• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan konsumsi minyak yang cepat dan pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang terbatas menyebabkan kesulitan dalam perekonomian yang dapat menyebabkan krisis bahan bakar minyak. Alternatif pemecahannya antara lain dengan mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin untuk dikembangkan. Salah satu alternatif sumber tersebut adalah biji jarak pagar.

Penggunaan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan bakar tidak akan menganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor crude palm oil (CPO) serta meningkatkan keamanan lingkungan melalui pengurangan produksi polutan dari penggunaan bahan bakar fosil (Manurung 2006; Daryanto 2005; Jongschaap 2008).

Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% atau sekitar 23 juta kiloliter dari total kebutuhan energi nasional (Kusdiana 2008). Sumber bahan bakar nabati (BBN) khususnya biodiesel tersebut ditetapkan yaitu kelapa sawit dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) (Krisnamurthi 2006; Keraf 2006; Kusdiana 2008). Untuk menyiapkan penyediaan biofuel ini, telah dikeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) kepada Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan diinstruksikan untuk melakukan percepatan penyedian bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar alternatif penganti solar.

Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, yang merupakan tanaman tahunan yang toleran terhadap kekeringan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai sumber energi alternatif (Dwary dan Pramanick 2006; Kadiman 2006; Manurung 2006). Dalam program pengembangannya harus didukung oleh ketersediaan bahan tanaman yang terindentifikasi tingkat dan kepastian hasilnya (Hasnam dan Hartati 2006). Untuk membudidayakan tanaman jarak pagar, yang perlu dipertimbangkan bahan tanaman yang memiliki keunggulan genetik yang dicirikan dengan potensi produksi biji yang tinggi, cepat berproduksi (umur

 

genjah) dan beradaptasi luas terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan (Hasnam dan Mahmud 2006)

Jarak pagar dapat tumbuh mulai dari daerah beriklim kering, sangat kering hingga sangat basah dan lahan marginal (Foidl et al. 1996; Heller 1996; Gubitz et al. 1999; Openshaw 2000), namun untuk dapat berproduksi baik tanaman tetap membutuhkan kondisi ekosistem tertentu. Budidaya tanaman jarak pagar pada lokasi yang sesuai akan memberikan tingkat produksi yang optimal. Produktivitas tanaman yang tinggi ditentukan oleh bahan tanaman yang digunakan yakni melalui biji bagi tanaman yang heterozigos jarang dilakukan kecuali untuk tujuan tertentu (Hartmann et al. 2002) akan tetapi metode perbanyakan dengan biji lebih baik digunakan untuk memperoleh periode produktivitas yang panjang. Untuk keperluan konservasi digunakan bibit asal perbanyakan stek batang (Heller 1996). Kebutuhan bibit pertanaman 1 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m adalah 2500 tanaman (Puslitbang Perkebunan 2006).

Penelitian potensi produksi biji kering tanaman jarak pagar di lahan kering dengan curah hujan rendah telah dilakukan di Pulau Lombok, NTB. Provenan Lombok Barat pada tahun pertama mencapai hasil sebesar 880.8 kg/ha (352.31g/tanaman) dari tanaman asal stek, dan 749.8 kg/ha (299.92 g/tanaman) dari tanaman asal biji, serta 484.1 kg/ha atau (193.64 g/tanaman) dari tanaman asal biji yang dipangkas (Santoso et al. 2008). Varietas IP-1A, yang dilepas oleh Puslitbangbun, pada tempat yang sama mencapai hasil 656.5 kg/ha pada tahun pertama (Santoso dan Purwoko 2008a). Untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar, komponen yang sangat penting adalah pengolahan tanah dan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk kandang dapat meningkatkan produksi hingga 100% dibanding tanpa pengolahan dan pemupukan (Pranowo et al. 2007).

Pemangkasan dilakukan untuk mengatur ukuran dan bentuk pohon sesuai dengan tipe pertumbuhan dan produksi yang diinginkan, meningkatkan tunas terminal, memperbaiki kualitas buah dengan pendekatan keseimbangan pertumbuhan vegetatif, memperbaiki penetrasi cahaya ke dalam kanopi sehingga cahaya tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tunas bunga, jumlah bunga

 

menjadi buah (fruit set) dan pertumbuhan buah, mempermudah pengelolaan pohon (Widodo 1995; Raden 2009).

