasi penduduk dan kebutuhan hidup merupakan masalah dan

beban pembangunan yang patut dicermati, upaya pemecahan masalah dan beban

pembangunan tersebut menuntut peran pemerintah secara berkesinambungan.

Meningkatnya peran pemerintah dalam pemecahan masalah tersebut berdampak

pengeluaran-pengeluaran pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan (Pattiasina,

2011:35).

Aplikasinya pemerintah pusat memiliki kemampuan dari sisi memobilisasi

dana pembangunan melalui sumber-sumber penerimaan negara, sedangkan

pemerintah daerah dihadapkan pada masalah keterbatasan sumber-sumber

penerimaan sehingga pembiayaan daerah masih bergantung pada pemerintah

pusat. Tekad pemerintah untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung

jawab melalui pemberian kewenangan yang lebih besar terhadap daerah,

merupakan salah satu cara untuk memberdayakan potensi daerah di berbagai

bidang pembangunan, salah satu kebijakan pemerintah untuk menunjang ekonomi

daerah adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pendapatan Pajak Daerah meliputi hasil pajak

daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pengertian pendapatan daerah dan pendapatan asli daerah (PAD) diartikan

secara luas. Sumber pendapatan tidak hanya meliputipendapatan asli daerah, akan

tetapi termasuk pula sumber pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan

pemerintah pusat, yang dalam realisasinya dapat saja berbentuk bagi hasil

penerimaan pajak dari pusat atau lainnya yang berbentuk subsidi (sokongan)

untuk keperluan pembangunan daerah dan sebagainya. Contoh dari penerimaan

dari perusahaan daerah, dan lainnya yang merupakan sumber pendapatan asli

daerah yang digali atau dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan dan merupakan

pula pendapatan daerah yang sah.

PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat

kemandirian daerah dalam melaksanakan urusan daerah, termasuk kota Semarang.

Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu menggali dan mendayagunakan

potensi pendapatan daerah secara efektif dan efisien untuk pembiayaan

pembangunan daerah kota Semarang. Dengan demikian PAD kota Semarang

merupakan hal penting dari daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan daerah serta mensejahterakan masyarakat.

Banyaknya jumlah wajib pajak yang ada, penerimaan pajak diharapkan

mempunyai potensi yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan PAD

Semarang. Tujuannya adalah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan daerah serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Tentunya

agar tujuan dari PAD dapat terlaksana dengan semestinya atau terealisasi dengan

baik maka seluruh pihak-pihak yang terkait dalam proses penerimaan pajak harus

bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan penerimaan pajak. Berikut ini

Tabel 1.1

Sumber-Sumber Penerimaan PAD Kota Semarang (Milyar Rp)

N o URAIAN 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 a.Pendapatan Pajak Daerah 102,853 114,570 128,535 143,460 154,505 177,680 361,471 597,519 683,708 791,509 b.Pendapatan Retribusi Daerah 55,445 71,725 77,049 84,757 69,878 80,559 84,487 84,877 102,785 110.491 c.Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 8,980 3,556 3,824 5,405 5,467 6,210 5,981 6,777 7,650 8,036 d. Lain-lain PAD yang sah 22,493 34,970 28,828 34,291 76,261 63,541 70,985 90,442 131,774 228,330 Jumlah Pendapatan Asli Daerah 189,772 224,822 238,237 267,914 306,112 327,992 522,925 779,616 925,919 1.138,36 7

Sumber : DPKAD Kota Semarang Tahun 2014

Dapat diketahui dari tabel sumber-sumber penerimaan PAD tahun

2005-2014 selalu mengalami kenaikan. Pajak daerah merupakan salah satu sumber

PAD yang memberikan pemasukan terbesar terhadap PAD dibandingkan sumber

lainnya. Pajak daerah di Kota Semarang sendiri terdiri dari 12 Pajak yang salah

satunya terdiri dari pajak parkir. Selain berasal dari pajak daerah, retribusi daerah

juga berkontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah Kota Semarang.

Retribusi parkir Kota Semarang dikelola oleh DISHUB Kota Semarang

sedangkan pajak parkir dikelola oleh DPKAD Kota Semarang.

Pada tahun 2013 dan 2014 Kota Semarang mendapatkan pemasukan lebih

besar yang berasal dari pendapatan pajak daerah. Karena dimulai pada tahun 2013

adanya perubahan yaitu PBB yang sebelumnya dikelola provinsi sekarang sudah

dikelola kabupaten/Kota. Hal itu berimplikasi terhadap kenaikan PAD kota

Semarang.

