• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidup manusia.

Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah udang menghasilkan pakan ternakdengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein. Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur.

Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu, rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam, sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan.

Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan

pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik

salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi

kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidup manusia.

Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum

dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah

udang menghasilkan pakan ternakdengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya

lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein.

Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu

optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur.

Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu, rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin

karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam,

sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika

diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan

proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan.

Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan

itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan

2 pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian limbah

udang dalam pakan itik dan proses pengasinan telur yang dihasilkan terhadap

kandungan gizi telur itik segar serta perubahan kandungan gizi dari telur asin yang

diproduksi meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Telur

Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi, juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002).

Telur secara umum mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Perbedaan komposisi kimia antara spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan.

Membran vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat penting selama proses pengasinan karena mendorong air keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Struktur telur berdasarkan Stadelman dan Cotterill (1995), memperlihatkan adanya lapisan-lapisan pada telur, sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke kuning telur (Gambar 1.).

4 Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak beraturan sebagai jalan keluar-masuk atau pertukaran air, gas dan bakteri ke dalam

telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang/cm2 luas

permukaan kulit telur. Pori-pori berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan

tersebar di seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986). Komposisi kimia telur itik segar dibandingkan dengan telur itik yang diasin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin

Bahan Pangan Air

(g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Ca (mg) Vit. A (SI)

Telur itik segar 70,8 13,1 14,3 0,8 56 1230

Telur itik diasin 66,5 13,6 13,6 1,4 120 841

Sumber: Poedjiadi (1994).

Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein. Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular merupakan protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi (Winarno, 1997).

Pengasinan

Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin

dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam

dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan

plasmolisis sel mikroba yaitusel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel

dan plasmolisissel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen

terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan

air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik (Winarno dan Koswara, 2002).

Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur.

5 Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi

adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-.

Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).

Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan Denaturasi Protein

Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno, 1997).

Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka terbentuklah gel (Winarno, 1997).

Koagulasi

Perubahan struktur molekul protein telur adalah akibat dari hilangnya kelarutan, dan pengentalan, atau perubahan dari bentuk cair (sol) menjadi padat atau semi padat (gel) yang dapat disebabkan oleh pemanasan, perlakuan mekanik, garam, asam, alkali, dan bahan alkali lain seperti urea. Perubahan dari sol menjadi gel ini disebut koagulasi (Stadelman dan Cotteril, 1995).

Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur mengandung komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang,

6 akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini

disebut sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsenterasi

tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997). Proses Kemasiran Telur

Telur itik yang diasinkan dengan garam akan mempunyai karakteristik kuning telur yang diinginkan seperti : keluaran minyak, warna orange, dan kemasiran yang lebih baik dibanding dengan pengasinan telur ayam (Chi dan Tseng, 1998; Lai et al., 1999). Menurut Lai et al. (1997), mayoritas lemak kuning telur adalah dalam

bentuk low density lipoprotein (LDL). Lemak yang muncul ke permukaan telur rebus

yang belum diasin hanya sedikit, sebaliknya lemak yang muncul ke permukaan telur

yang sudah diasin semakin besar. Hal ini terjadi karena selama pengasinan, low

density lipoprotein (LDL) kuning telur bereaksi dengan garam. Akibat reaksi tersebut

struktur low density lipoprotein (LDL) menjadi rusak, kemudian lemaknya menjadi

bebas dan muncul ke permukaan.

Chi dan Tseng (1998) mengatakan, bahwa selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Dehidrasi selama pengasinan

ini meningkatkan keluarnya minyak. Lai et al. (1999) menyatakan, besarnya minyak

yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang sudah diasin. Padatan granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai

akibat masuknya air garam kedalam granul dan reaksi garam dengan low density

lipoprotein (LDL) didalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng, 1998).

Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya pengasinan (Lai et al. ,1999). Tekstur masir ini mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen (Chi dan Tseng, 1998).

Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi kuning kecoklatan, coklat tua, orange, atau kuning cerah setelah proses pengasinan

(Lai et al., 1999). Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan

7 mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen.

Limbah Udang

Udang (Litopenaeus vannamei) termasuk filum Arthopoda, kelas Crustacea,

ordo Decapoda, dan sub ordo Natania. Tubuh udang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian kepala, perut dan ekor. Bagian kepala dapat mencapai 36-49%, bagian daging mencapai 24-41% dan bagian kulit dan ekor mencapai 17-23%. Proses pengolahan udang menghasilkan limbah padat, antara lain kepala, limbah udang, kaki, dan ekor. Limbah tersebut mudah sekali busuk akibat mikroba, sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah udang memerlukan penanganan yang tepat agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Dinas Perikanan, 2009).