Salah satu tindakan agronomis untuk perbaikan teknologi budidaya tanaman jarak pagar melalui pemangkasan, pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan guna memperoleh tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman seperti payung dan meningkatkan cabang produktif. Berhubung semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud 2006). Oleh karena itu pengaturan arsitektur yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga tanaman mampu menghasilkan bunga dan buah yang baik.

Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga, buah dan biji tanaman jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar (Mahmud 2006).

Pemanfaatan tanaman jarak pagar di daerah beriklim basah diperlukan. Lapanjang et al. ( 2008) menyatakan pertumbuhan tanaman jarak pagar pada kondisi air yang tercukupi lebih baik dibandingkan tanaman yang mengalami stres kekeringan. Pengujian pada daerah beriklim basah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai potensi produksi jarak pagar yang ditanam pada daerah beriklim basah. Kumar dan Sharma (2008), dan Kaushik et al. (2007) menyatakan informasi genetik tentang morfologi, agronomi dan kandungan minyak jarak pagar penting diketahui dalam rangka program pengembangannya. Hasil - hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup bervariasi yakni; 0.3 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones dan Miller 1992), dan 200 kapsul per tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al. 2007), dan 880 kg/ha (Santoso et al. 2008). Disamping itu, kandungan minyak biji (oil content in whole seed) yang dihasilkan oleh berbagai provenan di India sekitar 33.50–38.42 % (Ginwal et al. 2004), IP-

 

2A 31-32 %, IP-2P 32-34 % dan IP-2M 31-32 % (Hasnam et al. 2008). Dengan demikian, perbaikan teknik budidaya untuk meningkatkan produksi jarak pagar di Indonesia perlu dilakukan mengingat hingga saat ini teknologi budidaya berdasarkan kondisi spesifik wilayah Indonesia sangat terbatas.

Pengujian pada tahun pertama di Bogor menunjukkan bahwa IP-2P dapat memberikan hasil yang tertinggi yakni; 558.33 kg/ha atau 223.21 g per tanaman. Genotipe IP-2P memiliki produktivitas yang tinggi karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah dengan curah hujan tinggi. Genotipe yang berasal dari daerah beriklim kering kurang sesuai ditanam di daerah beriklim basah (Arisanti 2010).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi penampilan agronomi jarak pagar unggul yang sesuai dibudidayakan di daerah beriklim basah sebelum dan setelah dipangkas.

Hipotesis

Hipotesis dalam percobaan penelitian ini adalah terdapat genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang berdaya hasil tinggi di daerah beriklim basah.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan kini menyebar di seluruh daerah tropika di dunia. Jatropha curcas dibawa ke Indonesia dan ditanam paksa pada zaman pemerintahan Jepang karena akan dijadikan BBN oleh tentara Jepang. Jarak pagar masih satu keluarga dengan tanaman karet dan ubi kayu (Hambali et al. 2006). Klasifikasi tanaman jarak pagar termasuk, Divisi; Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus: Jatropha, dan Spesies Jatropha curcas L.( Wiesenhutter 2003; Nurcholis dan Sumarsih 2007; Hariyadi 2005; Dwary dan Pramanick 2006; Hendroko dan Prihandana 2006). Genus Jatropha memiliki 175 species (Liu et al. 2007), dan ada 5 species yang tumbuh di Indonesia yakni Jatropha curcas L. dan Jatropha gossypiifollia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan Jatropha integerrima Jacq, Jatropha multifida dan Jatropha podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias (Hasnam 2006).

Jarak pagar berbentuk pohon kecil atau semak dengan tinggi tanaman mencapai 5 meter (Wiesenhutter 2003; Heller 1996; Ginwal 2004) atau perdu dengan tinggi 1-7 meter (GFU dan GTZ 2004) dan bercabang tidak teratur (Prihandana dan Hendroko 2006). GFU dan GTZ 2004; Henning 2000, Hambali et al. 2006 menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mempunyai sistem percabangan yang tidak teratur, batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah.