Sementara itu pemasukan PAD terkecil berasal dari pendapatan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil dari pengelolaan kekayaan

yang dipisahkan dari tahun 2005-2014 selalu dibawah 10 milyar dan itu

merupakan pemasukan terkecil dibanding 3 sumber lainnya yang selalu

memberikan pemasukan terhadap PAD di atas 20 milyar. Hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi yang terkecil dalam kontribusinya

terhadap PAD karena BUMD Kota Semarang masih kurang berkembang dengan

baik sehingga segala kegiatan pereekonomian yang berkaitan dengan BUMD

masih kurang optimal dalam memberikan kontribusi terhadap PAD Kota

Semarang sedangkan pajak daerah, retribusi daerah serta lain-lain pendapatan

PAD yang sah sudah berjalan dengan baik terutama pajak daerah yang

memberikan sumbangan terbesar terhadap PAD Kota Semarang.

Selanjutnya berikut ini disajikan tabel realisasi PAD Kota Semarang

Tabel 1.2

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang

Tahun 2005 s/d 2014

Tahun Realisasi Realisasi Penerimaan PAD (Rp)

2005 189.772.203.506 2006 224.822.679.542 2007 238.237.998.997 2008 267.914.250.403 2009 306.112.422.821 2010 327.992.258.750 2011 521.538.058.477 2012 779.616.535.593 2013 925.919.310.506 2014 1.138.367.228.493

Sumber : DPKAD Kota Semarang 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan PAD

dari tahun 2005 sampai 2014 selalu mengalami peningkatan. Realisasi penerimaan

PAD Kota Semarang sendiri selalu mengalami peningkatan diatas 10.000.000.000

pada tiap tahunnya. Pada tahun 2006 – 2007 PAD mengalami peningkatan sebesar 13.415.319.455 dan itu merupakan peningkatkan yang terkecil dibanding

tahun-tahun lainnya. Sementara itu peningkatan paling besar terjadi pada tahun-tahun 2011

yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya pada tahun 2010 yaitu

sebesar 258.078.477.116. Selanjutnya pada tahun 2013 dan 2014 PAD Kota

Semarang mendapatkan pemasukan lebih besar yang berasal dari pajak daerah.

Karena pada tahun 2013 adanya perubahan yaitu PBB yang sebelumnya dikelola

provinsi sekarang sudah dikelola kabupaten/Kota. Hal itu berimplikasi terhadap

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Indonesia

disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

sumber penerimaan pemerintah, pajak dapat dipergunakan untuk membiayai

kegiatan Pemerintah (budgeter), maupun untuk meningkatkan kegiatan

masyarakat. Alokasi pajak untuk pembangunan prasarana, dan perbaikan kualitas

sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.

(Fatchanie,2007:10). Pelaksanaan pembangunan prasarana pada hakekatnya

adalah proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus, yang merupakan

kemajuan dan perbaikan menuju ke arah yang ingin dicapai. Dalam usaha

pencapaian tujuan pembangunan tersebut, Pemerintah Pusat memberi wewenang

kepada Pemerintah Daerah untuk sepenuhnya mengatur rumah tangganya sendiri

termasuk dalam hal pengelolaan keuangan untuk membiayai keperluan daerah.

Dalam rangka meningkatkan semua sektor pembangunan yang telah

dilaksanakan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana serta dalam menaikkan

taraf hidup masyarakat dan untuk mendukung program pemerintah agar terlaksana

secara berkesinambungan, pemerintah membutuhkan dana yang cukup besar.

Peran pemerintah daerah juga sangat diperlukan guna mengetahui dana yang

diperlukan untuk meningkatkan pembangunan daerahmya, karena pemerintah

daerah yang lebih mengetahui kondisi daerahnya.

Pemberian Otonomi Daerah dimaksud untuk meningkatkan daya guna dan

hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mengatur dan mengurus

daerahnya sendiri terutama dalam membiayai pembangunan dewasa ini. Dengan

sendiri tanpa campur tangan pihak lain adalah sangat tepat karena dengan

demikian sudah memiliki kekuatan hukum untuk meningkatkan kebijakan dalam

pengelolaan daerahnya, meskipun pada dasarnya tetap dikordinir oleh pemerintah

pusat. Adapun salah satu yang dikelola pemerintah daerah ialah pajak daerah.