Cangkang udang merupakan salah satu limbah dari proses pengolahan produk perikanan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bahan campuran ransum ternak, limbah udangpun dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan terasi, petis, atau kerupuk udang, sehingga memiliki nilai ekonomis yang relatif rendah (Dinas Perikanan, 2009). Komposisi kimia limbah udang dan kulit udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang

Komposisi Limbah Udang* Kulit Udang

Protein kasar (%) 35,8 16,9 Lemak (%) 9,9 0,6 Serat Kasar (%) 13,20** Abu (%) 38,1 63,6 Ca (%) 12,3 24,8 Astaxanthin (ppm) 78 108

Keterangan: * kepala, kulit, dan ekor (No et al., 1989) **

Hartadi et al., 1997

Proses pengolahan lanjut mampu mengubah limbah kulit udang dan cangkang kepiting menjadi khitin dan khitosan. Produk bernilai ekonomis tinggi itu bisa dimanfaatkan sebagai obat antikolesterol, obat pelangsing tubuh, perban penghenti pendarahan, dan bahan kaus yang mampu menyerap keringat. Perban berkhasiat yang mampu menahan rapat-rapat aliran darah dibuat dari bahan khitosan. Khitosan merupakan hasil olahan dari limbah kulit udang, kulit lobster, dan cangkang kepiting.

8 Serat dari khitosan ini bisa pula dipakai untuk bahan pakaian dalam seperti kaus singlet, kaus oblong, dan kaus kaki bermutu tinggi. Kaus dari serat bahan khitosan ini mampu menyerap keringat dan menyerap bau badan secara maksimal. Disamping itu, daya serap serat khitosan tadi amat cocok sebagai materi tambahan untuk pembuatan kain tekstil. Berdasarkan riset, serat khitosan mampu mempertahankan warna dari kain tekstil agar tetap cerah walaupun sudah dicuci berkali- kali. Serat dari khitosan ini bagus pula dipakai sebagai bahan penyaring, serta bisa pula dipakai untuk membunuh bakteri dan organisme alami yang muncul (Dinas Perikanan, 2009).

9 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan itik Muara Angke. Pengujian kandungan gizi telur dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, Fakultas Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari-Juni 2009.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik segar yang diperoleh dari peternak itik di Muara Angke untuk telur dari itik yang mendapat pakan limbah udang serta telur itik tanpa penambahan limbah udang dalam pakannya. Bahan lain yang digunakan adalah batu bata merah, garam, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian kualitas kimia telur meliputi sampel uji yaitu telur asin dan telur segar dengan perlakuan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang. Bahan untuk analisis protein kasar yaitu sampel uji, K2SO4, HgO, H2SO4, HCl, air, NaOH, H3BO3, indikator metil merah dan biru dalam alkohol, bahan lain untuk analisis serat kasar yaitu sampel uji, petroleum eter, buffer fosfat 0,1M, enzim alfa amylase, aquades, HCl, enzim pepsin, NaOH 0,1 N, enzim pankreatin, garam celite kering, etanol 90 %, dan aseton, bahan lain untuk analisis lemak yaitu sampel uji dan heksana, bahan lain untuk analisis kalsium yaitu kalsium

oksalat, H2SO4, KMnO4, akuades, larutan abu, larutan amonium oksalat, indikator

metil merah, amonia encer, dan asam asetat, bahan lain untuk analisis beta karoten vitamin A yaitu sampel uji, kuinol, etanol, potassium hidroksida, petroleum eter, aquades, dietil eter, alkohol absolut, alumina netral, dan pereaksi carr-price.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu panci dan kompor. Peralatan untuk analisis kadar air yaitu oven, cawan, timbangan, dan desikator. Peralatan untuk analisis abu yaitu timbangan, cawan pengabuan, alat bakar, dan tanur. Peralatan untuk analisis protein kasar yaitu labu kjeldahl, pemanas

kjeldahl, pengisap uap, apirator, destilasi, labu Erlenmeyer, kondensor, dan alat

titrasi. Peralatan untuk analisis serat kasar yaitu labu Erlenmeyer, pengaduk,

alumunium foil, waterbath, pompa vakum, kertas saring, oven, tanur, desikator, dan

timbangan. Peralatan untuk analisis lemak yaitu timbangan, selongsong kertas, kapas, oven, alat soxhlet, labu lemak, dan batu didih. Peralatan untuk analisis

10 kalsium yaitu pipet titrasi, gelas piala, pemanas, kertas saring whatman no. 42, dan batang gelas. Peralatan untuk analisis beta karoten vitamin A yaitu timbangan, labu Erlenmeyer, pendingin balik, kertas saring, corong Buchner, penangas uap, alat kromatografi alumina, kapas wool, vakum, tabung reaksi 1 ml, labu takar 10 ml, dan kuvet silica.

Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan telur itik dengan perlakuan pakan yang berbeda. Telur-telur tersebut berasal dari itik-itik yang mendapatkan perlakuan pakan yang berbeda yaitu dengan penambahan limbah udang dan tanpa penambahan limbah udang. Pakan pokok yang diberikan dapat berupa nasi kering atau dedak. Selama pemeliharaan itik-itik dikandangkan, tetapi kadang-kadang dilepas, khususnya bagi yang tidak mendapatkan pakan tambahan berupa limbah udang.

Telur-telur itik segar dan telur asin yang dihasilkan dengan perlakuan pakan yang berbeda, kemudian diuji kandungan gizinya meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan kalsium. Kadar vitamin A diuji melalui pengukuran kandungan provitamin A yaitu beta karoten.

Model

Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan tiga kali ulangan. Model matematikanya adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) :

Yij = µ + τi + εij Keterangan :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan umum

τi : pengaruh perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan pakan yang

berbeda (i= telur segar tanpa limbah udang, telur segar dengan limbah udang, telur asin tanpa limbah udang , telur asin dengan limbah udang)

εij : pengaruh acak pada perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan

11 Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi kandungan gizi telur segar dan telur asin dari telur itik dengan pakan yang berbeda yaitu tanpa atau dengan penambahan limbah udang. Kandungan gizi yang diuji meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten.

Kadar Air (AOAC, 1984)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah ditimbang dan diketahui bobotnya. Sampel telur kemudian dikeringkan kedalam oven bersuhu 105 ºC selama 5 jam, selanjutnya didinginkan didalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya konstan.

Bobot awal – bobot akhir

Perhitungan kadar air (%) = x 100 % Bobot awal

Kadar Abu (AOAC, 1984)

Kadar abu ditentukan menurut metode gravimetri. Sampel sebanyak 5 gram yang telah dihaluskan ditimbang dalam cawan pengabuan yang telah diketahui beratnya. Sampel tersebut kemudian dibakar sampai asapnya habis. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur (600 ºC) selama 3 jam atau sampai terbentuk abu dengan berat yang tetap. Kadar abu adalah rasio berat abu dengan berat sampel basah.

W2 – W

Kadar abu (%) = x 100 %

W1 – W

Keterangan :

W = Berat cawan kosong (g) W1 = Berat cawan dan sampel (g) W2 = Berat konstan cawan dan abu (g)

Kadar Protein Kasar dengan Metode Kjeldhal-Mikro (Apriyantono et al., 1989) Sampel ditimbang sebanyak 0,05-0,1 gram, kemudian dimasukkan kedalam labu Kjeldhal 30 ml. Katalis (1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4) ditambahkan, juga 3–10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N, kemudian dididihkan didalam pemanas Kjeldhal lengkap yang dihubungkan dengan pengisap uap melalui aspirator sampai cairan menjadi jernih. Labu didinginkan dan isinya dipindahkan

12 kedalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air dan air hasil pencucian ini dipindahkan kedalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 2-3 NaOH.

Labu Erlenmeyer 125ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung 50 ml larutan destilat (berwarna hijau) didalam labu Erlenmeyer.

Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung didalam labu Erlenmeyer yang sama. Titrasi dilakukan dengan HCl 0,043664 N (0,382%), sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu (warna semula) dan dilakukan penetapan blanko.

Perhitungan kadar protein kasar dan protein sisa dilakukan dengan rumus : (a-b) x 0,014 x N x c

%Protein = x 100% Bobot sampel

Keterangan : a = milliliter titer b = milliliter blanko

c = faktor konversi telur = 6,25

Serat Kasar dengan Metode Enzimatis (Asp, 1993)

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan petroleum eter dengan perbandingan 1:2, selanjutnya dipindahkan kedalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1 M pada pH 6, lalu diaduk sampai terdispersi merata. Enzim alfa amilase ditambahkan sebanyak 0,1 ml dan labu Erlenmeyer

ditutup dengan aluminium foil, lalu diinkubasi pada suhu 80 ºC dalam waterbath

selama 15 menit sambil diaduk sesekali. Setelah diangkat dan didinginkan ditambah 20 ml aquades. Derajat keasaman (pH) diatur menjadi 1,5 dengan penambahan HCl.

Dokumen terkait