Kondisi lingkungan yang optimal memungkinkan tanaman jarak pagar berbuah sepanjang tahun, dengan periode panen banyak 3 kali dalam setahun. (Mahmud et al. 2006), pada kondisi tersebut akan ditemukan 4 tingkat stadia generatif yaitu; bunga, buah muda, buah tua dan buah kering. Buah dipanen setelah buah berwarna kuning dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh. Buah tersebut memiliki biji yang berwarna hitam mengkilat dan umumnya berjumlah 1500 biji per kilogram. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50 tahun, diperbanyak dengan biji atau stek. Dari biji yang berkecambah akan

 

tumbuh 5 akar, yakni satu buah akar tunggang dan 4 akar cabang sedangkan bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang. Pada kondisi kandungan air tanah yang baik perkecambahan membutuhkan waktu 10 hari dengan memunculkan radikula dan empat akar peripheral (Heller 1996). Wiesenhutter (2003) menyatakan tanaman jarak pagar termasuk tanaman sukulen yang menggugurkan daunnya selama musim kering sehingga tanaman ini adaptif pada lingkungan arid dan semi - arid.

Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5, daun tersebar sepanjang batang, permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah yang lebih pucat dibanding permukaan atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5–15 cm. Helai daunnya bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5–7 tulang daun utama, daunnya dihubungkan dengan tangkai daun dan panjang tangkai daun antara 4–15 cm (Henning 2000; Tim Jarak Pagar 2006, Hambali et al. 2006). Tanaman jarak pagar pada musim kemarau yang panjang selalu menggugurkan daunnya (Alamsyah 2006). Menurut Mahmud et al. (2006) pada awal pertumbuhan tanaman jarak pagar sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga jika setelah penanaman tidak segera turun hujan, tanaman perlu diairi segera seperlunya.

Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai atau tersusun dalam satu rangkaian (inflorescence), berwarna kuning kehijauan, persentase bunga betina 5-10% dari 100 bunga atau lebih, muncul di ujung batang masa berbunga betina 3-4 hari, bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan, lama pembungaan inflorenscence 10-15 hari dan bunga menyerbuk dengan bantuan serangga, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benangsari dalam satu tanaman). Jumlah bunga jantan 4-5 kali lebih banyak dibanding bunga betina (Hambali et al. 2006). Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunga mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning dan tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota dan setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga atau

 

berkisar 0-30 bunga betina (Wiesenhutter 2003; Henning 2000; Heller 1996; Felter dan Lloyd 1998; Hambali et al. 2006). Penyerbukan tanaman jarak dilakukan oleh serangga.

Pertumbuhan buah memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak (Rijssenbeek 2006). Tanaman dapat berproduksi pada umur 4–5 bulan, sementara produksi penuh terjadi pada umur sekitar 5 tahun dengan kemampuan menghasilkan 2–4 kg biji/tanaman/tahun.

Buah atau kapsul jarak pagar merupakan buah yang terbagi tiga ruang dan berisi masing-masing satu biji. Buah berbentuk bulat telur dengan diameter antara 2-4 cm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan berubah menjadi kuning ketika telah matang kemudian berubah menjadi abu kecoklatan hingga hitam saat masak (Henning 2000; Felter dan Lloyd 1998), terdapat 420 buah dan 1580 biji per kg (Dwary dan Pramanick 2006). Proses pemasakan buah pada malai tidak serentak. (Heller 1996). Berdasarkan observasi pada klon (provenan) jarak pagar di Indonesia yang telah dikumpulkan oleh Puslitbang Perkebunan,terlihat adanya variasi bentuk dan ukuran buah, keserempakan pemasakan buah dan jumlah biji per buah (Hasnam; Mahmud 2006). Bentuk biji jarak bulat lonjong berwarna coklat kehitaman hingga hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan bobot berkisar 0.4 – 0.6 gram per biji (Wiesenhutter 2003; Tim Jarak Pagar 2006; Prihandana dan Hendroko 2006).

Produksi bunga dan biji dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun. Bunga dan buah terbentuk sepanjang tahun dan mulai berbunga setelah tanaman berumur 4-5 bulan, sedangkan pembentukan buah dimulai pada umur 4-5 bulan ( Hariyadi 2005; Heller 2000; Rijssenbeek 2006).