Berikut ini disajikan tabel jenis-jenis pajak daerah

Tabel 1.3

Jenis Pajak Daerah Menurut UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 28 Tahun 2009

Sumber : Direktorat Jendral Pajak. Agustus 2011

Pajak daerah merupakan pungutan oleh daerah yang merupakan salah satu

hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Hak–hak daerah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah. Hasil dari pajak daerah digunakan untuk membiayai

Daerah UU No. 34 Tahun 2000 UU No. 28 Tahun 2009 Propinsi 1. Pajak Kendaraan

Bermotor 2. Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor 3. Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor 4. Pajak Air Bawah Tanah

dan Air Permukaan

1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor 3. Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor 4. Pajak Air Permukaan 5. Pajak Rokok

Kabupaten/Kota 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir

7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir

7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung

Walet

10. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 11. PBB Perkotaan dan

pengeluaran rutin dan untuk membiayai pembangunan daerah itu sendiri. Ketaatan

membayar pajak serta pengelolaan pajak daerah yang dilakukan secara baik akan

memajukan daerah itu sendiri baik dari segi sarana prasarana dan fasilitas umum

lainnya serta mensejahterahkan masyarakat di daerah.

Berikut ini merupakan tabel pajak daerah Kota Semarang tahun 2013.

Tabel 1.4

Pajak Daerah Tahun 2013

Sumber : Data Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Semarang Tahun 2011 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui, pemasukan pajak daerah terbesar

berasal dari pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yaitu sebesar

NO URAIAN ANGGARAN 2013(Rp) REALISASI 2013 (Rp) 1. Pajak Hotel 38.000.000 44.674.905.002 2. Pajak Restoran 40.000.000 48.387.960.623 3. Pajak Hiburan 12.000.000.000 12.405.484.804 4. Pajak Reklame 18.500.000.000 23.040.464.075 5. Pajak Penerangan Jalan 118.000.0000.000 137.411.660.918 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan

0 0

7. Pajak Pengambilan Bahan Gajian Golongan C

1.000.000.000 1.367.379.075

8. Pajak Parkir 5.000.000.000 5.658.633.242 9. Pajak Air Tanah 4.500.000.000 4.679.097.924 10. Pajak Sarang Burung Walet 50.000.000 0 11. Pajak BPHTB 180.000.000.000 220.909.156.797 12. Pajak PBB 170.000.000.000 185.173.747.490 PAJAK DAERAH 587.050.000.000 683.708.489.950

220.000.000.000 sedangkan yang sama sekali belum memberikan pemasukan

terhadap pajak daerah Kota Semarang yaitu pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan dan pajak Sarang Burung Walet. Sementara itu pajak parkir sendiri berada

di urutan 8 dalam memberikan pemasukan terhadap Pajak Daerah. Ini seharusnya

menjadi perhatian khusus bagi DPKAD Kota Semarang untuk meningkatkan

penerimaan pajak parkir di Kota Semarang.

Undang-Undang Otonomi daerah yang telah dilaksanakan oleh Bangsa

Indonesia sejak enam tahun yang lalu merupakan salah satu tuntunan reformasi

yang saat ini merupakan hal yang telah dilaksanakan oleh setiap daerah untuk

dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat serta menuntut

kepada setiap daerah yang ada untuk dapat mandiri dalam segala bidang termasuk

meningkatkan dalam sektor pendapatan asli daerah.Penyusunan Peraturan Daerah

tentang Pajak Parkir merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dinas Pengelolaan Keuangan

dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang sebagai dinas daerah yang diberi

kewenangan mengurus dan mengelola keuangan daerah secara mandiri mengelola

pajak parkir, dengan pembentukan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 10

Tahun 2011 tentang pajak parkir.

Salah satu jenis pajak daerah dikelola oleh Dinas Pengelolaan Keuangan

aset daerah Kota Semarang adalah pajak parkir yang dikenakan atas

penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan

yang didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang pajak

dari retribusi parkir. Retribusi ialah pungutan daerah sebagai pembayaran

pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau milik daerah untuk

kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik secara

langsung maupun tidak langsung. (Kaho,1997:153). Pemasukan retribusi parkir di

Kota Semarang dikelola oleh Dinas Perhubungan (DISHUB) Kota Semarang.