Pemanenan dilakukan bila buah telah masak dengan ciri–ciri kulit buah berwarna kuning (ripe) dan mulai mengering (over ripe). Biasanya buah masak pada tahap pertama kali setelah tanaman berumur 6–8 bulan. Secara fisiologis, biji yang diperoleh dari kapsul yang masak berwarna kuning memiliki kandungan minyak yang paling tinggi dibanding dengan tingkat kematangan lainnya. Heller

 

(1996) dan Heller (2000) menyatakan bahwa biji yang diperoleh dari pemanenan terlalu awal memiliki kandungan minyak yang rendah, sedangkan bila panen terlambat dilakukan buah akan pecah dan biji–biji akan berhamburan jatuh sehingga menyebabkan kehilangan panen. Pemanenan buah merupakan kegiatan penting dalam agribisnis. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan buah jarak pagar, antara lain; kriteria panen, teknik pemanenan, pengeringan dan penyimpanan biji.Pemanenan buah dilakukan setelah biji masak, yakni kurang lebih 90 hari setelah terjadi pembungaan. Buah masak dicirikan dengan kulit buah berubah warna dari hijau ke kuning kecoklatan atau hitam dan mengering juga ciri lain kulit buah terbuka sebagian secara alami.

Produksi pertama dapat mencapai 0.5-1.0 ton biji kering per hektar per tahun dan selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun kelima setelah tanam (Prihandana dan Hendroko 2006). Hariyadi (2005) menyatakan bahwa dengan tingkat populasi tanam 2500 pohon per hektar, maka tingkat produktivitas dapat mencapai antara 5-10 ton biji per hektar. Biji jarak pagar dari buah kuning rendemen minyak sekitar 30-40 % (Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006); 36.0-38.7 % (Tim Peneliti 2006); 31-37 % (Dwary dan Pramanick 2006). Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2-3.5 ton minyak/ha/tahun. Wiesenhutter (2003) menyatakan bahwa produktivitas tergantung pada sifat genetik tanaman, jarak tanam, kondisi iklim, dan tanah setempat serta input produksi yang diberikan, seperti halnya di Cape Verde, Amerika latin hasilnya antara 780-2.250 kg per hektar, di India dengan penerapan irigasi hasilnya dapat mencapai 12 ton per ha dan di Mali, Afrika hasil produktivitas jarak pagar berkisar 2-2.4 ton per hektar.

Penyebaran dan Lingkungan Tumbuh Jarak Pagar

Sebelum tahun 2005, tanaman jarak pagar tidak mendapat perhatian khusus di Indonesia. Namun di tengah krisis bahan bakar minyak (BBM) yang melanda Indonesia pada tahun 2005, tanaman jarak pagar mendapat perhatian karena dapat menjadi sumber minyak nabati yang dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti

 

minyak bumi dan atau penganti energi fosil (solar, minyak tanah, dan minyak bakar) (Becker and Makkar 1999).

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah marginal atau lahan kritis, sesuai untuk program reboisasi. Lahan marginal dan kritis biasanya kekurangan air sementara Jatropha curcas toleran terhadap kekurangan air sehingga cocok ditanam di daerah yang kurang air (Heller 1996; Mandal 2005; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2006). Pada musim kemarau tanaman ini menggugurkan daunnya tetapi akarnya tetap mampu menyerap air tanah. Oleh karenanya Jatropha curcas biasa disebut sebagai tanaman pioner, tanaman penahan erosi dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Menurut Heller (1996) jarak pagar beradaptasi baik pada tanah marginal miskin hara dan curah hujan rendah. Di daerah Amazon jarak pagar tumbuh baik pada daerah kering dengan rata - rata curah hujan antara 300 - 1000 mm per tahun dan juga tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih tinggi dengan aerasi baik. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan 500-600 mm per tahun dan di Cape Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dan rata-rata suhu tahunan 20-280c dengan kelembaban yang tinggi dan kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji.

Jarak pagar telah menyebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Informasi kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi, antara lain dilaporkan dari 200 - 2000 mm per tahun (Heller 1996), minimal 250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900-1200 mm (Becker and Makkar 1999) bahkan di Indonesia dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3000 mm seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa.

Jarak pagar ditemukan tumbuh pada ketinggian 0-1700 meter dari permukaan laut, dengan suhu 11-380C (Heller 1996; Arivin dkk, 2006). Selanjutnya dikemukakan Heller (1996) bahwa jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (day length). Jatropha curcas L. dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi atau ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara

 

300–2380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20–260C. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan, juga dapat tumbuh di tanah pasir, tanah berbatu, tanah lempung (liat), serta dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik (tidak tergenang) dan pH tanah antara 5.0 – 6.5 (Hariyadi 2006).

Menurut Openshaw (2000) tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah beririgasi baik dengan aerasi yang baik dan beradaptasi yang baik pada tanah marjinal dengan kandungan nutrisi yang rendah. Pada tanah yang miskin hara dan keras (Garnayak et al. 2008), pertumbuhan akar menurun (Kumar dan Sharma 2008). Kerapatan tanaman yang ideal 2500 tanaman per ha, dan produktivitas maksimumnya setelah berumur 5 tahun (Sirisomboon et al. 2007) dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Sirisomboon et al. 2007; Henning 2007).

Di daerah - daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata) jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhan. Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi seperti di Bogor misalnya, maka akan selalu didapatkan tanaman jarak pagar yang memiliki pertumbuhan vegetatif lebat tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah. Sementara itu, Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik, Malingping, Banten dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, umumnya ditemukan tanaman jarak pagar yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu cabang. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang memungkinkan radiasi rendah, pembuahan terlihat cukup baik. Hal ini diduga merupakan hasil interaksi potensi genetik dengan faktor-faktor lingkungan seperti temperatur yang selalu panas (± 27°C), letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya yang berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik.

Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan

 

aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Heller 1996, Arivin et al. 2006).

Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi dibanding tanah bertekstur lainnya. Meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat, pertumbuhan jarak di tanah yang tererosi berat tidak baik (kerdil).

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur – unsur haranya terbatas atau tanah marjinal, tetapi lahan dengan air tidak tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5.5-6.5) (Heller 1996; Arivin dkk. 2006). Kondisi tanah dan iklim menggambarkan bahwa jarak pagar masih dapat tumbuh atau ditanam pada lahan masam sesuai dengan kisaran pH 4.5–7.8 (Mulyani 2007).

Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik juga produksi dan mutu yang baik, kecukupan air dan unsur hara tanah harus diperhatikan. Kondisi daerah yang relatif kering dengan intensitas radiasi yang tinggi dapat menyebabkan daun tanaman gugur dan produktivitasnya menurun. Jika tanaman jarak pagar ditanam pada daerah yang curah hujannya tinggi hal yang perlu diperhatikan adalah pembuatan drainase, karena akar tanaman jarak pagar tidak tahan terhadap genangan air (Santoso et al. 2008).

Pemangkasan Jarak Pagar

Sebagai tanaman perdu yang pembungaannya terbentuk secara terminal, percabangan jarak pagar termasuk unik karena setelah tandan bunga mekar akan tumbuh sepasang tunas yang akan tumbuh menjadi cabang berikutnya. Dalam kondisi normal kejadian tersebut berjalan terus-menerus, sehingga secara alamiah percabangan yang terbentuk menjadi tidak teratur dan tidak produktif. Untuk

 

memperoleh cabang produktif maka percabangan tanaman jarak pagar harus diatur melalui pemangkasan.

Untuk melakukan pemangkasan perlu pemahaman aspek fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh ; (a) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang tajuk (length of shoots) dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (b) pertumbuhan sekunder, yakni peningkatan ukuran (thickness) batang dan akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini 2003).

Widodo (1995) mengatakan bahwa salah satu upaya atau tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan teknik budidaya, termasuk tanaman jarak pagar adalah pembentukan kerangka (frame) tajuk (arsitektur) tanaman melalui pemangkasan. Pembentukan arsitektur tanaman melalui pemangkasan akan dapat mengefisienkan ruang tumbuh dan dapat meningkatkan produktivitas terutama yang berbunga di ujung ranting (terminal), karena tujuan pembentukan arsitektur tajuk untuk mengatur sistem percabangan, penerimaan cahaya yang merata, menyebarkan percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan pohon, memprediksi hasil serta bentuk pohon yang seragam.

Pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan penangkapan cahaya untuk mencapai produksi biomassa yang tinggi (Jackson 1980), membuka ruang kanopi untuk menangkap ruang cahaya (Lakso 1994) sehingga memperbaiki distribusi cahaya di antara struktur pembuahan (Lakso dan Corelli Grappadeli 1992;

Dokumen terkait