Potensi pajak yang ada di kota Semarang sangat besar, salah satunya

adalah potensi penerimaan pajak parkir. Perkembangan pembangunan kota

Semarang yang sangat pesat dewasa ini menyebabkan semakin bertambahnya

pengguna kendaraan bermotor, yang membawa konsekuensi salah satunya pada

keberadaan lahan perparkiran sebagai fasilitas yang amat diperlukan warga kota

Semarang. Mengingat potensi pajak parkir di Semarang ini cukup besar, termasuk

area yang tidak tergarap secara optimal dan yang belum masuk pendapatan

daerah, maka penerimaan pajak parkir di kota Semarang harusnya memberikan

kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan PAD kota Semarang. Selain itu

ada kendala bagi DPKAD dalam melakukan kegiatan pajak parkir seperti

kesulitannya pihak DPKAD dalam melakukan sosialisasi mengenai pajak parkir

dengan pemilik lahan parkir, karena pemilik lahan jarang berada di tempat.

Efektivitas penerimaan pajak parkir terhadap pajak daerah perlu dilakukan

mengingat jumlah target penerimaan yang ditetapkan setiap tahun anggaran relatif

lebih kecil dibandingkan potensi yang dimiliki dari pajak parkir untuk pemerintah

kota Semarang. Kesenjangan antara potensi dan target yang telah di tentukan

menyebabkan kecilnya jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah sebagai

keputusan yang sulit melakukan perencanaan sumber pembiayaan secara lebih

baik, sehingga upaya percepatan pelaksanaan pembangunan dapat terhambat dan

otonomi daerah tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Selain itu DPKAD Kota semarang diharapkan mampu meningkatkan

kontribusi penerimaan pajak parkir terhadap PAD dari tahun ke tahun. Hal

tersebut mengingat di setiap tahunnya potensi pajak parkir mempunyai peluang

yang cukup besar untuk terus meningkat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

potensi pajak parkir meningkat di tiap tahunnya yaitu, bertambahnya volume

kendaraan, bertambahnya jumlah pusat perbelanjaan, hiburan dan pertokoan.

Tentunya semua faktor tersebut tidak serta merta meningkatkan kontribusi

penerimaan pajak parkir melainkan peran dari DPKAD yang bertugas untuk

mengelola penerimaan pajak parkir harus bekerja secara optimal.

Berikut ini merupakan tabel target dan realisasi pajak parkir Kota

Tabel 1.5

Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Semarang (Rp Jutaan)

Sumber : DPKAD Kota Semarang 2014

Tabel di atas menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pajak parkir

Kota Semarang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penerimaan pajak

parkir Kota Semarang dari tahun 2005 sampai 2014 selalu melebihi dari target

yang ditetapkan kecuali tahun 2007 yang belum mencapai target. Pada tahun 2007

penerimaan pajak parkir belum dapat mencapai target yang ditetapkan karena

pemerintah daerah Kota Semarang terlalu besar dalam memberikan target pajak

parkir. Sementara itu realisasi penerimaan pajak parkir pada tahun 2014

merupakan realisasi yang paling signifikan melampaui target yang ditetapkan

pemerintah yaitu sebesar 7.475,79 juta rupiah dan selisih dengan target yang

ditetapkan sebesar 1.875,79 juta rupiah. Penerimaan pajak parkir Kota Semarang No Tahun Pajak Parkir (Rp) Target Realisasi 1 2005 2.000,00 2.008,76 2 2006 2.250,00 2.252,62 3 2007 3.000,00 2.414,30 4 2008 2.500,00 2.562,67 5 2009 2.750,00 2.780,94 6 2010 3.100,00 3.147,53 7 2011 3.764,06 4.495,85 8 2012 4.000,00 4.802,26 9 2013 5.000,00 5.658,63 10 2014 5.600,00 7.475,79

yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan bahwa

semakin lama masyarakat Kota Semarang lebih taat Pajak dari tahun sebelumnya

dan bertambahnya jumah pusat perbelanjaan, pertokoan, mall yang menyediakan

lahan parkir serta tingkat penggunaan kendaraan yang semakin meningkat tiap

tahun nya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 31 dan 32,

pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,

baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan

sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Sementara itu yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu

kendaraan yang tidak bersifat sementara.

Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan

jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan

bermotor. Klasifikasi tempat parkir di luar badan jalan yang dikenakan pajak

parkir adalah:

a. Gedung parkir ;

b. Pelataran parkir ;

c. Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran;

d. Tempat penitipan kendaraan bermotor.

Sementara itu, pada pajak parkir tidak semua penyelenggaraan parkir

dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak,

1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah

daerah. Penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD tidak

dikecualikan sebagai objek pajak parkir.

2. Penyelenggaran tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan

untuk karyawan sendiri.

3. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan

negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas

timbal balik. Ketentuan tentang pengecualian pengenaan pajak parkir bagi

perwakilan lembaga-lembaga internasional berpedoman kepada keputusan

Menteri Keuangan.

4. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peraturan

daerah, antara lain penyelenggaraan tempat parkir, tempat peribadatan dan

sekolah serta tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati

atau walikota.

Subjek pajak parkir yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan parkir

kendaraan bermotor sedangkan yang menjadi wajib pajak parkir adalah orang

pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Pajak parkir dibayar

oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran.

Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus

membayar pajak parkir yang terutang. Dengan demikian, pada pajak parkir subjek

pajak dan wajib pajak tidak sama. Konsumen yang melakukan parkir merupakan

subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sementara pengusaha yang

pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek

pajak).

Dasar Pengenaan Pajak Parkir menurut (Siahaan,2005:407) dasar

pengenaan pajak parkir adalah jumlah yang harus dibayar termasuk potongan

harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada jasa parkir, dasar

pengenaan pajak parkir dapat ditetapkan dengan peraturan daerah, dasar

pengenaan pajak didasarkan pada klarifikasi tempat parkir, daya tampung dan

frekuensi kendaraan bemotor. Setiap kendaraan bermotor yang parkir pada tempat

parkir diluar badan jalan akan dikenakan tarif parkir.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tarif pajak parkir

pada dasarnya yang diberlakukan di masing-masing daerah hampir sama. Pajak

parkir ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh persen (30%) dan ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten atau

kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah kabupaten atau kota. Dengan demikian, setiap daerah kota atau

kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang

mungkin berbeda dengan kota atau kabupaten lainnya, asalkan tidak lebih dari

tiga puluh persen (30%). Kota semarang menetapkan tarif pajak parkir sebesar 25

% berdasarkan perda kota Semarang. Sesuai dengan pasal 6 pada peraturan daerah

kota Semarang tahun 2011 ditetapkan pajak parkir di Kota Senarang sebesar 25 %

Perhitungan pengenaan pajak parkir besarnya pokok pajak dihitung

perhitungan ini digunakan untuk setiap jenis pajak daerah yang juga merupakan

dasar perhitungan untuk semua jenis pajak pusat.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak (Buku pajak daerah dan retribusi daerah)

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,

dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. (Wibowo,2009:54).

Sementara itu dasar pengenaan pajak (DPP) adalah suatu jumlah atau nilai yang

ditetapkan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Secara

sederhana, pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan DPP tersebut

dengan tarif pajak yang berlaku.

Objek Pajak Parkir diharapkan mempunyai potensi yang cukup tinggi

guna menambah Pendapatan Asli Daerah untuk membiayai penyelengaraan

pemerintahan, pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan kepada

masyarakat. Namun pada kenyataannya, objek pajak parkir yang diharapkan

mempunyai kontribusi yang baik untuk PAD Kota Semarang justru tidak

memberikan kontrbusi yang baik. Dari fenomena secara umum diatas menunjukan

bahwa masih banyak sekali potensi pajak parkir yang belum terealisasikan yang

menyebabkan penerimaan pendapatan asli daerah berkurang sehingga pelaksanaan

pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah menjadi terhambat

akibat dari penerimaan yang tidak optimal.

Selanjutnya target pajak parkir dan pendapatan asli daeah yang telah

potensi sebenarnya yang dimiliki dengan realisasi penerimaan pajak parkir

maupaun realisasi penerimaan pendapatan asli daerah yang sudah dilakukan dan

belum adanya peraturan daerah yang menetapkan sanksi apabila parkir di pinggir

badan jalan dan masih terbatasnya penyedia lahan parkir. Dari kenyataan di atas

terdapat masalah yaitu penerimaan Pemerintah Daerah melalui Pajak Parkir

sebenarnya masih dapat dioptimalkan dengan cara mensosialilsasikan kepada

masyarakat solusi-solusi dan pengawasan sebaik-baiknya tentang

ketentuan-ketentuan pajak parkir agar setiap wajib pajak mengerti, memahami serta

melaksanakan ketentuan tersebut. Apabila hal tersebut berjalan dengan baik dan

benar, maka akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama pajak

Dokumen terkait